PT Kontak Perkasa - MK memutuskan Peninjauan Kembali (PK) boleh lebih dari satu kali dan grasi tanpa batas. Putusan ini kerap disebut kejaksaan sebagai sumber masalah mengapa eksekusi mati susah dilaksanakan. Saat hendak disekusi mati, terpidana lagi-lagi PK. Tak terima, MK buka-bukaan!
"Terkait putusan itu, sudah ada pertemuan lintas institusi: MK, Kumham, MA, Kejaksaan, dan Kepolisian pada Jumat 9 Januari 2015 di Kemenkumham atas prakarsa Menkumham," kata juru bicara MK, Fajar Laksono, Jumat (22/3/2019).
Fajar kemudian membuka hasil pertemuan tersebut. Yaitu:
Poin-Poin Keputusan Bersama
Putusan MK tentang Peninjauan Kembali berdasar Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 tanggal 6 Maret 2014
Jakarta, Jumat, 9 Januari 2015
1. Bagi Terpidana mati yang ditolak permohonan GRASInya oleh Presiden, eksekusi mati tetap dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
2. Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2014 tanggal 6 Maret 2014 dihormati diperlukan peraturan pelaksanaan tentang pengajuan permohonan Pengajuan PK menyangkut pengertian Novum, pembatasan waktu pengajuan PK, dan mekanisme atau tata cara pengajuan PK;
3. Sebelum ada peraturan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada Poin 2, Terpidana belum dapat mengajukan PK Baru sesuai dengan UU sebagaimana telah diubah dengan Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 tanggal 6 Maret 2014.
"Semua sudah jelas. Akan tetapi, sampai saat ini, kami belum mendapat info lebih lanjut mengenai perkembangan eksekusi dari kesepakatan itu," ujar Fajar Laksono.
Dalam beberapa kesempatan, Jaksa Agung Prasetyo mengungkapkan alasan pelaksanaan eksekusi mati gelombang IV belum terlaksana hingga saat ini. Salah satunya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Grasi.
"Di samping kita tahu, eksekusi mati berkaitan dengan dua aspek, aspek yuridis dan aspek teknis. Yuridis tadi sudah ada dinyatakan kendala-kendala dihadapi adanya putusan MK yang justru sekarang pembatasan pengajuan grasi itu dihapuskan sehingga orang bisa kapan saja mengulur waktu untuk mengajukan grasi," ujar Prasetyo beberapa waktu lalu.
Sementara itu, praktisi hukum Boyamin Saiman menyatakan Kejaksaan Agung jangan berkelit dari tugasnya. Sesuai Pasal 270 KUHAP, eksekusi pidana ada di tangan otoritas kejaksaan.
"Saya menyesalkan sikap Jaksa Agung yang tidak eksekusi mati bandar narkoba dengan alasan Narapidana mati selalu menggunakan upaya PK dan Grasi untuk menghindari eksekusi mati. Alasan ini jelas mengada ada dan tidak berdasar hukum," ujar Boyamin. - PT Kontak Perkasa
"Terkait putusan itu, sudah ada pertemuan lintas institusi: MK, Kumham, MA, Kejaksaan, dan Kepolisian pada Jumat 9 Januari 2015 di Kemenkumham atas prakarsa Menkumham," kata juru bicara MK, Fajar Laksono, Jumat (22/3/2019).
Fajar kemudian membuka hasil pertemuan tersebut. Yaitu:
Poin-Poin Keputusan Bersama
Putusan MK tentang Peninjauan Kembali berdasar Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 tanggal 6 Maret 2014
Jakarta, Jumat, 9 Januari 2015
1. Bagi Terpidana mati yang ditolak permohonan GRASInya oleh Presiden, eksekusi mati tetap dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
2. Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2014 tanggal 6 Maret 2014 dihormati diperlukan peraturan pelaksanaan tentang pengajuan permohonan Pengajuan PK menyangkut pengertian Novum, pembatasan waktu pengajuan PK, dan mekanisme atau tata cara pengajuan PK;
3. Sebelum ada peraturan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada Poin 2, Terpidana belum dapat mengajukan PK Baru sesuai dengan UU sebagaimana telah diubah dengan Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 tanggal 6 Maret 2014.
"Semua sudah jelas. Akan tetapi, sampai saat ini, kami belum mendapat info lebih lanjut mengenai perkembangan eksekusi dari kesepakatan itu," ujar Fajar Laksono.
Dalam beberapa kesempatan, Jaksa Agung Prasetyo mengungkapkan alasan pelaksanaan eksekusi mati gelombang IV belum terlaksana hingga saat ini. Salah satunya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Grasi.
"Di samping kita tahu, eksekusi mati berkaitan dengan dua aspek, aspek yuridis dan aspek teknis. Yuridis tadi sudah ada dinyatakan kendala-kendala dihadapi adanya putusan MK yang justru sekarang pembatasan pengajuan grasi itu dihapuskan sehingga orang bisa kapan saja mengulur waktu untuk mengajukan grasi," ujar Prasetyo beberapa waktu lalu.
Sementara itu, praktisi hukum Boyamin Saiman menyatakan Kejaksaan Agung jangan berkelit dari tugasnya. Sesuai Pasal 270 KUHAP, eksekusi pidana ada di tangan otoritas kejaksaan.
"Saya menyesalkan sikap Jaksa Agung yang tidak eksekusi mati bandar narkoba dengan alasan Narapidana mati selalu menggunakan upaya PK dan Grasi untuk menghindari eksekusi mati. Alasan ini jelas mengada ada dan tidak berdasar hukum," ujar Boyamin. - PT Kontak Perkasa
Sumber : detik.com
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 2:40 PM
Post a Comment