Powered by Blogger.
Latest Post
9:11 AM
Siapakah yang Dimaksud Orang Arab?
Written By Kontak Perkasa Futures on Friday, March 3, 2017 | 9:11 AM
PT Kontak Perkasa Futures Yogyakarta - Pertanyaan; “Siapa itu orang Arab?” adalah pertanyaan yang susah-susah gampang untuk dijawab. Paling tidak ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan untuk memperoleh jawaban ini secara memuaskan. Pertama, secara genealogi. Arab dipandang sebagai sebuah ras yang merujuk pada skala teritori wilayah.
Kita bisa menggunakan kacamata Philip K. Hitti dalam History of Arabs (1937: 20) untuk membagi Arab secara geografis dan ras pada era sebelum kedatangan Islam. Pemisahan yang membagi pada dua kriteria umum. Pertama orang-orang Arab Selatan, dan kedua, orang-orang Arab Utara.
Orang-orang Arab Selatan merujuk pada wilayah yang lebih maju. Di sekitaran Yaman, Hadramaut, dan sepanjang pesisirnya, orang-orang tidak menggunakan bahasa Arab, melainkan bahasa Semit Kuno. Orang-orang Arab Selatan inilah yang kemudian punya relasi secara internasional sampai—setidaknya—abad ke-5 atau 6 Masehi. Bangsa Yunani menyebutnya sebagai “Arabia Felix” yang bermakna kawasan Arab yang beruntung.
Dibandingkan orang-orang Arab Selatan, orang-orang Arab Utara sedikit tertinggal. Mereka berada di kerasnya kondisi geografis yang tidak bersahabat—lautan gurun pasir yang luas—orang-orang Arab Utara kebanyakan masih nomaden (bahkan sampai sekarang), meskipun beberapa ada yang tinggal di Hijaz dan Nejed. Bahasa yang digunakan di daerah-daerah ini adalah bahasa Arab.
Orang Arab Utara baru mengembangkan literasi tertulis sejak kedatangan Nabi Muhammad. Sebelum itu, budaya literasi Arab Utara lebih condong pada literasi lisan. Prosa, puisi, sajak, sampai pepatah-pepatah Arab dengan rima dan diksi indah turun-temurun melalui ingatan yang disampaikan dari mulut ke mulut. Maka dari itu, istilah “jahiliyah” lebih erat kaitannya dengan dengan orang-orang Arab Utara.
Di tahap inilah aspek kedua untuk memperoleh batasan “siapa itu Arab?” muncul. Aspek bahasa. Sebutan Arab dipakai untuk wilayah-wilayah yang menggunakan Bahasa Arab sebagai “bahasa Ibu” mereka. Pada poin inilah muncul perdebatan apakah Mesir dan negara-negara di sepanjang Afrika Utara termasuk “Arab”, karena praktis bahasa Arab bukanlah bahasa ibu bangsa-bangsa ini.
Kita juga perlu mengetahui apa yang dimaksud "Arab” dan "Jazirah Arab". Jazirah yang berarti tanah yang menganjur ke laut seakan-akan menjadi pulau ini adalah pembatas geografis yang cukup jelas. Karena “Arab” punya makna padang pasir, maka Jazirah Arab adalah sebutan untuk menandai wilayah geografis semenanjung padang pasir. Batas-batasnya adalah Laut Merah dan Teluk Aqabah di barat daya, Laut Arab di tenggara, serta Teluk Oman dan Teluk Persia di timur laut. Saat ini, secara politik daerah ini berisi negara Arab Saudi, Kuwait, Yaman, Oman, Uni Emirat Arab, Qatar, dan Bahrain.
William Montgomery Watt, professor studi Arab dan Islam Universitas Edinburgh, dalam esainya "Who is an Arab?" menyebut bahwa kehadiran Muhammad dengan agama Islam tidak hanya membawa perubahan pada keyakinan orang-orang Arab Utara, tapi juga Arab secara luas sebagai sebuah kesatuan politik. Sejak kemunculan wahyu pertama sampai wafatnya, suku-suku yang saling bermusuhan secara rentang waktu yang begitu cepat berhasil disatukan dalam satu persamaan: Islam.
Di sinilah kemudian aspek ketiga muncul: aspek politik. Perluasan pengaruh agama Islam sejak kekhalifahan Umar bin Khattab sampai era Bani Abassiyah segera memperluas sebutan tentang “Siapa itu Arab?”. Perluasan teritori yang berlanjut sampai dengan 750 Masehi. Sebutan “Arab” kemudian membentang dari Spanyol (Andalusia) sampai Asia Tengah (Punjab). Sekaligus menyebarluaskan bahasa Arab dan agama Islam yang menjadi terminologi pembatas siapa yang disebut Arab.
Sekalipun identik dengan Islam, kebudayaan Arab pada awalnya merupakan gambaran keyakinan warisan bangsa Semit. Pada era tersebut, kesadaran akan keberadaan Tuhan yang tunggal sudah muncul. Hanya saja, kemudian muncul “tuhan-tuhan” baru dalam wujud al-‘Uzza, Al-Lat, dan Manat, yang dianggap tiga anak perempuan Tuhan.
Ketiga “tuhan” baru ini memiliki tempat pemujaan di dekat kota Mekah, tempat nenek moyang bangsa Arab—Ibrahim dan Ismail—mendirikan Ka’bah. Hal ini menunjukkan bahwa Bangsa Arab memiliki ragam agama, baik sejak sebelum kedatangan Islam sampai era modern. Dari Kristen, Yahudi, Majusi, sampai paganisme. Meskipun Islam—tentu saja—menjadi agama yang sangat dominan.
Pada akhirnya, ketiga aspek tersebut adalah jawaban dari setiap determinan yang digunakan. Jika kita menyebut Jazirah Arab, maka kita akan bicara pada batas-batas geografis. Jika kita menyebut “Dunia Arab”, maka kita akan menggunakan kacamata bahasa. Semua komunitas yang berbahasa Arab termasuk dunia Arab: dari Aljazair sampai Mesir di Afrika Utara, sampai seluruh negara di Jazirah Arab.
Inilah yang kemudian menjadi sebab Iran dan Turki tidak termasuk “Dunia Arab.” Baik secara sejarah peradaban maupun bahasa, keduanya berbeda dengan Arab. Iran dengan Persia dan Turki dengan ‘Romawi’ (biasa juga disebut Romawi Timur) membuat warisan bahasa yang digunakan pun berbeda: bahasa Farsi dan Turki.
Berbeda lagi jika menyebut “Negara Islam.” Rujukan utama tentu daerah di Jazirah Arab, terutama Arab Saudi karena secara teritori dan sejarah sumber awalnya memang berasal di sana. Sebutan ini juga merujuk pada sistem kenegaraan yang masih menggunakan hukum-hukum agama Islam.
Uniknya, jika merujuk “Negara Muslim”, menurut American-Arab Anti Discrimination Committee, justru malah Indonesia yang mendapat sebutan itu. Tentu saja karena penganut Islam alias Muslim di Indonesia mencapai angka 170 juta jiwa. Terbesar di dunia - PT Kontak Perkasa Futures
Sumber:tirto
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 9:11 AM
11:37 AM
Peliknya Jalan Hidup Sayuti Melik
Written By Kontak Perkasa Futures on Thursday, March 2, 2017 | 11:37 AM
PT Kontak Perkasa Yogyakarta - Di sepanjang hidupnya yang cukup panjang hingga 80 tahun lamanya, Sayuti Melik kerap merasakan jadi pesakitan. Dari jeruji besi kolonial Belanda sampai dibuang ke Boven Digul, dipenjara di Singapura, ditangkap militer Jepang, bahkan dibui oleh pemerintah negaranya sendiri setelah Indonesia merdeka.
Meskipun begitu, Sayuti Melik mampu bertahan kendati diterpa gelombang perubahan zaman yang sepertinya selalu tidak ramah terhadapnya. Ia baru merasakan hidup tenang saat rezim Orde Baru tiba. Sempat menjadi anggota DPR/MPR dari partai penguasa, Golkar, hingga akhirnya wafat di ibukota pada 27 Februari 1989, tepat 28 tahun silam.
Anak Lurah Penentang Penjajah
Dari pelosok Yogyakarta Sayuti Melik berasal. Ia dilahirkan pada 25 November 1908, terpaut beberapa bulan dari kelahiran Boedi Oetomo yang disebut-sebut sebagai organisasi kebangsaan pertama di Indonesia.
Sayuti Melik adalah putra Partoprawito alias Abdul Mu′in, Kepala Desa Kadilobo di Sleman, Yogyakarta. Ayahnya inilah yang mengajarkan kepada Sayuti Melik tentang nasionalisme. Ia melihat langsung sang ayah berani menentang kebijakan Belanda yang memakai paksa sawah milik rakyat (Tempo, Volume 19, 1989).
Partoprawito ternyata bukan lurah biasa. Ia juga seorang pokrol yang berperan layaknya pengacara bagi kaum tani di daerahnya yang ditindas oleh perusahaan-perusahaan perkebunan milik orang Eropa atau pemerintah kolonial, termasuk saat membela kepentingan petani pribumi atas sengketa tanah terkait penanaman tembakau.
“Pak Abdul Mu’in sebagai pembelanya dan berhasil menang. Jadi, di masa penjajahan Belanda ia bisa mengalahkan orang Belanda. Ia terkenal di Yogyakarta utara,” demikian sebut Dawam, keponakan Sayuti Melik (Budi Setiyono, Historia.id, 2016).
Maka tidak heran jika nantinya Sayuti Melik tumbuh menjadi seorang yang bernyali tinggi menentang ketidakadilan. Tidak peduli siapa si penindas, baik orang asing maupun sebangsanya sendiri, Sayuti Melik siap menghardik, lewat tulisan-tulisannya yang memang mampu mencekik, juga turun langsung ke ranah publik.
Tertarik ke Kiri
Sejak belia, Sayuti Melik sudah berminat pada isu-isu kebangsaan. Ia rajin membaca buku, koran, juga mengikuti acara diskusi yang menghadirkan tokoh berpengaruh. Pendiri Muhammadiyah, Kyai Haji Ahmad Dahlan, menjadi salah satu sosok panutannya saat itu. Terlebih, jarak rumahnya dengan markas Muhammadiyah di Kauman tidak terlalu jauh.
Seiring daya pikirnya yang kian kritis, Sayuti Melik mulai jenuh dengan ide-ide Ahmad Dahlan yang dianggapnya kurang menggigit.
“Lama-kelamaan saya tidak tertarik kepada Kyai Dahlan, karena menurut saya dia kurang progresif-revolusioner. Akhirnya saya tinggalkan Kyai Dahlan, dan saya berguru kepada Haji Misbach,” ucapnya (Solichin Salam, Wajah-wajah Nasional, 1990:173).
Haji Misbach adalah seorang ulama terkenal dari Solo yang beraliran kiri. Pada 1920, Sayuti Melik sekolah di Solo dan mulai mengenal haji merah itu lewat tulisan-tulisannya di majalah Islam Bergerak atau Medan Moeslimin. Di kota itu pula, Sayuti Melik memperoleh tambahan wawasan nasionalisme dari gurunya yang justru orang Belanda, H.A. Zurink.
Dari sinilah Sayuti Melik semakin tertarik pada sosialisme, komunisme, Marxisme, dan seterusnya. Waktu itu, hal-hal beraroma merah belum “diharamkan”, bahkan menjadi salah satu ujung tombak perlawanan terhadap kolonial. Sayuti Melik pun menuliskan pemikirannya dan mengirimkan artikel ke berbagai surat kabar yang terbit di tanah air.
Dikurung Hingga Dibuang
Tulisan dan pergerakan Sayuti Melik yang masif membawanya ke jeruji besi pada usia 16 tahun. Pada 1924, ia menjadi tahanan kolonial di Ambarawa, Jawa Tengah, dengan tuduhan telah menghasut rakyat untuk melawan pemerintah (Arief Priyadi, Wawancara dengan Sayuti Melik, 1986:29).
Dua tahun berselang, ia kena masalah lagi, kali ini lebih serius, dituding terlibat aksi perlawanan—atau dalam sudut pandang pemerintah kolonial: pemberontakan—Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1926. Tak hanya dibui, Sayuti Melik juga turut dibuang ke Boven Digul, Papua, bersama orang-orang PKI (Audrey Kahin, Regional Dynamics of The Indonesian Revolution, 1985:37).
Sayuti Melik baru pulang ke Jawa pada 1933. Namun, tiga tahun kemudian ia dijebloskan lagi ke bui. Sayuti Melik yang saat itu merantau ke Singapura ditangkap pemerintah kolonial Inggris di sana karena dicurigai terlibat dalam gerakan bawah tanah (Soebagijo I.N., S.K. Trimurti: Wanita Pengabdi Bangsa, 1982:36).
Kembali ke tanah air pada 1937, Sayuti Melik bertemu dengan S.K. Trimurti, seorang jurnalis perempuan sekaligus aktivis pergerakan nasional yang juga keluar-masuk penjara sebelum masa itu dan setelahnya. Mereka menikah pada 1938 dan menerbitkan koran Pesat di Semarang.
Dibui Bangsa Sendiri
Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, Sayuti Melik dan Trimurti juga tak luput dari tekanan. Pesat diberangus oleh Jepang karena dianggap berbahaya. Trimurti dibui, sedangkan Sayuti ditangkap karena dituding sebagai komunis (Rosihan Anwar, Sejarah Kecil "Petite Histoire" Indonesia, Volume 3, 2004:254).
Tahun 1943, Trimurti dibebaskan atas permintaan Sukarno. Sayuti Melik dan istrinya pun sempat hidup tenang karena dekat dengan Sukarno yang dikenalnya sejak 1926. Kelak, Sayuti Melik tergabung dalam kelompok Menteng 31 yang membawa Sukarno-Hatta ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945. Sehari kemudian, Indonesia merdeka dan teks proklamasi kemerdekaan itu diketik oleh Sayuti Melik.
Meskipun turut berperan dalam upaya kemerdekaan, menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), serta cukup dekat dengan Sukarno sebagai presiden pertama Republik Indonesia, tapi Sayuti Melik tetap saja tidak sepenuhnya merasa merdeka.
Belum genap setahun Indonesia merdeka, Sayuti Melik ditangkap oleh pemerintah RI atas perintah Amir Syarifudin yang kala itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan dengan tuduhan terlibat dalam Peristiwa 3 Juli 1946 yang disebut-sebut sebagai upaya makar pertama pasca-kemerdekaan (Yuanda Zara, Peristiwa 3 Juli 1946: Menguak Kudeta Pertama dalam Sejarah Indonesia. 2009:190).
Lantaran tidak terbukti bersalah setelah diperiksa oleh Mahkamah Tentara, Sayuti Melik lepas dari dakwaan. Kemudian, ia turut berjuang untuk republik melawan Belanda yang ingin berkuasa kembali di Indonesia. Pada 1948, Sayuti Melik ditangkap Belanda, ditahan di Ambarawa, dan baru bebas jelang penyerahan kedaulatan pada 1950.
Dipungut Orde Baru
Kehidupan Sayuti Melik setelah Indonesia sepenuhnya berdaulat ternyata tak kunjung tenteram. Sempat dekat dengan Sukarno, ia justru berbalik melawan dan menentang gagasan sang putra fajar tentang Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (Nasakom). Sayuti Melik menuntut “Komunisme” diganti dengan “Sosialisme,” sehingga "Nasakom" seharusnya berganti menjadi "Nasasos" (Soegiarso Soerojo, Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai, 1988:108).
Sayuti Melik juga sangat tidak setuju jika Sukarno menjadi presiden seumur hidup (Tempo, Volume 19, 1989). Lewat tulisan “Belajar Memahami Sukarnoisme” yang dimuat di puluhan media massa, ia memaparkan perbedaan Marhaenisme Sukarno dengan doktrin komunisme ala PKI. Sayuti Melik menyerang PKI—yang dulu pernah dibelanya—yang dianggapnya kerap menjilat sang penguasa.
Sejak saat itu, Sayuti Melik terkesan diabaikan oleh rezim Sukarno. Namun, saat rezim berganti dan Soeharto mengambil tampuk kepemimpinan, Sayuti justru mendapat perlindungan dari Orde Baru.
Aroma kiri yang pernah lekat pada diri Sayuti Melik ternyata dimaafkan. Pemilu 1971 dan 1977 bahkan menempatkannya sebagai anggota DPR/MPR dari Fraksi Golkar yang tidak lain adalah representasi dari kekuasaan Soeharto selama Orde Baru berjaya (Jailani Sitohang, Gaya Kepemimpinan Sukarno-Suharto, 1989: 55).
Hidup nyaman di era emas Orde Baru setelah melalui masa muda dari penjara ke penjara, Sayuti Melik meninggal dunia di Jakarta pada 27 Februari 1989 dalam usia 80 tahun. Soeharto selaku presiden datang melayat sang juru ketik proklamasi yang telah menjalani kehidupan penuh intrik dan polemik ini - PT Kontak Perkasa
Sumber:tirto
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 11:37 AM
11:27 AM
Beda Kunjungan Raja Faisal dan Raja Salman ke Indonesia
Written By Kontak Perkasa Futures on Wednesday, March 1, 2017 | 11:27 AM
Kontak Perkasa Futures Yogyakarta - Setelah Raja Faisal Ibn Abdul Aziz As Saud pada 47 tahun silam, Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud berkunjung ke Indonesia hari ini. Penyambutan dan kunjungan dua raja itu dirasa berbeda.
"Memang (penyambutan) agak berbeda dalam tampilan," kata Direktur Pusat Kajian Timur Tengah UI Abdul Mutaali.
Mutaali mengisahkan, Raja Faisal berkunjung ke Indonesia hanya 4 hari kurun 10-13 Juni 1970. Kunjungan Raja Faisal itu tanpa liburan serta dengan jumlah rombongan yang tidak terlalu besar.
"Berbeda dengan Raja Salman, jumlah rombongan yang spektacular, 9 Hari, sambil liburan di Bali," ujarnya.
Namun terlepas dari itu, Mutaali berharap besarnya rombongan kunjungan Raja Salman menandakan besarnya investasi di Indonesia nantinya.
"Tapi Baik lah, semoga besarnya rombongan yang dibawa menunjukkan besarnya investasi yang akan terealisasi. Semoga," tuturnya.
Raja Salman akan melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia pada 1-9 Maret 2017. Pemimpin Arab Saudi tersebut membawa rombongan dengan jumlah yang cukup besar, yakni kurang-lebih 1.500 orang, termasuk 10 menteri dan 25 pangeran.
Raja Faisal berkunjung ke Indonesia pada Rabu (10/6/1970). Kedatangan Raja Faisal disambut oleh Presiden Soeharto dan Ibu Negara Tien Soeharto di Bandara Kemayoran, Jakarta Pusat.
DPR menyiapkan sambutan istimewa untuk Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud yang akan berkunjung ke Indonesia pada 1 Maret 2017 mendatang. Rencananya, Raja Salman akan diajak menonton video kunjungan pendahulunya ke Indonesia 47 tahun lalu.
"Kalau DPR, yang jelas kita akan putar film yang 47 tahun yang lalu. Itu adalah Raja dari Saudi Arabia yang telah kemari," kata Ketua DPR Setya Novanto di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat.
Menurut Novanto, video tersebut menggambarkan hangatnya hubungan Indonesia dan Arab Saudi sejak hampir lima dekade lalu. Novanto pun mengaku baru tahu adanya video tersebut dari Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia Osama Mohammed Al-Shuibi.
"Kita akan putar (video kunjungan raja Arab Saudi ke Indonesia 47 tahun silam, red). Ini adalah merupakan suatu sejarah yang belum pernah kita lihat. Saya pun baru melihat setelah dikirim Dubes Saudi Arabia, bahwa ada dokumenter film yang sejarah, yang perlu kita lihat bersama," jelas Novanto - Kontak Perkasa Futures
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 11:27 AM
10:39 AM
Samsung, Berjualan Buah dan Sayur
Written By Kontak Perkasa Futures on Tuesday, February 28, 2017 | 10:39 AM
PT Kontak Perkasa Futures Yogyakarta - Siapa yang tidak mengenal Samsung? Perusahaan tersebut saat ini merupakan produsen smartphone terbesar di dunia. Meski demikian, siapa yang menyangka jika semuanya berawal dari usaha berjualan buah, sayur dan ikan kering yang dirintis oleh pendirinya, Lee Byung-Chul di Taegu, timur laut Korea.
Pada tahun 1937, akibat pecahnya perang antara Cina dengan Jepang, Byung-chul, yang saat itu sesungguhnya telah memiliki bisnis kecil penggilingan padi dan transportasi di Masan, pantai tenggara semenanjung Korea, terpaksa memindahkan bisnisnya ke Taegu, sebuah daerah di timur laut. Dari sanalah legenda Samsung dimulai.
Di kota yang merupakan pusat pemimpin politik dan rezim militer tinggal tersebut, Byung-chul mendirikan toko perdagangan serba ada (general store) dengan modal awal 30.000 won. Mengambil nama Samsung, yang berarti bintang tiga, ia menginginkan agar toko ini menjadi perusahaan besar, kuat dan bertahan lama seperti bintang di angkasa.
Memanfaatkan situasi perang, Samsung mengekspor buah dan makanan laut yang dikeringkan, sayuran, dan barang dagangan lainnya ke Mancuria di timur laut Cina daratan, yang pada saat itu juga merupakan koloni Jepang, serta Beijing.
Dalam buku berjudul "Samsung, Media Empire and Family: A Power Web" yang ditulis oleh Chunhyo Kim, Byung-chul memperoleh modal awal untuk mendirikan Samsung selain dari keluarganya, juga dari sebuah bank Jepang. Hal itu menunjukkan kepiawaian berbisnis Byung-chul, sebab saat itu toko perdagangan tidak mempunyai akses terhadap dana serupa.
Pada masa Perang Dunia II, Byung-chul belajar banyak mengenai pasar dan memanfaatkan peluang bisnis. Ia memperhatikan dengan cermat bagaimana konglomerat Jepang, yang sering disebut sebagai zaibatsu, menjalankan dan mengorganisasi perusahaan-perusahaan mereka di Korea.
Tidak butuh waktu lama bagi Samsung untuk berkembang. Dalam kurun waktu satu dekade lebih sedikit, Samsung memiliki pabrik tepung, mesin manisan sendiri, kegiatan operasi manufaktur dan penjualannya sendiri.
Pada masa administrasi militer Amerika Serikat di Negara Ginseng itu antara tahun 1945 hingga 1948, Byung-chul memindahkan kantor pusat bisnisnya ke Seoul. Ia kemudian membuka Samsung Trading Corporation pada tahun 1948. Selang dua tahun kemudian, Samsung telah mendirikan perusahaan dagang di Masan, Taegu dan Seoul.
Meski sempat bangkrut, karena mendapat dukungan politik dari rezim Presiden Syngman Rhee pada tahun 1946 hingga 1960, perusahaan itu mengalami pertumbuhan yang cukup pesat.
Perusahaan itu, misalnya, berhasil mengembangkan bisnisnya ke sektor perbankan, sekuritas, asuransi, pupuk dan semen pada akhir tahun 1950. Pada tahun 1951, Samsung Moolsan (cikal bakal Samsung Corporation) berdiri. Perusahaan itu melakukan ekspor impor barang-barang militer, gula dan pupuk semasa Perang Korea.
Sempat tersandung kasus bahan baku ilegal yang menjerat Hankuk Fertilizer yang didirikan Samsung tahun 1963, Byung-chul kemudian mengundurkan diri sebagai Chairman Samsung pada tahun 1967.
Dua tahun berselang ia kembali menjadi Chairman Samsung dan mendirikan Samsung Electronics, yang kemudian menjelma menjadi pemain global yang sangat diperhitungkan saat ini.
Pada periode 1970an Samsung memperkuat lini bisnis elektronik dan semikondutornya. Mereka menjalin kerja sama dengan sejumlah perusahaan Jepang, salah satunya Sanyo. Kerja sama keduanya menghasilkan produksi televisi pertama Samsung pada tahun 1970.
Pertengahan tahun 1980, Samsung telah berhasil mencakup hampir seluruh sektor ekonomi Korea. Setelah wafatnya Byung-chul pada November 1987, di bawah anak ketiganya, Lee Kun-hee, Samsung memasuki era baru dari sebelumnya hanya menjadi original equipment manufacturer (OEM) menjadi perusahaan transnasional di pasar dunia.
Setahun kemudian, mereka memilih peralatan rumah tangga, telekomunikasi dan semikonduktor sebagai lini bisnis inti. Samsung Electronics kemudian menjadi perusahaan inti yang mengontrol anak perusahaan yang lain.
Pada masa kepemimpinan Kun-hee pulalah, Samsung dipecah menjadi enam perusahaan: Samsung, Hansol, Saehan, Shinsaegae, CJ, dan JoongAng Ilbo. Selebihnya kemudian adalah sejarah. Sejak saat itu, Samsung tidak pernah menghentikan lajunya, bahkan hingga saat ini, setelah menyandang status sebagai produsen smartphone paling laris di dunia.
Mendahului Sony
Laju Samsung ini berbanding terbalik dengan Sony. Pada masa-masa keemasannya sekitar tahun 1995, Sony merupakan panutan bagi perusahaan-perusahaan Korea, termasuk Samsung. Namun, seperti ditulis dalam buku berjudul "Sony vs Samsung: The Inside Story of the Electronics Giant’s Battle for Global Supremacy" yang ditulis oleh Sea-Jin Chang, dalam tempo sepuluh tahun keadaan berubah.
Perusahaan ini mengalami penurunan performa, yang berujung pada mundurnya chairman dan president Sony saat itu, Nobuyuki Idei dan Kunitake Ando, pada tahun 2005. Di sisi lain, Yun Jong-yong, chief executive officer Samsung, pada saat itu dipuji karena berhasil mengubah Samsung Electronics menjadi salah satu perusahaan paling menguntungkan di industri elektronik dunia.
Hal itu terjadi hanya tiga tahun setelah Erick Kim yang ditunjuk menjadi direktur marketing global Samsung Electronics menyatakan bahwa perusahaan itu memiliki ambisi untuk mengangkat tingkat ekuitas merek ke tingkat yang sama dengan Sony. Sebuah hal yang juga telah menjadi ambisi Jong-yong sejak ia mengambil alih perusahaan Korea Selatan itu pada tahun 1996.
Pada tahun 2005, Samsung berhasil meraih ambisi untuk memiliki nilai merek yang lebih tinggi dari Sony dengan berada pada peringkat 20 dari daftar 100 Perusahaan Top yang dibuat Interbrand dengan nilai $14,9 miliar. Sony, di sisi lain, hanya menduduki peringkat 28 dengan nilai $10,7 miliar, seperti yang tertulis pada buku berjudul "Samsung Electronics and the Struggle for Leadership of the Electronics Industry" oleh Anthony Michell.
Kini Sony sudah tertinggal jauh dari Samsung. Pada tahun 2015 lalu, Interbrand menempatkan Sony pada peringkat 58 dengan nilai $7,7 miliar. Samsung? Perusahaan itu berada di peringkat ke-7, dengan nilai $45,3 miliar.
Samsung adalah representasi nyata bahwa tidak ada hal yang tidak mungkin di dunia ini.
Sumber: Tirto
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 10:39 AM
10:39 AM
Pernikahan Gaib Panglima Burung Bikin Pusing Dewan Adat Dayak
Written By Kontak Perkasa Futures on Monday, February 27, 2017 | 10:39 AM
PT Kontak Perkasa Yogyakarta - Ketua Dewan Adat Dayak Kabupaten Katingan Provinsi Kalimantan Tengah Duwel Rawing mengaku bingung menyikapi rencana pernikahan gaib Pangkalima Burung dengan Sri Baruno Jagat Parameswari yang diduga titisan anak Nyi Roro Kidul yang akan dilaksanakan, Selasa, 28 Februari 2017.
Duwel beralasan prosesi pernikahan gaib itu bukan dilaksanakan kalangan adat sehingga DAD Kabupaten Katingan sulit untuk bersikap.
"Kita juga telah menemui panitia pelaksana pernikahan gaib itu dan meminta agar tidak dilaksanakan karena menimbulkan polemik di masyarakat. Tapi, panitia tetap akan melaksanakannya," kata Duwel.
Duwel yang juga mantan Bupati Katingan dua periode itu menyebut, secara aturan adat Dayak tidak ada mengenal atau mengatur pernikahan gaib, tapi dalam tradisi Kaharingan maupun Jawa sepertinya ada.
Dia mengatakan pihak DAD Provinsi Kalteng sedang mengupayakan agar pernikahan gaib tersebut dibatalkan. Namun apakah disetujui atau tidak, sampai sekarang belum ada diinformasikan ke DAD Kabupaten Katingan.
"Kita memang sudah berkoordinasi dengan pihak Polres Katingan. Kita menyampaikan bahwa itu budaya Kaharingan. Kita juga tidak ada melaporkan karena ada keraguan dalam menyikapi pernikahan gaib itu," kata Duwel.
Rencana pernikahan Pangkalima Burung dengan titisan anak Nyi Roro Kidul bermula dari datangnya seorang perempuan bernama Retno pada 12 Februari 2017 ke kediaman Damang Kepala Adat Kecamatan Katingan Tengah Isae Judae.
Retno mengaku utusan Sri Baruno Jagat Parameswari dan mendapat bisikan dari roh halus bahwa hanya Isay Djudae yang bisa melaksanakan ritual pernikahan adat tersebut. Perempuan itu meninggalkan uang Rp 16 juta dan mengaku akan kembali lagi dalam beberapa hari untuk menyerahkan uang untuk keperluan pernikahan ritual adat tersebut.
Pada 21 Februari 2017 sekitar pukul 11.00 WIB, Retno pun kembali datang dan menyerahkan sejumlah uang Damang Kepala Adat Kecamatan Katingan Tengah. Dana tersebut dipergunakan untuk mempersiapkan acara serta keperluan mencetak undangan, membeli sapi, babi, ayam dan lainnya.
Sri Baruno Jagat Parameswari anak dari keturunan Kanjeng Ratu Kidul Pantai Selatan yang berwujud manusia yang berasal dari Bali, dan saat ini posisinya di Jakarta serta akan datang pada 27 Februari 2017 ke Desa Telok Kecamatan Katingan Tengah Kabupaten Katingan. Sedangkan Pangkalima Burung, satu di antara beberapa tokoh Dayak, merupakan sosok gaib yang tidak terlihat oleh mata.
Undangan pernikahan Sri Baruno Jagat Parameswari dengan Pangkalima Burung telah beredar di sejumlah pihak, termasuk media sosial. Undangan bahkan telah sampai kepada para pejabat di Pemerintah Pusat maupun Provinsi serta Kabupaten Katingan.
Tak tanggung-tanggung, sejumlah petinggi republik ini turut masuk dalam undangan terbatas itu seperti Presiden RI Joko Widodo, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Panglima TNI Jenderal Gayot Nurmantyo, Gubernur Kalteng Sugianto Sabran, Kapolda Kalteng Brigjen Anang Revandoko hingga pejabat (Pj) Sekda Provinsi Kalteng Syahrin Daulay.
Syahrin Daulay ketika dikonfirmasi Jumat lalu mengaku telah menerima surat undangan pernikahan gaib tersebut dua hari lalu. "Saya juga mendapat undangan itu namun saya tidak tahu siapa yang mengantarnya karena saat itu saya masih kegiatan," kata Syahrin.
Syahrin yang juga menjabat sebagai asisten di Kantor Gubernur Kalteng itu mengaku belum memastikan apakah hadir atau tidak karena acaranya bersamaan dengan jam kantor. "Sebagai pribadi kami berterima kasih sudah diundang," ujar dia - PT Kontak Perkasa
Sumber:regional.liputan6
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 10:39 AM
10:10 AM
Kekayaan 4 Orang Terkaya RI Setara Harta 100 Juta Orang Miskin
Written By Kontak Perkasa Futures on Friday, February 24, 2017 | 10:10 AM
Kontak Perkasa futures Yogyakarta - Oxfam Indonesia bersama International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) meluncurkan laporan ketimpangan di Indonesia saat ini. Slogan 'Menuju Indonesia yang Lebih Setara' merupakan upaya untuk berkontribusi dalam wacana mengurangi tingkat ketimpangan di Indonesia.
Laporan tersebut bertujuan untuk mendorong pemerintah Indonesia mengurangi ketimpangan, yang merupakan salah satu agenda prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo. Dalam laporan, ada beberapa rekomendasi untuk pemerintah maupun sektor swasta untuk memastikan bahwa komitmen upaya yang memadai dalam mengurangi ketimpangan sudah dijalankan, dan tidak ada satu pun yang tertinggal.
"Oxfam dan INFID mengapresiasi komitmen dan upaya yang telah dilaksanakan pemerintah sejauh ini untuk mengatasi masalah ketimpangan. Kami berharap laporan ini akan mendukung pesan betapa penting dan mendesaknya mengurangi ketimpangan," ujar Juru Bicara Oxfam Indonesia, Dini Widiastuti, di Jakarta.
Dalam laporan tersebut, Oxfam dan INFID menunjukkan laporan kenyataan mengejutkan tentang ketimpangan di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif stabil dan berimbang. Meski demikian, pertumbuhan ekonomi yang baik itu tidak diimbangi dengan distribusi pendapatan yang merata.
20 tahun terakhir, jurang antara orang kaya dan miskin di Indonesia tumbuh lebih cepat dibandingkan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. Dilaporkan bahwa Indonesia berada di 6 peringkat terbawah dunia dalam hal ketimpangan. Harta dari 4 orang terkaya Indonesia setara dengan gabungan dari Harta 100 juta orang miskin di Indonesia.
Lebih jauh lagi, jumlah uang per tahun yang dihasilkan salah seorang terkaya di Indonesia cukup untuk membantu menghapus kemiskinan. Laporan tersebut juga menjelaskan peningkatan ketimpangan antara mereka yang hidup di perkotaan dengan di daerah.
Selain itu, laporan Oxfam dan INFID juga menjelaskan melebarnya jurang antara si kaya dan miskin merupakan ancaman serius bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia ke depan. Jika masalah ketimpangan ini tidak segera diatasi, maka upaya pemerintah akan menghadapi tantangan ketidakstabilan sosial.
"Laporan ini memberikan rekomendasi kepada pemerintah Indonesia untuk menerapkan dua ide besar untuk mengatas ketimpangan yang ekstrim. Pertama, memperbaharui kebijakan pajak sejalan dengan potensi ekonomi yang dimiliki, berdasarkan prinsip pembagian beban yang adil dan menguntungkan. Kedua, memulihkan dan mengutamakan sumber daya manusia dan pengembangan tenaga kerja," tutur Direktur Eksekutif INFID, Sugeng Bahagijo - Kontak Perkasa Yogyakarta
Sumber:today.line
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 10:10 AM
11:05 AM
Oerip Soemohardjoe
Written By Kontak Perkasa Futures on Thursday, February 23, 2017 | 11:05 AM
PT Kontak Perkasa Futures Yogyakarta - Anak ini terkenal nakal di kampungnya, sebuah desa kecil bernama Sindurjan yang berada di wilayah Purworejo, sebelah barat Yogyakarta. Lahir tanggal 22 Februari 1893, ia menyandang nama Muhammad Sidik, seorang bocah yang enerjik tapi sangat mbeling dan cenderung susah diatur.
Sidik berasal dari keluarga terpandang. Ayahnya, Soemohardjo, adalah seorang kepala sekolah dan putra tokoh ulama setempat. Sang ibu lebih mentereng lagi karena merupakan anak perempuan kesayangan Raden Tumenggung Widjojokoesoemo, Bupati Trenggalek di Jawa Timur kala itu.
Nakalnya Sidik tidak melulu bermuara miring. Di balik tingkah-polahnya itu, Sidik sejak kecil sudah memperlihatkan karakter kepemimpinan yang kuat. Ia menjadi pemimpin teman-teman sebayanya. Juga ketika bertanding bola di lapangan kampung, Sidik selalu tampil sebagai pemain yang paling menonjol.
Hingga suatu ketika, Sidik tak sadarkan diri usai jatuh dari pohon saat bermain. Beruntung, nyawanya selamat. Ibunya kemudian mengirim surat ke Trenggalek untuk meminta nasehat kepada ayahnya yang bupati itu. Sesuai kepercayaan orang Jawa, Widjojokoesoemo menyarankan agar nama Sidik diganti agar terhindar dari petaka.
Nama baru yang dipilih adalah Oerip, dalam bahasa Jawa berarti “hidup” atau “selamat”. Kendati tetap saja sulit menghilangkan tabiat buruknya, tapi kenakalan di masa kecil itu justru membentuk Oerip sebagai manusia unggulan, berprinsip kuat, dan kelak menjadi salah satu pemimpin yang paling disegani dalam sejarah militer Indonesia.
Berpengalaman vs Pendatang Baru
Setelah kemerdekaan, Oerip yang kini menyertakan nama ayahnya, Soemohardjo menjadi salah satu kandidat terkuat panglima angkatan perang Republik Indonesia yang saat itu masih bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Oerip semula paling dijagokan. Selain dinilai punya pengalaman dan kemampuan yang mumpuni, ia juga berstatus sebagai petahana.
Sebulan sebelum pemilihan itu, tepatnya 14 Oktober 1945, Presiden Soekarno secara langsung menunjuk Oerip untuk menjabat sebagai kepala staf umum tentara merangkap panglima sementara TKR. Soekarno menilai, Oerip adalah sosok yang paling pantas mengingat prestasi dan rekam-jejak panjangnya di ranah kemiliteran sejak era kolonial Hindia Belanda.
Namun, yang berpengalaman sekaligus petahana tak selalu jadi pemenang meskipun sebenarnya masih layak melanjutkan kepemimpinannya. Munculnya sosok baru bernama Soedirman membuat kalangan pemilih terbelah dua. Sentimen kelompok pun turut bermain dalam ajang pemilihan orang nomor satu di TKR tersebut.
Oerip adalah pensiunan Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL), korps tentara bentukan Belanda yang melibatkan kalangan pribumi. Karier militernya kala itu sangat bagus, bahkan Oerip berpangkat mayor yang menjadikannya sebagai perwira pribumi dengan jabatan tertinggi di KNIL (Anderson, Ben, Java in a Time of Revolution: Occupation and Resistance, 2005:233).
Sebaliknya, Soedirman, yang 23 tahun lebih muda dari Oerip, merupakan mantan personil PETA atau Pembela Tanah Air, kesatuan militer yang dibentuk Jepang setelah menyingkirkan Belanda dari Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, kekuatan angkatan perang republik memang disangga oleh dua kubu ini, yakni mantan anggota KNIL dan PETA.
Jika dibandingkan dengan Soedirman, Oerip masih unggul jauh, baik pengalaman maupun kemampuannya. Oerip lulus akademi militer pada 1914 dan telah terlibat dalam berbagai tugas ketentaraan hingga mencapai pangkat tinggi. Petrik Matanasi (2012:44) dalam buku Pribumi Jadi Letnan KNIL menyebutkan bahwa selama 24 tahun berdinas di KNIL, Oerip sebenarnya hampir berpangkat Letnan Kolonel sebelum pensiun.
Di sisi lain, Soedirman baru 2 tahun mengenal militer sejak gabung PETA pada 1944. Ia sebelumnya seorang guru dan aktivis Muhammadiyah. Situasi yang masih amat labil saat itu membuat karier Soedirman melesat. Pada 20 Oktober 1945, ia menjabat Komandan Divisi V Purwokerto dan justru ditunjuk langsung oleh Oerip sebagai panglima tertinggi sementara TKR.
Rela Kalah Demi Keutuhan
Suasana pemilihan pada 12 November 1945 itu berlangsung panas. Pemungutan suara telah dilakukan dua putaran, hasilnya selalu identik, baik Oerip Soemohardjo maupun Soedirman mendapat suara sama kuat. Dan, di tahap ketiga, Soedirman akhirnya menang tipis, unggul satu suara atas Oerip (A.H. Nasution, Memenuhi Panggilan Tugas, 1982:196).
Soedirman sejatinya tak enak hati kepada Oerip yang notabene atasannya. Ia berniat mengembalikan jabatan panglima kepada Oerip. Tapi pendukung Soedirman menolak tegas usulan itu. Para bekas anggota PETA ini tidak rela dipimpin orang yang disinyalir telah bersumpah setia kepada kerajaan Belanda terkait riwayat militer Oerip sebagai mantan KNIL (Sardiman, Guru Bangsa: Biografi Jenderal Sudirman, 2008:133).
Sebelum pemungutan suara dilakukan, Oerip sebenarnya berpeluang besar untuk tetap menjabat sebagai panglima tertinggi TKR karena jejak-rekam dan kemampuan memimpinnya. Adapun Soedirman datang belakangan bersama seorang tokoh militer yang mewakili suara dari Sumatera Selatan (Prisma, Volume 11, 1982:272).
Dari situlah muncul usulan untuk digelar voting, bukan langsung dipilih seperti yang semula hendak dilakukan, yang kemudian dimenangkan oleh Soerdiman berkat tambahan sejumlah suara dari Sumatera Selatan yang dititipkan kepada satu orang, yakni orang yang datang bersama Soedirman itu. Fakta tersebut didukung oleh pernyataan A.H. Nasution yang hadir di forum dan ikut terlibat dalam pemungutan suara.
Dikutip dari Ahmad Syafii Maarif (Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan, 2009:123), Nasution yang sekaligus menepis dugaan adanya perselisihan antara eks KNIL dengan PETA dalam prosesi pemungutan suara itu menuturkan kesaksiannya: “Kami yang menentukan pemilihan saat itu. Yang hadir di situ tidak ada yang berebutan, cuma tentunya kita mengusulkan Pak Oerip karena ia telah lebih dulu menjadi Kepala Staf Umum Tentara. Pak Dirman datang setelah itu. Tapi yang terpilih adalah Pak Dirman karena mendapat tambahan suara dari Sumatera Selatan.”
Oerip sendiri dengan legowo mengakui hasil pemungutan suara tersebut. Ia tidak mempersoalkan dinamika yang terjadi di saat-saat terakhir dan justru merasa sedikit lega karena bebannya kini sedikit berkurang, bukan lagi menjadi orang yang paling bertanggungjawab sebagai pucuk pimpinan TKR.
Bahkan, Oerip dengan kerendahan hati menerima tawaran Soedirman yang tetap mempertahankan posisinya sebagai kepala staf umum dengan pangkat letnan jenderal (Amrin Imran, Panglima Besar Jenderal Soedirman, 1980:74). Dua tokoh besar militer itu pun bersama-sama menyelesaikan selisih paham antara eks KNIL dan PETA hingga akhirnya terbentuklah Tentara Nasional Indonesia (TNI) sejak 15 Mei 1947.
Oerip Soemohardjo terus mengabdi untuk negara meskipun prinsipnya sangat keras. Ia tidak sepakat dengan kebijakan pemerintah republik yang menempuh jalur diplomasi dengan Belanda. Oerip memilih tetap bergerilya dan menentang Perjanjian Renville pada 17 Januari 1948 yang disebutnya merugikan Indonesia.
Itulah yang menjadi pertimbangan Oerip mundur dari TNI, juga sejumlah alasan lain. Ia muak dengan intrik politik yang terjadi di pemerintahan saat itu. Setelah tidak terlibat aktif lagi di militer, Oerip sempat menjadi penasihat Wakil Presiden RI, Mohammad Hatta, hingga akhirnya wafat pada 17 November 1948 di Yogyakarta karena serangan jantung - PT Kontak Perkasa Futures
Sumber:tirto
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 11:05 AM