Powered by Blogger.
Latest Post
3:59 PM
Vaksin Baru Ini Berpotensi Melawan Kanker Serviks
Written By Kontak Perkasa Futures on Thursday, October 26, 2017 | 3:59 PM
PT Kontak Perkasa - Sebuah penelitian yang berbasis di Melbourne menemukan bahwa penyakit mematikan kanker serviks bisa disembuhkan. Hal itu dimungkinkan berkat penemuan vaksin baru yang saat ini tengah dikaji oleh otoritas obat-obatan Australia.
Penelitian yang dipimpin RS Royal Women Hospital dan Victorian Cytology Service ini meneliti hampir 900 sampel kanker serviks. Mereka menemukan vaksin Gardasil yang diberikan kepada siswa di tahun pertama sekolah menengah terbukti mampu melindungi 77 persen di siswa penerima vaksi tersebut.
Studi yang dipublikasikan dalam International Journal of Cancer ini menemukan vaksin Gardasil 9 yang baru, bisa melindungi penerimanya dari 93 persen jenis kanker.
Peneliti utama Associate Professor Julia Brotherton mengatakan hasil penelitian tersebut sangat menggembirakan. "Ini benar-benar terobosan baru," katanya kepada ABC.
"Kemungkinan bahwa kita sekarang untuk bisa mencegah anak-anak terinfeksi virus penyebab kanker, saya rasa hal itu menakjubkan," tambahnya.
Dr Julia Brotherton mengatakan vaksin Gardasil 9 sedang digunakan di AS dan Selandia Baru.
Lembaga Pharmaceutical Benefits Advisory Committee saat ini sedang mengkaji bagaimana vaksin baru ini dapat menghemat anggaran kesehatan Australia dan kemungkinan merilis keputusannya pada akhir Agustus.
Prof Brotherton mengatakan dirinya memperkirakan PBAC akan mempertimbangkan penelitian tersebut.
"Saya sangat berharap vaksin ini akan tersedia bagi generasi muda di tahun pertama sekolah menengah yang diharapkan terlaksana awal tahun depan," katanya.
Manfaat lain dari vaksin baru ini adalah dosisnya yang lebih sedikit. Vaksin yang ada saat ini diberikan kepada generasi muda membutuhkan tiga dosis. Tapi Prof. Brotherton mengatakan jika diberikan sebelum berusia 14 tahun, vaksin baru hanya membutuhkan dua dosis.
Penelitian ini dilakukan bekerja sama dengan laboratorium patologi kanker di Victoria, New South Wales dan Queensland - PT Kontak Perkasa
Sumber:nationalgeographic
Penelitian yang dipimpin RS Royal Women Hospital dan Victorian Cytology Service ini meneliti hampir 900 sampel kanker serviks. Mereka menemukan vaksin Gardasil yang diberikan kepada siswa di tahun pertama sekolah menengah terbukti mampu melindungi 77 persen di siswa penerima vaksi tersebut.
Studi yang dipublikasikan dalam International Journal of Cancer ini menemukan vaksin Gardasil 9 yang baru, bisa melindungi penerimanya dari 93 persen jenis kanker.
Peneliti utama Associate Professor Julia Brotherton mengatakan hasil penelitian tersebut sangat menggembirakan. "Ini benar-benar terobosan baru," katanya kepada ABC.
"Kemungkinan bahwa kita sekarang untuk bisa mencegah anak-anak terinfeksi virus penyebab kanker, saya rasa hal itu menakjubkan," tambahnya.
Dr Julia Brotherton mengatakan vaksin Gardasil 9 sedang digunakan di AS dan Selandia Baru.
Lembaga Pharmaceutical Benefits Advisory Committee saat ini sedang mengkaji bagaimana vaksin baru ini dapat menghemat anggaran kesehatan Australia dan kemungkinan merilis keputusannya pada akhir Agustus.
Prof Brotherton mengatakan dirinya memperkirakan PBAC akan mempertimbangkan penelitian tersebut.
"Saya sangat berharap vaksin ini akan tersedia bagi generasi muda di tahun pertama sekolah menengah yang diharapkan terlaksana awal tahun depan," katanya.
Manfaat lain dari vaksin baru ini adalah dosisnya yang lebih sedikit. Vaksin yang ada saat ini diberikan kepada generasi muda membutuhkan tiga dosis. Tapi Prof. Brotherton mengatakan jika diberikan sebelum berusia 14 tahun, vaksin baru hanya membutuhkan dua dosis.
Penelitian ini dilakukan bekerja sama dengan laboratorium patologi kanker di Victoria, New South Wales dan Queensland - PT Kontak Perkasa
Sumber:nationalgeographic
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 3:59 PM
3:12 PM
Jadi Putri Tidur Gara-Gara Sindrom Kleine-Levin
Written By Kontak Perkasa Futures on Wednesday, October 25, 2017 | 3:12 PM
Kontak Perkasa Futures - Putri Tidur tak hanya ada dalam dongeng produksi Disney. Seseorang memang bisa menjadi “putri tidur” dan terlelap hingga berbulan-bulan jika terkena penyakit langka yang disebut Kleine-Levin (KL).
Hal inilah yang kemungkinan dialami oleh Siti Raisa Miranda alias Echa (13) asal Banjarmasin. Ia bisa menghabiskan satu siklus tidur hingga dua minggu lamanya. Di sela-sela tidur, Echa hanya bangun untuk makan, minum, dan buang air. Itu pun tak dilakukan dalam kesadaran penuh dan harus dituntun oleh kedua orangtuanya. Kabar tentang Echa si Putri Tidur viral di media sosial setelah sang ayah mengunggah cerita anaknya yang masih tidur hingga hari kesepuluh di akun Facebook miliknya.
Meski masalah ini kini sedang dialami oleh seorang remaja perempuan, umumnya masalah neurologis ini jamak diderita laki-laki. Proporsinya 70 persen dari semua penderita. Ciri-ciri orang mengalami sindrom Kleine-Levin adalah waktu tidur rata-rata 18,62 jam per hari. Kondisi tersebut dapat berlangsung harian bahkan bulanan.
Kasus pertama sindrom KL dilaporkan oleh Brierre de Boismont pada 1862. Namun, baru pada tahun 1925 kasus-kasus KL dikumpulkan dan dilaporkan oleh Willi Kleine di Frankfurt. Max Levin kemudian melanjutkan penelitian tersebut dengan menambahkan beberapa teori pendukung.
Seorang peneliti bernama Critchley akhirnya meneruskan penelitian dengan memantau 15 kasus dengan gejala serupa yang muncul pada prajurit-prajurit Inggris pada perang dunia II. Kemudian pada 1962, ia memberi sebutan sindrom tersebut “Kleine-Levin” yang merupakan gabungan nama Willi Kleine dan Max Levin, dua peneliti sebelum dirinya.
Sindrom KL merupakan penyakit langka yang memiliki prevalensi satu per satu juta orang. Penelitian dari tahun 1962 hingga 2004 hanya menemukan 186 kasus KL di seluruh dunia. Sebagian besar kasus terjadi di negara-negara Barat, dan risikonya menjadi dua kali lebih besar pada laki-laki. Sebanyak 81 persen pasien terkena KL pada usia 20 tahunan.
Gangguan Saraf
Sindrom KL terjadi akibat hipotalamus terganggu. Ia adalah bagian di dalam otak yang mengatur mekanisme tidur, suhu, nafsu makan, dan perilaku seksual. Akibatnya, mekanisme tubuh dalam mengatur jam biologis menjadi kacau. Setelah menjalani tidur panjang, penderita sindrom KL saat bangun akan mengalami disorientasi, sehingga mereka tidak dapat membedakan antara kenyataan dan mimpi.
Mereka juga merasa sangat lemas karena kehilangan banyak energi, amnesia ringan, dan lebih sensitif terhadap suara dan cahaya.
Tak hanya pola tidur, pola makan penderita KL juga ikut terganggu. Sebanyak tiga-per-empat pasien mengalami peningkatan nafsu makan selama tidur, bisa mencapai 6-8 kali sehari. Hal itu bisa membuat mereka mengalami kenaikan berat badan rata-rata 3,2-13,6 kg. Namun, sebagian kecil pasien malah makan lebih sedikit selama tidur, sehingga mereka membayarnya dengan makan berlebihan pada siklus berikutnya.
Gejala berikut yang dialami setengah pasien KL adalah depresi. Sebanyak 15 persen penyandangnya bahkan sampai berkeinginan bunuh diri, dan kebanyakan mereka adalah wanita. Sementara itu, pada penderita pria, gejala umum yang timbul adalah hiperseksualitas.
Sejauh ini, belum ada pengobatan yang bisa mengatasi masalahnya secara tuntas. Hal yang bisa dilakukan bagi pasien KL hanya sebatas obat-obatan berupa stimulan guna mengurangi rasa kantuk berlebihan. Isabelle Arnulf, Thomas J Rico, dan Emmanuel Mignot dalam penelitiannya pada 2012 menyatakan bahwa pengobatan yang membantu adalah lithium, khususnya untuk mengatasi masalah-masalah psikis yang timbul terkait sindrom ini.
Adapun untuk penyebabnya, mereka memberi arahan untuk menggali kemungkinan sebab infeksi, sebab autoimun, penyebab terkait metabolisme, serta kemungkinan adanya faktor genetik - Kontak Perkasa Futures
Sumber:tirto.id
Hal inilah yang kemungkinan dialami oleh Siti Raisa Miranda alias Echa (13) asal Banjarmasin. Ia bisa menghabiskan satu siklus tidur hingga dua minggu lamanya. Di sela-sela tidur, Echa hanya bangun untuk makan, minum, dan buang air. Itu pun tak dilakukan dalam kesadaran penuh dan harus dituntun oleh kedua orangtuanya. Kabar tentang Echa si Putri Tidur viral di media sosial setelah sang ayah mengunggah cerita anaknya yang masih tidur hingga hari kesepuluh di akun Facebook miliknya.
Meski masalah ini kini sedang dialami oleh seorang remaja perempuan, umumnya masalah neurologis ini jamak diderita laki-laki. Proporsinya 70 persen dari semua penderita. Ciri-ciri orang mengalami sindrom Kleine-Levin adalah waktu tidur rata-rata 18,62 jam per hari. Kondisi tersebut dapat berlangsung harian bahkan bulanan.
Kasus pertama sindrom KL dilaporkan oleh Brierre de Boismont pada 1862. Namun, baru pada tahun 1925 kasus-kasus KL dikumpulkan dan dilaporkan oleh Willi Kleine di Frankfurt. Max Levin kemudian melanjutkan penelitian tersebut dengan menambahkan beberapa teori pendukung.
Seorang peneliti bernama Critchley akhirnya meneruskan penelitian dengan memantau 15 kasus dengan gejala serupa yang muncul pada prajurit-prajurit Inggris pada perang dunia II. Kemudian pada 1962, ia memberi sebutan sindrom tersebut “Kleine-Levin” yang merupakan gabungan nama Willi Kleine dan Max Levin, dua peneliti sebelum dirinya.
Sindrom KL merupakan penyakit langka yang memiliki prevalensi satu per satu juta orang. Penelitian dari tahun 1962 hingga 2004 hanya menemukan 186 kasus KL di seluruh dunia. Sebagian besar kasus terjadi di negara-negara Barat, dan risikonya menjadi dua kali lebih besar pada laki-laki. Sebanyak 81 persen pasien terkena KL pada usia 20 tahunan.
Gangguan Saraf
Sindrom KL terjadi akibat hipotalamus terganggu. Ia adalah bagian di dalam otak yang mengatur mekanisme tidur, suhu, nafsu makan, dan perilaku seksual. Akibatnya, mekanisme tubuh dalam mengatur jam biologis menjadi kacau. Setelah menjalani tidur panjang, penderita sindrom KL saat bangun akan mengalami disorientasi, sehingga mereka tidak dapat membedakan antara kenyataan dan mimpi.
Mereka juga merasa sangat lemas karena kehilangan banyak energi, amnesia ringan, dan lebih sensitif terhadap suara dan cahaya.
Tak hanya pola tidur, pola makan penderita KL juga ikut terganggu. Sebanyak tiga-per-empat pasien mengalami peningkatan nafsu makan selama tidur, bisa mencapai 6-8 kali sehari. Hal itu bisa membuat mereka mengalami kenaikan berat badan rata-rata 3,2-13,6 kg. Namun, sebagian kecil pasien malah makan lebih sedikit selama tidur, sehingga mereka membayarnya dengan makan berlebihan pada siklus berikutnya.
Gejala berikut yang dialami setengah pasien KL adalah depresi. Sebanyak 15 persen penyandangnya bahkan sampai berkeinginan bunuh diri, dan kebanyakan mereka adalah wanita. Sementara itu, pada penderita pria, gejala umum yang timbul adalah hiperseksualitas.
Sejauh ini, belum ada pengobatan yang bisa mengatasi masalahnya secara tuntas. Hal yang bisa dilakukan bagi pasien KL hanya sebatas obat-obatan berupa stimulan guna mengurangi rasa kantuk berlebihan. Isabelle Arnulf, Thomas J Rico, dan Emmanuel Mignot dalam penelitiannya pada 2012 menyatakan bahwa pengobatan yang membantu adalah lithium, khususnya untuk mengatasi masalah-masalah psikis yang timbul terkait sindrom ini.
Adapun untuk penyebabnya, mereka memberi arahan untuk menggali kemungkinan sebab infeksi, sebab autoimun, penyebab terkait metabolisme, serta kemungkinan adanya faktor genetik - Kontak Perkasa Futures
Sumber:tirto.id
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 3:12 PM
1:35 PM
Ikan ini pernah terlihat di perairan Afrika Timur termasuk Afrika Selatan, Madagaskar, Komoro, dan Tanzania. Ikan ini juga hidup di perairan Indonesia.
Untuk orang Minahasa di Sulawesi Utara, ikan ini dianggap sebagai bagian dari kelompok ikan kerapu. Mereka menyebutkan “kerapu minyak”.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan Japanese Aquamarine Fukushima berencana membangun pusat penelitian Coelacanth di Bitung, Sulawesi Utara. Kami sedang mematangkan rencana dan kesediaan lahan untuk pengembangan fasilitas ini.
Kami memilih lokasi ini karena nelayan sering tak sengaja menangkap Coelacanth di perairan Sulawesi. Sekarang setelah orang-orang mengetahui betapa luar biasanya ikan ini, mereka mulai memberitahu kami ketika mereka tanpa sengaja menangkap Coelacanth. Kami berharap dengan bekerja sama dengan nelayan, ketika mereka menangkap Coelacanth kita bisa bersama-sama mengupayakan untuk mengembalikannya ke habitat.
Sebagai peneliti, kami penasaran ingin mengetahui lebih banyak soal sistem reproduksi, kebiasaan makan, pertumbuhan, genetika, dan migrasi, karena semua informasi tersebut dapat menguak lebih banyak soal evolusi makhluk hidup.
Dari pasar ikan ke museum
Ilmuwan dari University of California Mark Erdman dan istrinya pertama kali melihat ikan ini di Indonesia pada 1997. Mereka menemukan ikan tersebut dalam keadaan tak bernyawa di pasar Bersehati di Manado. Mereka mengambil fotonya dan menandainya sebagai spesimen CCC 174.
Setahun kemudian, pada 30 Juli 1998, Lameh Sonathan, seorang nelayan dari Pulau Manadua Tua tak sengaja menangkap Coelacanth juga. Spesimen kedua itu ditandai CCC 175.
Museum Zoology Bogor menyimpan spesimen di Cibinong Science Centre LIPI. Sampai dengan akhir 2014, Indonesia memiliki tujuh spesimen Coelacanth di berbagai lokasi di Indonesia.
Di mana Coelacanth hidup di Indonesia?
Penelitian baru menunjukkan Coelacanth menempati perairan di Sulawesi Utara dan Papua.
Dalam 15 tahun terakhir, penelitian Coelacanth di Indonesia terfokus di Sulawesi Utara dan sekitarnya. Pada 1999, Max Planck Institute dan LIPI bekerja sama untuk mencatat penampakan Coelacanth menggunakan kapal selam yang dinamai “Jago”. Penelitian ini mencatat penampakan dua Coelacanth di Laut Sulawesi pada kedalaman 145 meter.
Pada 2006, tim peneliti LIPI dan Japanese Fukushima Aquamarine serta Universitas Sam Ratulangi mencatat enam penampakan Coelacanth juga di Laut Sulawesi pada kedalaman 150 meter. Setahun kemudian, tim yang sama mencatat sembilan penampakan Coelacanth di perairan Talise di Sulawesi Utara. Pada 2011, tim peneliti melihat penampakan ikan tersebut di perairan Biak di Papua.
Para peneliti percaya ada kemungkinan ikan tersebut hidup di wilayah-wilayah lain di timur Indonesia. Topografi dan kondisi laut di sana mirip dengan Papua dan Sulawesi Utara: berbatu, dalam, dan penuh gua. Coelacanth hidup di laut dengan kedalaman setidaknya 150 meter, dengan suhu antara 14 dan 18 derajat Celsius. Habitat mereka adalah kumpulan batu di dasar laut.
Masih banyak pertanyaan tentang hubungan Coelacanth di perairan Afrika Timur dan Indonesia. Peneliti sedang mencari tahu jawabannya melalui tes DNA.
Dengan melihat bentuk dan struktur hewan, kita dapat mempelajari bagaimana evolusi terjadi dan berapa lama proses perubahan morfologi berlangsung. Salah satu cara mempelajari morfologi adalah dengan memeriksa foto X-ray dari Coelacanth.
The ConversationPenelitian soal Coelacanth memakan waktu yang panjang, karena begitu sedikitnya spesimen yang ada. Penelitian yang intensif diperlukan untuk mencari jumlah Coelacanth yang signifikan untuk memastikan penelitian yang efektif dan membantu usaha konservasi - PT Kontak Perkasa Futures
Sumber:nationalgeographic
Berburu Ikan Purba di Indonesia Timur
Written By Kontak Perkasa Futures on Tuesday, October 24, 2017 | 1:35 PM
PT Kontak Perkasa Futures - Ikan Coelacanth (Latimeria menadoensis) pernah disangka telah punah selama lebih dari 60 juta tahun. Dunia sains gegap gempita pada 1938 ketika ikan tersebut ditemukan kembali hidup di Afrika Selatan. Ikan ini mempertahankan ciri-ciri fisiknya selama 400 juta tahun. Sebagian tubuhnya, seperti punggung dan sirip perut, memiliki struktur tambahan yang menyerupai kaki amfibi.
Ikan ini pernah terlihat di perairan Afrika Timur termasuk Afrika Selatan, Madagaskar, Komoro, dan Tanzania. Ikan ini juga hidup di perairan Indonesia.
Untuk orang Minahasa di Sulawesi Utara, ikan ini dianggap sebagai bagian dari kelompok ikan kerapu. Mereka menyebutkan “kerapu minyak”.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan Japanese Aquamarine Fukushima berencana membangun pusat penelitian Coelacanth di Bitung, Sulawesi Utara. Kami sedang mematangkan rencana dan kesediaan lahan untuk pengembangan fasilitas ini.
Kami memilih lokasi ini karena nelayan sering tak sengaja menangkap Coelacanth di perairan Sulawesi. Sekarang setelah orang-orang mengetahui betapa luar biasanya ikan ini, mereka mulai memberitahu kami ketika mereka tanpa sengaja menangkap Coelacanth. Kami berharap dengan bekerja sama dengan nelayan, ketika mereka menangkap Coelacanth kita bisa bersama-sama mengupayakan untuk mengembalikannya ke habitat.
Sebagai peneliti, kami penasaran ingin mengetahui lebih banyak soal sistem reproduksi, kebiasaan makan, pertumbuhan, genetika, dan migrasi, karena semua informasi tersebut dapat menguak lebih banyak soal evolusi makhluk hidup.
Dari pasar ikan ke museum
Ilmuwan dari University of California Mark Erdman dan istrinya pertama kali melihat ikan ini di Indonesia pada 1997. Mereka menemukan ikan tersebut dalam keadaan tak bernyawa di pasar Bersehati di Manado. Mereka mengambil fotonya dan menandainya sebagai spesimen CCC 174.
Setahun kemudian, pada 30 Juli 1998, Lameh Sonathan, seorang nelayan dari Pulau Manadua Tua tak sengaja menangkap Coelacanth juga. Spesimen kedua itu ditandai CCC 175.
Museum Zoology Bogor menyimpan spesimen di Cibinong Science Centre LIPI. Sampai dengan akhir 2014, Indonesia memiliki tujuh spesimen Coelacanth di berbagai lokasi di Indonesia.
Di mana Coelacanth hidup di Indonesia?
Penelitian baru menunjukkan Coelacanth menempati perairan di Sulawesi Utara dan Papua.
Dalam 15 tahun terakhir, penelitian Coelacanth di Indonesia terfokus di Sulawesi Utara dan sekitarnya. Pada 1999, Max Planck Institute dan LIPI bekerja sama untuk mencatat penampakan Coelacanth menggunakan kapal selam yang dinamai “Jago”. Penelitian ini mencatat penampakan dua Coelacanth di Laut Sulawesi pada kedalaman 145 meter.
Pada 2006, tim peneliti LIPI dan Japanese Fukushima Aquamarine serta Universitas Sam Ratulangi mencatat enam penampakan Coelacanth juga di Laut Sulawesi pada kedalaman 150 meter. Setahun kemudian, tim yang sama mencatat sembilan penampakan Coelacanth di perairan Talise di Sulawesi Utara. Pada 2011, tim peneliti melihat penampakan ikan tersebut di perairan Biak di Papua.
Para peneliti percaya ada kemungkinan ikan tersebut hidup di wilayah-wilayah lain di timur Indonesia. Topografi dan kondisi laut di sana mirip dengan Papua dan Sulawesi Utara: berbatu, dalam, dan penuh gua. Coelacanth hidup di laut dengan kedalaman setidaknya 150 meter, dengan suhu antara 14 dan 18 derajat Celsius. Habitat mereka adalah kumpulan batu di dasar laut.
Masih banyak pertanyaan tentang hubungan Coelacanth di perairan Afrika Timur dan Indonesia. Peneliti sedang mencari tahu jawabannya melalui tes DNA.
Dengan melihat bentuk dan struktur hewan, kita dapat mempelajari bagaimana evolusi terjadi dan berapa lama proses perubahan morfologi berlangsung. Salah satu cara mempelajari morfologi adalah dengan memeriksa foto X-ray dari Coelacanth.
The ConversationPenelitian soal Coelacanth memakan waktu yang panjang, karena begitu sedikitnya spesimen yang ada. Penelitian yang intensif diperlukan untuk mencari jumlah Coelacanth yang signifikan untuk memastikan penelitian yang efektif dan membantu usaha konservasi - PT Kontak Perkasa Futures
Sumber:nationalgeographic
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 1:35 PM
9:16 AM
Metode Pasien Stroke Tak Minum Obat Pengencer Darah
Written By Kontak Perkasa Futures on Monday, October 23, 2017 | 9:16 AM
PT Kontak Perkasa - Jika terjadi penggumpalan darah, seseorang biasanya disarankan minum obat pengencer darah. Obat pengencer darah termasuk terapi untuk menurunkan risiko stroke. Dalam hal ini, risiko stroke yang disebabkan kelainan irama jantung atau fibrilasi atrium (FA).
Seseorang yang minum obat pengencer darah bisa ketergantungan. Obat pun diminum seumur hidup. Namun, ada alternatif pilihan lain agar seseorang tidak minum obat pengencer darah. Pasien bisa melakukan LAA (Left Atrial Appendage) Occluder Implant.
Metode ini berupa pemasangan implan pada area jantung, yang bernama Left Atrial Appendage. LAA Occluder Implan mencegah adanya penggumpalan darah, yang bisa menyebar ke otak besar.
Ada pertimbangan lain sebelum memasang LAA Occluder Implant, menurut dokter spesialis jantung, dr Sunu B Raharjo, SpJP(K), PhD dari RS Jantung dan Pemuluh Darah Harapan Kita.
"Yang pertama dilihat, seberapa besar risiko stroke yang dialami, apakah risiko strokenya bisa cukup diatasi dengan obat pengencer darah. Pada saat yang bersamaan, kami juga menilai, seberapa besar perdarahan yang terjadi," jelasnya saat ditemui dalam acara "Raba Nadi, Kenali Fibrilasi Atrium (FA), Hindari Kelumpuhan!" di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta, ditulis Kamis
Cegah risiko perdarahan
Risiko perdarahan terjadi setelah seseorang minum obat pengencer darah. Jika perdarahan yang terjadi di otak cukup besar, maka pasien disarankan melakukan LAA Occluder Implant.
Setelah implan dipasang di bagian Left Atrial Appendage, pemantauan terhadap aliran darah akan dilakukan.
Guru Besar Ilmu Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI, Prof Dr dr Yoga Yuniadi, SpJP(K) menambahkan, dalam waktu satu bulan setelah pemasangan LAA Occluder Implant.
Pasien akan dicek elektrokardiogram (EKG). EKG merekam aktivitas listrik di jantung. Aliran darah pun akan terlihat, apakah sudah mengalir normal dan tidak terjadi penggumpalan darah - PT Kontak Perkasa
Sumber:health.liputan6
Seseorang yang minum obat pengencer darah bisa ketergantungan. Obat pun diminum seumur hidup. Namun, ada alternatif pilihan lain agar seseorang tidak minum obat pengencer darah. Pasien bisa melakukan LAA (Left Atrial Appendage) Occluder Implant.
Metode ini berupa pemasangan implan pada area jantung, yang bernama Left Atrial Appendage. LAA Occluder Implan mencegah adanya penggumpalan darah, yang bisa menyebar ke otak besar.
Ada pertimbangan lain sebelum memasang LAA Occluder Implant, menurut dokter spesialis jantung, dr Sunu B Raharjo, SpJP(K), PhD dari RS Jantung dan Pemuluh Darah Harapan Kita.
"Yang pertama dilihat, seberapa besar risiko stroke yang dialami, apakah risiko strokenya bisa cukup diatasi dengan obat pengencer darah. Pada saat yang bersamaan, kami juga menilai, seberapa besar perdarahan yang terjadi," jelasnya saat ditemui dalam acara "Raba Nadi, Kenali Fibrilasi Atrium (FA), Hindari Kelumpuhan!" di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta, ditulis Kamis
Cegah risiko perdarahan
Risiko perdarahan terjadi setelah seseorang minum obat pengencer darah. Jika perdarahan yang terjadi di otak cukup besar, maka pasien disarankan melakukan LAA Occluder Implant.
Setelah implan dipasang di bagian Left Atrial Appendage, pemantauan terhadap aliran darah akan dilakukan.
Guru Besar Ilmu Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI, Prof Dr dr Yoga Yuniadi, SpJP(K) menambahkan, dalam waktu satu bulan setelah pemasangan LAA Occluder Implant.
Pasien akan dicek elektrokardiogram (EKG). EKG merekam aktivitas listrik di jantung. Aliran darah pun akan terlihat, apakah sudah mengalir normal dan tidak terjadi penggumpalan darah - PT Kontak Perkasa
Sumber:health.liputan6
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 9:16 AM
9:33 AM
Di Balik Keputusan AS Keluar dari UNESCO
Written By Kontak Perkasa Futures on Thursday, October 19, 2017 | 9:33 AM
PT Kontak Perkasa Futures - Donal Trump belum genap setahun memimpin Amerika Serikat. Akan tetapi sudah ada tiga keputusan kontroversial untuk menarik diri dari kerja sama multilateral: Kemitraan Trans-Pasifik, Perjanjian Paris dan yang terbaru yaitu keluar dari badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO).
Keanggotaan AS di UNESCO akan resmi selesai setelah 31 Desember 2018. Pemerintahan Trump beralasan bahwa bias anti-Israel sudah terlalu kental di UNESCO. Amerika meminta agar organisasi tersebut segera melakukan perubahan mendasar jika ingin AS kembali menjadi anggota penuh.
Kisruh soal Israel yang menjadi sekutu terdekat Amerika itu mulai dari 2011 saat UNESCO menerima Palestina menjadi anggota UNESCO. Amerika merespons keputusan itu dengan membekukan dananya untuk organisasi tersebut. Pembekuan itu malah menghasilkan tunggakan di UNESCO yang juga menjadi salah satu pemicu hengkangnya Amerika.
“Kami mendapat tunggakan sebesar 550 juta dolar AS lebih. Jadi pertanyaannya adalah, apakah kami bakal membayar uang itu?” Heather Nauert, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika.
Selain itu, badan PBB ini mengadopsi resolusi tanpa menyertakan warga Yahudi menyangkut salah satu tempat suci di Yerusalem pada tahun lalu. Yang terbaru, berdasarkan usulan Palestina, UNESCO menetapkan Kota Tua Hebron di Tepi Barat sebagai Warisan Dunia yang harus dilindungi pada Juli lalu.
Situs itu dianggap suci oleh orang Yahudi, Kristen, dan Muslim. Israel tak menerima keputusan tersebut sebab dengan diakuinya Hebron sebagai kota Palestina, yang mengacu pada kota Palestina dinilai sebagai upaya untuk menolak karakter dan warisan Yahudi dari beberapa situs utama di wilayah tersebut.
Sedangkan bagi Palestina, Hebron perlu dilindungi sebab Israel kerap melakukan beragam pelanggaran mulai dari vandalisme hingga perombakan bangunan di Kota Tua itu. Resolusi Hebron ini menjadi sebuah kemenangan diplomasi bagi Palestina. Sehingga Israel menuduh keputusan UNESCO politis.
Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley mengungkapkan hal senada. Haley menyampaikan bahwa keputusan UNESCO merupakan sebuah tindakan bodoh.
"Tujuan UNESCO bagus," kata Nikki Haley dalam sebuah pernyataan. "Sayangnya, politisasi ekstremnya menjadi hal yang sangat memalukan."
Isu politisasi UNESCO pada dasarnya pernah dihembuskan AS saat keluar dari UNESCO pada 1984. Alan D. Romberg, juru bicara Departemen Luar Negeri AS saat itu, mengklaim bahwa keputusan keluarnya Paman Sam disebabkan manajemen yang buruk dan nilai-nilai yang bertentangan dengan Paman Sam. Dirjen UNESCO saat itu, misalnya, disebut-sebut mendukung pembatasan kebebasan pers.
Meski memilih keluar pemerintah Amerika berkomitmen untuk tetap melakukan kerja sama internasional dalam program-program UNESCO. Hal yang sama yang juga dilakukan oleh pemerintahan Trump bahwa AS akan terus memberikan perspektif dan keahliannya kepada UNESCO, namun sebagai pengamat non-anggota.
Jika sekarang AS menggunakan isu bias anti-Israel, maka saat keluar pada 1984 isunya adalah anti-Amerika. Hal itu dilakukan sebagai bentuk “demonstrasi” atas UNESCO salah satunya karena berbagai masukan AS soal kebijakan, program hingga pengaturan anggaran tak ditanggapi UNESCO.
“Kebijakan UNESCO selama beberapa tahun telah melayani tujuan politik anti-Amerika,” kata Gregory J. Newell yang saat itu mengepalai Departemen Luar Negeri Amerika untuk urusan Organisasi Internasional.
Saat itu Amerika tak hanya bermasalah dengan UNESCO namun juga dengan Badan Energi Atom Internasional, Badan Pangan dan Pertanian, Organisasi Buruh Dunia, Badan Lingkungan PBB dan Serikat Telekomunikasi Internasional. Menurut Newell, pada akhirnya agensi-agensi tersebut mengubah kebijakannya: untuk memuaskan Washington.
Amerika kembali menjadi anggota UNESCO pada 2003 setelah adanya pergantian kepemimpinan pada 1999. Menurut Amerika, UNESCO telah membuat kemajuan yang signifikan dengan melakukan reformasi pada struktur manajemen. Kebebasan pers mulai diterapkan. UNESCO juga kembali pada misi utamanya.
“Sebagai simbol komitmen kita terhadap martabat manusia, AS akan kembali menjadi anggota UNESCO. Organisasi ini telah direformasi dan Amerika akan berpartisipasi sepenuhnya dalam misinya untuk memajukan hak asasi manusia dan toleransi dan pendidikan," ujar Presiden Amerika yang saat itu dijabat George W Bush.
Beberapa anggota UNESCO yang juga keluar karena alasan politik, misalnya Afrika Selatan menarik diri pada 1955. Inggris dan Singapura mengikuti jejak AS untuk meninggalkan organisasi tersebut pada akhir 1980-an, meskipun pada akhirnya semua kembali bergabung.
Menanggapi isu politisasi dalam UNESCO, Joshua Keating dari Slate berpendapat bahwa tuduhan bahwa UNESCO kini terlalu dipolitisasi dan meninggalkan misi utamanya bisa dibenarkan, tapi pada dasarnya tak ada hubungan dengan organisasi itu sendiri.
Menurut Keating, sebagaimana organisasi internasional lainnya, UNESCO adalah cerminan dari negara-negara yang bergabung di dalamnya, karena itu sulit dipercaya bahwa keluarnya AS akan cukup membantu mengatasi kekhawatiran Paman Sam terhadap isu-isu seperti anti-Israel dan anti-Amerika
Dampak Hengkangnya Amerika
Menanggapi hengkangnya Amerika, Aleanora Mitrofanova, mantan utusan Rusia untuk UNESCO menilai bahwa organisasi tersebut akan lebih baik tanpa kehadiran Amerika. Negara tersebut juga tak membayar iuran untuk UNESCO sejak 2011 dan keputusan ini sudah sejalan dengan keinginan Trump.
“Dalam beberapa tahun terakhir, mereka [Amerika] tidak berguna bagi organisasi ini [UNESCO],” ujar Aleanora.
Akan tetapi Presiden Majelis Umum PBB Miroslav Lajcรกk mengungkapkan kekhawatirannya dalam sebuah pernyataan yang disampaikan oleh juru bicanya. "Keputusan Amerika Serikat untuk keluar dapat berdampak buruk terhadap pekerjaan penting UNESCO," menurut pernyataan tersebut.
Pekerjaan UNESCO tak sekadar memberi label “Warisan Budaya Dunia” pada tempat-tempat tertentu. Organisasi ini memiliki misi untuk berkontribusi dalam membangun perdamaian dunia, pemberantasan kemiskinan dan dialog antarbudaya.
Program yang dijalankan UNESCO bertujuan menjaga keragaman budaya di dunia, mengatasi berbagai hambatan sosial dengan dialog, memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk pembangunan yang berkelanjutan serta mengupayakan agar masyarakat dunia memperoleh pendidikan yang berkualitas.
Dalam menjalankan program-program tersebut, UNESCO membutuhkan dana mencapai 667 juta dolar AS, berdasarkan laporan keuangan UNESCO 2016/2017. Dana paling besar dialokasikan untuk pendidikan sebesar 124 juta dolar AS, berikut untuk sektor sosial-budaya mencapai 92 juta dolar AS.
Sebelum menghentikan aliran dananya, setiap tahun Paman Sam menyumbang 70-80 juta dolar AS. Meski Rusia mengatakan UNESCO lebih baik tanpa Amerika, Irina Bokova, direktur jenderal UNESCO tetap menyayangkan keputusan Amerika tersebut.
"Absennya AS atau negara besar lain yang punya kekuatan adalah kehilangan bagi kami. Ini bukan sekadar urusan uang. Upaya mempromosikan cita-cita seperti pendidikan dan budaya adalah hal yang vital bagi negara-negara seperti AS," katanya.
Tak dapat dipungkiri, keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh negara besar seperti Amerika juga dapat mempengaruhi kebijakan anggota lain terutama sekutu dekatnya. Misalnya Israel yang juga langsung memutuskan akan keluar dari UNESCO.
Ini akan jadi pukulan keras bagi UNESCO. Kendati demikian, berdasarkan pernyataan pemerintah Amerika, keputusan ini dapat berubah dan mungkin AS akan kembali menjadi anggota. Soal kapan, hanya Donald Trump yang tahu - PT Kontak Perkasa Futures
Sumber:tirto.id
Keanggotaan AS di UNESCO akan resmi selesai setelah 31 Desember 2018. Pemerintahan Trump beralasan bahwa bias anti-Israel sudah terlalu kental di UNESCO. Amerika meminta agar organisasi tersebut segera melakukan perubahan mendasar jika ingin AS kembali menjadi anggota penuh.
Kisruh soal Israel yang menjadi sekutu terdekat Amerika itu mulai dari 2011 saat UNESCO menerima Palestina menjadi anggota UNESCO. Amerika merespons keputusan itu dengan membekukan dananya untuk organisasi tersebut. Pembekuan itu malah menghasilkan tunggakan di UNESCO yang juga menjadi salah satu pemicu hengkangnya Amerika.
“Kami mendapat tunggakan sebesar 550 juta dolar AS lebih. Jadi pertanyaannya adalah, apakah kami bakal membayar uang itu?” Heather Nauert, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika.
Selain itu, badan PBB ini mengadopsi resolusi tanpa menyertakan warga Yahudi menyangkut salah satu tempat suci di Yerusalem pada tahun lalu. Yang terbaru, berdasarkan usulan Palestina, UNESCO menetapkan Kota Tua Hebron di Tepi Barat sebagai Warisan Dunia yang harus dilindungi pada Juli lalu.
Situs itu dianggap suci oleh orang Yahudi, Kristen, dan Muslim. Israel tak menerima keputusan tersebut sebab dengan diakuinya Hebron sebagai kota Palestina, yang mengacu pada kota Palestina dinilai sebagai upaya untuk menolak karakter dan warisan Yahudi dari beberapa situs utama di wilayah tersebut.
Sedangkan bagi Palestina, Hebron perlu dilindungi sebab Israel kerap melakukan beragam pelanggaran mulai dari vandalisme hingga perombakan bangunan di Kota Tua itu. Resolusi Hebron ini menjadi sebuah kemenangan diplomasi bagi Palestina. Sehingga Israel menuduh keputusan UNESCO politis.
Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley mengungkapkan hal senada. Haley menyampaikan bahwa keputusan UNESCO merupakan sebuah tindakan bodoh.
"Tujuan UNESCO bagus," kata Nikki Haley dalam sebuah pernyataan. "Sayangnya, politisasi ekstremnya menjadi hal yang sangat memalukan."
Isu politisasi UNESCO pada dasarnya pernah dihembuskan AS saat keluar dari UNESCO pada 1984. Alan D. Romberg, juru bicara Departemen Luar Negeri AS saat itu, mengklaim bahwa keputusan keluarnya Paman Sam disebabkan manajemen yang buruk dan nilai-nilai yang bertentangan dengan Paman Sam. Dirjen UNESCO saat itu, misalnya, disebut-sebut mendukung pembatasan kebebasan pers.
Meski memilih keluar pemerintah Amerika berkomitmen untuk tetap melakukan kerja sama internasional dalam program-program UNESCO. Hal yang sama yang juga dilakukan oleh pemerintahan Trump bahwa AS akan terus memberikan perspektif dan keahliannya kepada UNESCO, namun sebagai pengamat non-anggota.
Jika sekarang AS menggunakan isu bias anti-Israel, maka saat keluar pada 1984 isunya adalah anti-Amerika. Hal itu dilakukan sebagai bentuk “demonstrasi” atas UNESCO salah satunya karena berbagai masukan AS soal kebijakan, program hingga pengaturan anggaran tak ditanggapi UNESCO.
“Kebijakan UNESCO selama beberapa tahun telah melayani tujuan politik anti-Amerika,” kata Gregory J. Newell yang saat itu mengepalai Departemen Luar Negeri Amerika untuk urusan Organisasi Internasional.
Saat itu Amerika tak hanya bermasalah dengan UNESCO namun juga dengan Badan Energi Atom Internasional, Badan Pangan dan Pertanian, Organisasi Buruh Dunia, Badan Lingkungan PBB dan Serikat Telekomunikasi Internasional. Menurut Newell, pada akhirnya agensi-agensi tersebut mengubah kebijakannya: untuk memuaskan Washington.
Amerika kembali menjadi anggota UNESCO pada 2003 setelah adanya pergantian kepemimpinan pada 1999. Menurut Amerika, UNESCO telah membuat kemajuan yang signifikan dengan melakukan reformasi pada struktur manajemen. Kebebasan pers mulai diterapkan. UNESCO juga kembali pada misi utamanya.
“Sebagai simbol komitmen kita terhadap martabat manusia, AS akan kembali menjadi anggota UNESCO. Organisasi ini telah direformasi dan Amerika akan berpartisipasi sepenuhnya dalam misinya untuk memajukan hak asasi manusia dan toleransi dan pendidikan," ujar Presiden Amerika yang saat itu dijabat George W Bush.
Beberapa anggota UNESCO yang juga keluar karena alasan politik, misalnya Afrika Selatan menarik diri pada 1955. Inggris dan Singapura mengikuti jejak AS untuk meninggalkan organisasi tersebut pada akhir 1980-an, meskipun pada akhirnya semua kembali bergabung.
Menanggapi isu politisasi dalam UNESCO, Joshua Keating dari Slate berpendapat bahwa tuduhan bahwa UNESCO kini terlalu dipolitisasi dan meninggalkan misi utamanya bisa dibenarkan, tapi pada dasarnya tak ada hubungan dengan organisasi itu sendiri.
Menurut Keating, sebagaimana organisasi internasional lainnya, UNESCO adalah cerminan dari negara-negara yang bergabung di dalamnya, karena itu sulit dipercaya bahwa keluarnya AS akan cukup membantu mengatasi kekhawatiran Paman Sam terhadap isu-isu seperti anti-Israel dan anti-Amerika
Dampak Hengkangnya Amerika
Menanggapi hengkangnya Amerika, Aleanora Mitrofanova, mantan utusan Rusia untuk UNESCO menilai bahwa organisasi tersebut akan lebih baik tanpa kehadiran Amerika. Negara tersebut juga tak membayar iuran untuk UNESCO sejak 2011 dan keputusan ini sudah sejalan dengan keinginan Trump.
“Dalam beberapa tahun terakhir, mereka [Amerika] tidak berguna bagi organisasi ini [UNESCO],” ujar Aleanora.
Akan tetapi Presiden Majelis Umum PBB Miroslav Lajcรกk mengungkapkan kekhawatirannya dalam sebuah pernyataan yang disampaikan oleh juru bicanya. "Keputusan Amerika Serikat untuk keluar dapat berdampak buruk terhadap pekerjaan penting UNESCO," menurut pernyataan tersebut.
Pekerjaan UNESCO tak sekadar memberi label “Warisan Budaya Dunia” pada tempat-tempat tertentu. Organisasi ini memiliki misi untuk berkontribusi dalam membangun perdamaian dunia, pemberantasan kemiskinan dan dialog antarbudaya.
Program yang dijalankan UNESCO bertujuan menjaga keragaman budaya di dunia, mengatasi berbagai hambatan sosial dengan dialog, memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk pembangunan yang berkelanjutan serta mengupayakan agar masyarakat dunia memperoleh pendidikan yang berkualitas.
Dalam menjalankan program-program tersebut, UNESCO membutuhkan dana mencapai 667 juta dolar AS, berdasarkan laporan keuangan UNESCO 2016/2017. Dana paling besar dialokasikan untuk pendidikan sebesar 124 juta dolar AS, berikut untuk sektor sosial-budaya mencapai 92 juta dolar AS.
Sebelum menghentikan aliran dananya, setiap tahun Paman Sam menyumbang 70-80 juta dolar AS. Meski Rusia mengatakan UNESCO lebih baik tanpa Amerika, Irina Bokova, direktur jenderal UNESCO tetap menyayangkan keputusan Amerika tersebut.
"Absennya AS atau negara besar lain yang punya kekuatan adalah kehilangan bagi kami. Ini bukan sekadar urusan uang. Upaya mempromosikan cita-cita seperti pendidikan dan budaya adalah hal yang vital bagi negara-negara seperti AS," katanya.
Tak dapat dipungkiri, keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh negara besar seperti Amerika juga dapat mempengaruhi kebijakan anggota lain terutama sekutu dekatnya. Misalnya Israel yang juga langsung memutuskan akan keluar dari UNESCO.
Ini akan jadi pukulan keras bagi UNESCO. Kendati demikian, berdasarkan pernyataan pemerintah Amerika, keputusan ini dapat berubah dan mungkin AS akan kembali menjadi anggota. Soal kapan, hanya Donald Trump yang tahu - PT Kontak Perkasa Futures
Sumber:tirto.id
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 9:33 AM
11:38 AM
Inggris juga Tunggangi G30S untuk Gulingkan Sukarno
Written By Kontak Perkasa Futures on Thursday, October 12, 2017 | 11:38 AM
Kontak Perkasa Futures - Pada musim gugur 1965 Norman Reddaway diundang kepala Kementerian Luar Negeri Inggris Joe Garner ke kantornya. Reddaway masih muda, tapi kariernya di bidang propaganda terbilang moncer di antara rekan-rekan satu divisinya di Kementerian Luar Negeri Inggris. Garner kemudian menyerahkan Reddeway segepok uang bernilai 100.000 poundsterling sekaligus tugas “untuk melakukan apa pun yang bisa dilakukan untuk menyingkirkan Sukarno”.
Reddeway diterjunkan ke Singapura, lebih tepatnya di Phoenix Park, markas gabungan antara Kementerian Luar Negeri Inggris, Badan Dinas Intelijen Rahasia Inggris (SAS atau M16), dan Badan Intelijen Pusat AS (CIA). Ketiganya bersama-sama menjalankan operasi rahasia dengan misi utama propaganda anti-Sukarno sejak awal 1960-an. Pangkal persoalannya, papar Paul Lashmar dan James Oliver di buku Britain's Secret Propaganda War 1948-77, adalah sumber daya alam.
Lashmar menulis bahwa salah satu faktor mengapa Indonesia bisa memperoleh kemerdekaan dari Belanda pada tahun 1949 adalah karena pemerintah AS menganggap Indonesia di awal kemerdekaan bukan sarang komunis. Pasukan Belanda juga dianggap lebih efektif diterjunkan ke Eropa bagian barat. Prediksi ini tentu menemui kekeliruannya dalam beberapa tahun setelahnya, terutama berkenaan dengan bangkitnya Partai Komunis Indonesia (PKI) dan gerakan kiri lain.
Indonesia punya nilai strategis bagi Inggris dan AS, baik secara ekonomi maupun geografis. Inggris kala itu punya kepentingan bisnis di Indonesia termasuk 40 persen saham atau sekurang-kurangnya 100 juta poundsterling di Royal Dutch Shell yang mengontrol tiga per empat produksi minyak sebelum perang. Pada tahun 1959 investasi Inggris di Indonesia sudah mencapai 300 juta poundsterling. Secara geografis, Selat Malaka dinilai penting untuk Inggris dan AS untuk kepentingan rute kapal perang.
Sukarno punya visi yang didukung banyak orang di Indonesia: penguasaan sebagian besar kekayaan alam di bawah tangan negara. Tak lama usai proklamasi kemerdekaan, Sukarno telah memulai proses tersebut misalnya dengan menasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda atau membuat peraturan terkait pengelolaan tanah dalam rangka reforma agraria. Pada awal 1950-an, Sukarno dan kebijakan nasionalis-radikalnya menjelma menjadi sosok yang mengancam investasi negara-negara Barat di bumi nusantara.
Pada 1952 keyakinan AS makin bulat: jika Indonesia jatuh ke pengaruh komunisme, negeri-negeri jirannya seperti Malaya juga akan ikut-ikutan merah. AS dan Inggris tak mau ini terjadi sebab keduanya akan “kehilangan pasokan utama sumber daya alam seperti karet, timah, minyak bumi, dan komoditas penting lainnya".
Bukti pertama keterlibatan Inggris dalam penggulingan Sukarno muncul dalam memorandum CIA bulan Juni 1962 yang berisi obrolan antara Perdana Menteri Inggris Harold Macmilan dan Presiden John F. Kennedy dalam sebuah pertemuan. Pertemuan yang dilakukan pada bulan April tahun yang sama melahirkan persekongkolan untuk “melenyapkan Presiden Sukarno, tergantung situasi dan kesempatan yang ada.”
CIA sempat bingung dengan istilah “melenyapkan”. Sementara agen senior M16 mengklarifikasi bahwa maknanya bukan pembunuhan, tapi lebih ke menghilangkan status kekuasaan.
Permusuhan Inggris terhadap Sukarno memuncak pada era Konfrontasi Indonesia-Malaysia. Sukarno menuduh pembentukan Federasi Malaysia sebagai plot neo-kolonialisme Inggris, dan kemudian memutuskan hubungan diplomatik kedua negara serta melancarkan serangan darat dengan semangat “Ganyang Malaysia!”.
Penyingkiran Sukarno juga bukan 100 persen keinginan Barat. Ketua Komisi Selandia Baru untuk Federasi Malaysia, Hunter Wade, menyatakan bahwa Soeharto dan elite militer lain punya cita-cita serupa, namun belum menemukan momen yang tepat. Sukarno masih punya dukungan kuat dari rakyat Indonesia. Koresponden BBC Roland Challis berkata bahwa situasi jelang pertengahan 1960-an membuat banyak pihak baik di dalam maupun luar Indonesia berharap munculnya chaos untuk kemudian dimanipulasi demi kepentingan mereka.
Menurut seorang sumber dari Kementerian Luar Negeri Inggris, keputusan untuk menyingkirkan Sukarno diinisiasi oleh pemerintahan MacMillan dan direalisasikan sejak pemerintahan Partai Buruh pada 1964. Dalam menjalankan misi dari Phoenix Park, yang disebut-sebut sebagai pusat pemerintahan Inggris di Asia Tenggara, IRD yang bekerja sama dengan CIA menjalin hubungan erat dengan beberapa elite militer Indonesia. Salah satunya dengan Ali Murtopo, tokoh intelijen penting kesayangan Soeharto di era Orde Baru, melalui kantor Kedutaan Besar Inggris di Indonesia.
IRD dibentuk oleh pemerintah Partai Buruh Inggris pada 1948 untuk melancarkan perang propaganda antikomunis melawan Soviet, tapi kemudian juga terlibat dalam pelbagai operasi memberangus gerakan-gerakan antikolonial di wilayah-wilayah yang dikuasai Kerajaan Inggris. Pada 1960-an IRD memiliki sekitar 400-an staf di London dan petugas informasi di seluruh dunia untuk memengaruhi liputan media lokal maupun internasional agar sesuai kepentingan Inggris.
Dua Fase Penyingkiran Sukarno
Fase pertama penyingkiran Sukarno adalah mengisolasinya dari kekuatan besar PKI. Selama PKI berjaya, yang saat itu diklaim memiliki tiga juta anggota dan otomatis menjadi partai komunis non-penguasa terbesar di dunia, Sukarno masih punya basis pertahanan yang solid.
Kesempatan itu kemudian datang pada akhir September 1965 ketika usaha kudeta yang dikenal sejarah sebagai G30S. Ada beberapa versi terkait siapa dalangnya, tetapi situasi ini dimanfaatkan Soeharto untuk mengkambinghitamkan PKI sepenuhnya dan diikuti represi penuh para tertuduh.
Inggris pun menunggangi G30S untuk kepentingan pokoknya yang kebetulan selaras dengan visi Soeharto. Pada tanggal 5 Oktober Alec Adams, penasihat politik untuk Panglima Tertinggi Kerajaan Inggris untuk urusan politik Asia Timur hingga Tenggara, menasihati Kementerian Luar Negeri Inggris agar tak ragu untuk melakukan apapun agar PKI dibuat sebersalah mungkin dalam tragedi G30S, baik di mata kaum militer maupun rakyat sipil Indonesia.
Kementerian Luar Negeri Inggris setuju dan melakukan misi ini dengan dua tema propaganda besar. Satu, bahwa PKI itu kejam. Dua, bahwa ada intervensi Cina dalam pergerakan PKI di Indonesia. Untuk propaganda pertama, IRD dan M16 melalui media lokal dan internasionalnya rajin menyebarkan kisah horor tentang manuver kelompok komunis militan dalam mengganggu kestabilan wilayah Malaya pada 1950-an. Tak lupa juga narasi tentang dampak dari aksi radikal komunis yakni menimbulkan korban jiwa dalam jumlah besar dari kalangan orang-orang lokal.
Untuk propaganda kedua, tujuan utama IRD dan M16 adalah agar orang-orang keturunan Cina di Indonesia diasosiasikan dengan PKI. Dampaknya, mereka turut jadi sasaran utama perburuan selama periode 1965-1967 di sejumlah wilayah Indonesia yang mengorbankan nyawa antara 500.000 hingga dua juta orang.
Challis mengatakan hasil dari propaganda tersebut amat berhasil sehingga perburuan simpatisan komunis selama periode kelam itu tak ada bedanya dengan konflik antar-etnis.
“Hal mengerikan telah dilakukan (Inggris) untuk menghasut orang Indonesia bangkit dan membantai orang-orang Cina,” katanya.
Usai sukses diisolasi, fase kedua dalam misi penyingkiran Sukarno adalah penajaman citra bahwa sang pemimpin besar punya hubungan mesra dengan PKI, sehingga otomatis muncul kaitan bahwa Sukarno juga terlibat dalam kudeta berdarah G30S.
IRD dan M16 sudah punya modal penghancuran nama Sukarno di dunia internasional sejak sebelum kudeta terjadi. Mereka tinggal mengencangkan lagi mesin propagandanya. Ditambah, penggerusan kelompok komunis baik secara struktural maupun kultural juga turut membuat posisi Sukarno kian rawan.
Cita-cita Inggris akhirnya terwujud setahun setelah huru-hara kudeta, tepatnya pada 10 Maret 1966 ketika Sukarno menandatangani penyerahan kekuasaan ke Soeharto. Sebagian sejarawan, termasuk Lashmar dan Oliver, menyebut peristiwa yang dinamakan SUPERSEMAR itu sesungguhnya menempatkan Sukarno sebagai pihak yang dipaksa tanda tangan.
Challis amat percaya Inggris memainkan peran besar dalam tergulingnya kekuasaan Sukarno, terutama dalam mempersuasi elite militer bahwa momen penantian mereka hadir bersamaan dengan tragedi G30S. Situasi kala itu, lanjutnya, dianalisis dan diatur dengan baik sehingga kesannya tidak ada manipulasi apalagi intervensi.
“Peristiwa itu adalah manipulasi ide, dan murni politik. Menurut pendapat pribadiku, tragedi itu dilakukan dengan amat cantik,” pungkasnya.
Rangkaian kisah selanjutnya sudah lumayan akrab dalam ingatan orang-orang: Orde Baru dirintis, Soeharto membuka keran investasi asing selebar-lebarnya, dan masa depan bisnis Inggris di Indonesia pun berhasil diamankan. Sukarno masih diperbolehkan menjabat sebagai presiden seumur hidup hingga 1967. Tiga tahun berselang, ia mengembuskan napas terakhir dalam status sebagai tahanan rumah - Kontak Perkasa Futures
Sumber:tirto.id
Reddeway diterjunkan ke Singapura, lebih tepatnya di Phoenix Park, markas gabungan antara Kementerian Luar Negeri Inggris, Badan Dinas Intelijen Rahasia Inggris (SAS atau M16), dan Badan Intelijen Pusat AS (CIA). Ketiganya bersama-sama menjalankan operasi rahasia dengan misi utama propaganda anti-Sukarno sejak awal 1960-an. Pangkal persoalannya, papar Paul Lashmar dan James Oliver di buku Britain's Secret Propaganda War 1948-77, adalah sumber daya alam.
Lashmar menulis bahwa salah satu faktor mengapa Indonesia bisa memperoleh kemerdekaan dari Belanda pada tahun 1949 adalah karena pemerintah AS menganggap Indonesia di awal kemerdekaan bukan sarang komunis. Pasukan Belanda juga dianggap lebih efektif diterjunkan ke Eropa bagian barat. Prediksi ini tentu menemui kekeliruannya dalam beberapa tahun setelahnya, terutama berkenaan dengan bangkitnya Partai Komunis Indonesia (PKI) dan gerakan kiri lain.
Indonesia punya nilai strategis bagi Inggris dan AS, baik secara ekonomi maupun geografis. Inggris kala itu punya kepentingan bisnis di Indonesia termasuk 40 persen saham atau sekurang-kurangnya 100 juta poundsterling di Royal Dutch Shell yang mengontrol tiga per empat produksi minyak sebelum perang. Pada tahun 1959 investasi Inggris di Indonesia sudah mencapai 300 juta poundsterling. Secara geografis, Selat Malaka dinilai penting untuk Inggris dan AS untuk kepentingan rute kapal perang.
Sukarno punya visi yang didukung banyak orang di Indonesia: penguasaan sebagian besar kekayaan alam di bawah tangan negara. Tak lama usai proklamasi kemerdekaan, Sukarno telah memulai proses tersebut misalnya dengan menasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda atau membuat peraturan terkait pengelolaan tanah dalam rangka reforma agraria. Pada awal 1950-an, Sukarno dan kebijakan nasionalis-radikalnya menjelma menjadi sosok yang mengancam investasi negara-negara Barat di bumi nusantara.
Pada 1952 keyakinan AS makin bulat: jika Indonesia jatuh ke pengaruh komunisme, negeri-negeri jirannya seperti Malaya juga akan ikut-ikutan merah. AS dan Inggris tak mau ini terjadi sebab keduanya akan “kehilangan pasokan utama sumber daya alam seperti karet, timah, minyak bumi, dan komoditas penting lainnya".
Bukti pertama keterlibatan Inggris dalam penggulingan Sukarno muncul dalam memorandum CIA bulan Juni 1962 yang berisi obrolan antara Perdana Menteri Inggris Harold Macmilan dan Presiden John F. Kennedy dalam sebuah pertemuan. Pertemuan yang dilakukan pada bulan April tahun yang sama melahirkan persekongkolan untuk “melenyapkan Presiden Sukarno, tergantung situasi dan kesempatan yang ada.”
CIA sempat bingung dengan istilah “melenyapkan”. Sementara agen senior M16 mengklarifikasi bahwa maknanya bukan pembunuhan, tapi lebih ke menghilangkan status kekuasaan.
Permusuhan Inggris terhadap Sukarno memuncak pada era Konfrontasi Indonesia-Malaysia. Sukarno menuduh pembentukan Federasi Malaysia sebagai plot neo-kolonialisme Inggris, dan kemudian memutuskan hubungan diplomatik kedua negara serta melancarkan serangan darat dengan semangat “Ganyang Malaysia!”.
Penyingkiran Sukarno juga bukan 100 persen keinginan Barat. Ketua Komisi Selandia Baru untuk Federasi Malaysia, Hunter Wade, menyatakan bahwa Soeharto dan elite militer lain punya cita-cita serupa, namun belum menemukan momen yang tepat. Sukarno masih punya dukungan kuat dari rakyat Indonesia. Koresponden BBC Roland Challis berkata bahwa situasi jelang pertengahan 1960-an membuat banyak pihak baik di dalam maupun luar Indonesia berharap munculnya chaos untuk kemudian dimanipulasi demi kepentingan mereka.
Menurut seorang sumber dari Kementerian Luar Negeri Inggris, keputusan untuk menyingkirkan Sukarno diinisiasi oleh pemerintahan MacMillan dan direalisasikan sejak pemerintahan Partai Buruh pada 1964. Dalam menjalankan misi dari Phoenix Park, yang disebut-sebut sebagai pusat pemerintahan Inggris di Asia Tenggara, IRD yang bekerja sama dengan CIA menjalin hubungan erat dengan beberapa elite militer Indonesia. Salah satunya dengan Ali Murtopo, tokoh intelijen penting kesayangan Soeharto di era Orde Baru, melalui kantor Kedutaan Besar Inggris di Indonesia.
IRD dibentuk oleh pemerintah Partai Buruh Inggris pada 1948 untuk melancarkan perang propaganda antikomunis melawan Soviet, tapi kemudian juga terlibat dalam pelbagai operasi memberangus gerakan-gerakan antikolonial di wilayah-wilayah yang dikuasai Kerajaan Inggris. Pada 1960-an IRD memiliki sekitar 400-an staf di London dan petugas informasi di seluruh dunia untuk memengaruhi liputan media lokal maupun internasional agar sesuai kepentingan Inggris.
Dua Fase Penyingkiran Sukarno
Fase pertama penyingkiran Sukarno adalah mengisolasinya dari kekuatan besar PKI. Selama PKI berjaya, yang saat itu diklaim memiliki tiga juta anggota dan otomatis menjadi partai komunis non-penguasa terbesar di dunia, Sukarno masih punya basis pertahanan yang solid.
Kesempatan itu kemudian datang pada akhir September 1965 ketika usaha kudeta yang dikenal sejarah sebagai G30S. Ada beberapa versi terkait siapa dalangnya, tetapi situasi ini dimanfaatkan Soeharto untuk mengkambinghitamkan PKI sepenuhnya dan diikuti represi penuh para tertuduh.
Inggris pun menunggangi G30S untuk kepentingan pokoknya yang kebetulan selaras dengan visi Soeharto. Pada tanggal 5 Oktober Alec Adams, penasihat politik untuk Panglima Tertinggi Kerajaan Inggris untuk urusan politik Asia Timur hingga Tenggara, menasihati Kementerian Luar Negeri Inggris agar tak ragu untuk melakukan apapun agar PKI dibuat sebersalah mungkin dalam tragedi G30S, baik di mata kaum militer maupun rakyat sipil Indonesia.
Kementerian Luar Negeri Inggris setuju dan melakukan misi ini dengan dua tema propaganda besar. Satu, bahwa PKI itu kejam. Dua, bahwa ada intervensi Cina dalam pergerakan PKI di Indonesia. Untuk propaganda pertama, IRD dan M16 melalui media lokal dan internasionalnya rajin menyebarkan kisah horor tentang manuver kelompok komunis militan dalam mengganggu kestabilan wilayah Malaya pada 1950-an. Tak lupa juga narasi tentang dampak dari aksi radikal komunis yakni menimbulkan korban jiwa dalam jumlah besar dari kalangan orang-orang lokal.
Untuk propaganda kedua, tujuan utama IRD dan M16 adalah agar orang-orang keturunan Cina di Indonesia diasosiasikan dengan PKI. Dampaknya, mereka turut jadi sasaran utama perburuan selama periode 1965-1967 di sejumlah wilayah Indonesia yang mengorbankan nyawa antara 500.000 hingga dua juta orang.
Challis mengatakan hasil dari propaganda tersebut amat berhasil sehingga perburuan simpatisan komunis selama periode kelam itu tak ada bedanya dengan konflik antar-etnis.
“Hal mengerikan telah dilakukan (Inggris) untuk menghasut orang Indonesia bangkit dan membantai orang-orang Cina,” katanya.
Usai sukses diisolasi, fase kedua dalam misi penyingkiran Sukarno adalah penajaman citra bahwa sang pemimpin besar punya hubungan mesra dengan PKI, sehingga otomatis muncul kaitan bahwa Sukarno juga terlibat dalam kudeta berdarah G30S.
IRD dan M16 sudah punya modal penghancuran nama Sukarno di dunia internasional sejak sebelum kudeta terjadi. Mereka tinggal mengencangkan lagi mesin propagandanya. Ditambah, penggerusan kelompok komunis baik secara struktural maupun kultural juga turut membuat posisi Sukarno kian rawan.
Cita-cita Inggris akhirnya terwujud setahun setelah huru-hara kudeta, tepatnya pada 10 Maret 1966 ketika Sukarno menandatangani penyerahan kekuasaan ke Soeharto. Sebagian sejarawan, termasuk Lashmar dan Oliver, menyebut peristiwa yang dinamakan SUPERSEMAR itu sesungguhnya menempatkan Sukarno sebagai pihak yang dipaksa tanda tangan.
Challis amat percaya Inggris memainkan peran besar dalam tergulingnya kekuasaan Sukarno, terutama dalam mempersuasi elite militer bahwa momen penantian mereka hadir bersamaan dengan tragedi G30S. Situasi kala itu, lanjutnya, dianalisis dan diatur dengan baik sehingga kesannya tidak ada manipulasi apalagi intervensi.
“Peristiwa itu adalah manipulasi ide, dan murni politik. Menurut pendapat pribadiku, tragedi itu dilakukan dengan amat cantik,” pungkasnya.
Rangkaian kisah selanjutnya sudah lumayan akrab dalam ingatan orang-orang: Orde Baru dirintis, Soeharto membuka keran investasi asing selebar-lebarnya, dan masa depan bisnis Inggris di Indonesia pun berhasil diamankan. Sukarno masih diperbolehkan menjabat sebagai presiden seumur hidup hingga 1967. Tiga tahun berselang, ia mengembuskan napas terakhir dalam status sebagai tahanan rumah - Kontak Perkasa Futures
Sumber:tirto.id
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 11:38 AM
10:19 AM
Menurut Yuni, para orang tua yang menjadi terpidana mati kerap takut mengungkapkan masalah yang menimpa mereka jika anaknya bertanya. Di sisi lain, ketika pihak anak tahu, mereka malah merasa bersalah karena tidak bisa menyelamatkan orang tuanya.
“Saya merasa bersalah karena enggak bisa membela orang tua. Umi (ibu) kerja baik-baik, cari duit halal kenapa jadi begitu. Di sini orang kerja jadi pelacur malah sehat dan baik-baik saja. Rasanya ingin mati saja waktu itu,” ujar E, seorang anak dari R yang merupakan perempuan pekerja migran yang telah dieksekusi di Arab Saudi, seperti dikutip dari Laporan Komnas Perempuan.
Di Indonesia, sejak 1998 sampai 2016 ada 276 orang divonis hukuman mati. Sebanyak 210 orang di antaranya masih menunggu eksekusi dan 42 orang yang telah dieksekusi mati. Sedangkan menurut catatan KontraS, ada 50 terpidana terpidana hukuman mati yang telah dieksekusi dalam periode 1979-2007.
Komnas Perempuan juga mencatat ancaman hukuman mati yang membayangi para pekerja migran Indonesia. Per April 2015, ada 228 WNI terancam hukuman mati di berbagai negara: Arab Saudi 36 orang, Malaysia 168 orang, RRC 16 orang, Singapura 4 orang, Laos 2 orang, UEA 1 orang, Vietnam 1 orang.
Hilang: Dari Tanah, Perahu, Hingga Kasih Sayang
“Udah mau ajal, udah mau dibunuh, cuma ternyata ditunda, nggak tahu bagaimana, tidak jelas juga nasibnya. Grasi yang sampai sekarang sudah satu tahun lebih [diajukan] juga belum jelas. Belum ada tanggapan apa-apa dari pemerintah.”
Pernyataan tersebut dilontarkan Devy Cristha pada acara "A Day For Forever”. Dia adalah anak perempuan dari terpidana hukuman mati Merri Utami. Vonis tersebut jatuh kepada Merri lantaran kedapatan membawa 1,1 kilogram heroin di Bandara Sukarno-Hatta, Oktober 2001.
Awalnya Merri bekerja di Taiwan. Kemudian dia bertemu dengan Jerry. Laki-laki itu mengajak Merri liburan ke Nepal. Saat hendak pulang ke Jakarta, Merri diberi hadiah tas oleh Jerry. Tidak disangka, sesampainya di mesin pemindai barang bandara Soekarno-Hatta, tas tersebut ternyata berisi heroin. Merri dinyatakan bersalah oleh pengadilan dengan vonis hukuman mati.
Pada 2003 banding yang dia ajukan ditolak pengadilan. Pada 2016 Merri dipindahkan ke penjara Nusakambangan dan dikabarkan masuk dalam daftar terpidana mati yang akan dieksekusi pada tahun tersebut.
Kisah tersebut mungkin tidak akan diketahui Devy jika dia tidak menyimak berita perihal eksekusi terhadap ibunya di sebuah stasiun televisi.
“Saya tahu ibu saya mau dieksekusi dari TV, malah petugas Nusakambangan balik nanya ke saya. Loh mbak Devy belum tahu?” ujar Devy.
Tidak hanya persoalan informasi, Devy juga menghadapi penghakiman tertentu dari lingkungannya. Dampak seperti itu kerap melanda anak-anak terpidana mati. Laporan Komnas Perempuan mencatat anak-anak mengucilkan diri di lingkungan sosial dan juga menjadi malas sekolah dan tidak mau ikut pelajaran karena menghindari pertanyaan alasan ibunya dihukum mati.
Lebih jauh lagi, dalam sejumlah kasus, Komnas Perempuan mengamati kasih sayang antara orang tua dan anak pun menjadi hilang. Beberapa anak bahkan belum pernah bertemu ibunya sejak kecil. Anak-anak itu pun seringkali marah dan menyalahkan ibu karena tidak tahu bahwa ibunya sedang berada dalam masalah besar.
“Hukuman mati seringkali justru mencerminkan ketidakadilan dan melahirkan kemiskinan baru. Sebab hukuman mati tidak hanya membawa akibat pada korban yang terzalimi, tetapi juga pada keluarga, khususnya anak-anak mereka,” tegas Komnas Perempuan dalam laporannya.
Yuni juga menuturkan siksaan batin yang dirasakan salah seorang ayah yang anaknya dipidana hukuman mati. Si ayah kerap mengalami mimpi buruk hingga kondisi kebugaran fisiknya menurun. Stigma “kegagalan menyelamatkan” pun menjalar kepada si ayah. Awalnya si ayah dipercaya sebagai kuncen (penjaga petilasan keramat desa). Tetapi akhirnya dia tidak dipercaya lagi karena dinilai tidak bisa menyelamatkan anaknya dari hukuman mati.
“Lalu dia bilang, saya nggak mau mati. Saya mau menunggu anak saya. Kalau mau dihukum, mending sekalian saja dipancung sekarang. Saya sudah tidak jadi kuncen lagi. Orang-orang kampung menganggap saya punya keahlian, punya ilmu, tapi saya tidak bisa menyelamatkan anak saya,” ujar Yuni mengucapkan ulang perkataan si ayah.
Yuni juga menuturkan dari 13 narasumber yang diwawancarai Komnas Perempuan, 12 orang di antaranya pernah pergi ke dukun. Mereka mesti merogoh kocek yang tidak sedikit. Sejumlah keluarga rela menjual tanah untuk bisa pergi ke dukun tersebut, sedangkan mereka yang tinggal di pesisir rela menjual perahunya. Tujuannya jelas: mencoba mencari jalan keluar melalui jalan mistis.
Teka Teki Efek Jera
Kebijakan hukuman mati masih diberlakukan karena dinilai memiliki efek jera. Dalam kasus Indonesia, kebijakan itu pun sulit dihapuskan karena masih mendapatkan dukungan yang sangat kuat dari publik, badan-badan pemerintahan dan organisasi keagamaan.
Anggara, pegiat Institut for Criminal Justice Reform, dalam wawancaranya kepada Tirto sempat menjelaskan asal-usul diterapkannya hukuman mati di Indonesia.
“Hukum itu dibuat pada 1915 dan diberlakukan pada 1918. Konteks kesejarahan dan politik dibalik hukuman mati ini yang tidak pernah dibahas oleh pemerintah kita. Mereka masih pakai warisan Belanda. Pemerintah selalu bicara kalau hukuman ini untuk efek jera. Dalam pembahasan revisi KUHP, itu selalu yang dibahas,” ujar Anggara.
Menurut Anggara asumsi efek jera yang dilekatkan pada hukuman mati probelamatis. Menurutnya selama ini tidak ada data yang valid untuk mengukur efek jera.
“Setelah eksekusi mati dilaksanakan, harusnya kalau ada efek jera pengguna narkoba turun, ini malah meningkat. Efek jera apa yang diharapkan? Untuk kasus teroris, bukan efek jera yang didapat, mereka [dan pendukungnya] malah [menganggap] mati syuhada,” ungkap Anggara seraya menegaskan relevansi efek jera - PT Kontak Perkasa Futures
Sumber:tirto.id
Usaha Menghentikan Hukuman Mati
Written By Kontak Perkasa Futures on Wednesday, October 11, 2017 | 10:19 AM
PT Kontak Perkasa Futures - Sejak 2003, 10 Oktober dirayakan sebagai Hari Antihukuman Mati. Hari itu dipilih oleh World Coalition Againts Death Penalty (WCADP) yang merupakan gabungan 180 organisasi dari berbagai negara.
Kongres Dunia Melawan Hukuman Mati pertama kali digelar pada 2001 di Strasbourg, Perancis. Kongres tersebut dicanangkan dan diorganisasikan oleh French NGO Together Against the Death Penalty. Kongres ini menghasilkan Deklarasi Strasbourg.
Merujuk laman worldcoalition.org, mereka menyepati berbagai isu pokok. Pada paragaraf 9 deklarasi tersebut disebutkan bahwa mereka bersepakat "menciptakan koordinasi lembaga dan juru kampanye di seluruh dunia yang tujuan pertamanya adalah untuk meluncurkan hari untuk penghapusan hukuman mati di seluruh dunia".
Setelah beberapa pertemuan persiapan di Paris dan Brussels, sebagian besar inisiator tersebut bertemu kembali di Roma pada 13 Mei 2002. Saat itu mereka secara resmi membentuk World Coalition Againts Death Penalty (WCADP). Tujuan dibentuknya organisasi ini adalah menguatkan advokasi penghapusan hukuman mati di seluruh dunia. Sejumlah organisasi masuk dalam WCADP, termasuk Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Indonesia.
Pada 10 Oktober 2003, koalisi internasional tersebut untuk pertama kalinya membuat Hari Antihukuman Mati Sedunia. Saat itu, koalisi berhasil menggalang kegiatan serupa pada tanggal yang sama di berbagai kota: dari Kanada, Perancis, Italia, Meksiko, hingga Belgia.
Menurut situsweb worldcoalition.org, pada 2005 kampanye tersebut meningkat dengan didukung 260 organisasi. Pada 2007, Dewan Uni Eropa akhirnya secara resmi menetapkan 10 Oktober sebagai Hari Eropa Melawan Hukuman Mati.
Dari sanalah 10 Oktober diperingati sebagai Hari Antihukuman Mati menyebar ke berbagai belahan dunia.
Hukuman Mati bagi yang Ditinggalkan
Hukuman mati tidak hanya menghilangkan nyawa para terpidana mati, namun juga meninggalkan luka yang mendalam bagi keluarga dan saudara yang ditinggalkan. Fenomenanya beragam. Ada anggota keluarga yang mengalami stres dan depresi. Tidak hanya terjadi pada orang dewasa, jika yang menjadi terpidana mati adalah seorang ibu, anak-anaknya kerap malu, mengucilkan dari dari pergaulan sosialnya, sampai putus sekolah.
Menurut Laporan Pemantauan Dampak Hukuman Mati Terhadap Pekerja Migran dan Keluarganya yang disusun Komnas Perempuan, setidaknya ada 16 dampak hukuman mati bagi keluarga. Salah satunya adalah anak dipaksa melupakan orang tua yang menjadi terpidana mati.
“Misalnya satu buruh migran yang terancam hukuman mati di Cina, anaknya dipaksa melupakan ibunya. Ketika kami bertemu dengan ibu dari anak perempuan ini, dia mewanti-wanti jangan bicara, dan jangan sekali-kali menyebut nama si ibu,” ujar Yuni Asri, pegiat Komnas Perempuan, seraya memberikan pemaparan terkait dampak hukuman mati bagi keluarga dalam acara "A Day For Forever”.
Kongres Dunia Melawan Hukuman Mati pertama kali digelar pada 2001 di Strasbourg, Perancis. Kongres tersebut dicanangkan dan diorganisasikan oleh French NGO Together Against the Death Penalty. Kongres ini menghasilkan Deklarasi Strasbourg.
Merujuk laman worldcoalition.org, mereka menyepati berbagai isu pokok. Pada paragaraf 9 deklarasi tersebut disebutkan bahwa mereka bersepakat "menciptakan koordinasi lembaga dan juru kampanye di seluruh dunia yang tujuan pertamanya adalah untuk meluncurkan hari untuk penghapusan hukuman mati di seluruh dunia".
Setelah beberapa pertemuan persiapan di Paris dan Brussels, sebagian besar inisiator tersebut bertemu kembali di Roma pada 13 Mei 2002. Saat itu mereka secara resmi membentuk World Coalition Againts Death Penalty (WCADP). Tujuan dibentuknya organisasi ini adalah menguatkan advokasi penghapusan hukuman mati di seluruh dunia. Sejumlah organisasi masuk dalam WCADP, termasuk Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Indonesia.
Pada 10 Oktober 2003, koalisi internasional tersebut untuk pertama kalinya membuat Hari Antihukuman Mati Sedunia. Saat itu, koalisi berhasil menggalang kegiatan serupa pada tanggal yang sama di berbagai kota: dari Kanada, Perancis, Italia, Meksiko, hingga Belgia.
Menurut situsweb worldcoalition.org, pada 2005 kampanye tersebut meningkat dengan didukung 260 organisasi. Pada 2007, Dewan Uni Eropa akhirnya secara resmi menetapkan 10 Oktober sebagai Hari Eropa Melawan Hukuman Mati.
Dari sanalah 10 Oktober diperingati sebagai Hari Antihukuman Mati menyebar ke berbagai belahan dunia.
Hukuman Mati bagi yang Ditinggalkan
Hukuman mati tidak hanya menghilangkan nyawa para terpidana mati, namun juga meninggalkan luka yang mendalam bagi keluarga dan saudara yang ditinggalkan. Fenomenanya beragam. Ada anggota keluarga yang mengalami stres dan depresi. Tidak hanya terjadi pada orang dewasa, jika yang menjadi terpidana mati adalah seorang ibu, anak-anaknya kerap malu, mengucilkan dari dari pergaulan sosialnya, sampai putus sekolah.
Menurut Laporan Pemantauan Dampak Hukuman Mati Terhadap Pekerja Migran dan Keluarganya yang disusun Komnas Perempuan, setidaknya ada 16 dampak hukuman mati bagi keluarga. Salah satunya adalah anak dipaksa melupakan orang tua yang menjadi terpidana mati.
“Misalnya satu buruh migran yang terancam hukuman mati di Cina, anaknya dipaksa melupakan ibunya. Ketika kami bertemu dengan ibu dari anak perempuan ini, dia mewanti-wanti jangan bicara, dan jangan sekali-kali menyebut nama si ibu,” ujar Yuni Asri, pegiat Komnas Perempuan, seraya memberikan pemaparan terkait dampak hukuman mati bagi keluarga dalam acara "A Day For Forever”.
Menurut Yuni, para orang tua yang menjadi terpidana mati kerap takut mengungkapkan masalah yang menimpa mereka jika anaknya bertanya. Di sisi lain, ketika pihak anak tahu, mereka malah merasa bersalah karena tidak bisa menyelamatkan orang tuanya.
“Saya merasa bersalah karena enggak bisa membela orang tua. Umi (ibu) kerja baik-baik, cari duit halal kenapa jadi begitu. Di sini orang kerja jadi pelacur malah sehat dan baik-baik saja. Rasanya ingin mati saja waktu itu,” ujar E, seorang anak dari R yang merupakan perempuan pekerja migran yang telah dieksekusi di Arab Saudi, seperti dikutip dari Laporan Komnas Perempuan.
Di Indonesia, sejak 1998 sampai 2016 ada 276 orang divonis hukuman mati. Sebanyak 210 orang di antaranya masih menunggu eksekusi dan 42 orang yang telah dieksekusi mati. Sedangkan menurut catatan KontraS, ada 50 terpidana terpidana hukuman mati yang telah dieksekusi dalam periode 1979-2007.
Komnas Perempuan juga mencatat ancaman hukuman mati yang membayangi para pekerja migran Indonesia. Per April 2015, ada 228 WNI terancam hukuman mati di berbagai negara: Arab Saudi 36 orang, Malaysia 168 orang, RRC 16 orang, Singapura 4 orang, Laos 2 orang, UEA 1 orang, Vietnam 1 orang.
Hilang: Dari Tanah, Perahu, Hingga Kasih Sayang
“Udah mau ajal, udah mau dibunuh, cuma ternyata ditunda, nggak tahu bagaimana, tidak jelas juga nasibnya. Grasi yang sampai sekarang sudah satu tahun lebih [diajukan] juga belum jelas. Belum ada tanggapan apa-apa dari pemerintah.”
Pernyataan tersebut dilontarkan Devy Cristha pada acara "A Day For Forever”. Dia adalah anak perempuan dari terpidana hukuman mati Merri Utami. Vonis tersebut jatuh kepada Merri lantaran kedapatan membawa 1,1 kilogram heroin di Bandara Sukarno-Hatta, Oktober 2001.
Awalnya Merri bekerja di Taiwan. Kemudian dia bertemu dengan Jerry. Laki-laki itu mengajak Merri liburan ke Nepal. Saat hendak pulang ke Jakarta, Merri diberi hadiah tas oleh Jerry. Tidak disangka, sesampainya di mesin pemindai barang bandara Soekarno-Hatta, tas tersebut ternyata berisi heroin. Merri dinyatakan bersalah oleh pengadilan dengan vonis hukuman mati.
Pada 2003 banding yang dia ajukan ditolak pengadilan. Pada 2016 Merri dipindahkan ke penjara Nusakambangan dan dikabarkan masuk dalam daftar terpidana mati yang akan dieksekusi pada tahun tersebut.
Kisah tersebut mungkin tidak akan diketahui Devy jika dia tidak menyimak berita perihal eksekusi terhadap ibunya di sebuah stasiun televisi.
“Saya tahu ibu saya mau dieksekusi dari TV, malah petugas Nusakambangan balik nanya ke saya. Loh mbak Devy belum tahu?” ujar Devy.
Tidak hanya persoalan informasi, Devy juga menghadapi penghakiman tertentu dari lingkungannya. Dampak seperti itu kerap melanda anak-anak terpidana mati. Laporan Komnas Perempuan mencatat anak-anak mengucilkan diri di lingkungan sosial dan juga menjadi malas sekolah dan tidak mau ikut pelajaran karena menghindari pertanyaan alasan ibunya dihukum mati.
Lebih jauh lagi, dalam sejumlah kasus, Komnas Perempuan mengamati kasih sayang antara orang tua dan anak pun menjadi hilang. Beberapa anak bahkan belum pernah bertemu ibunya sejak kecil. Anak-anak itu pun seringkali marah dan menyalahkan ibu karena tidak tahu bahwa ibunya sedang berada dalam masalah besar.
“Hukuman mati seringkali justru mencerminkan ketidakadilan dan melahirkan kemiskinan baru. Sebab hukuman mati tidak hanya membawa akibat pada korban yang terzalimi, tetapi juga pada keluarga, khususnya anak-anak mereka,” tegas Komnas Perempuan dalam laporannya.
Yuni juga menuturkan siksaan batin yang dirasakan salah seorang ayah yang anaknya dipidana hukuman mati. Si ayah kerap mengalami mimpi buruk hingga kondisi kebugaran fisiknya menurun. Stigma “kegagalan menyelamatkan” pun menjalar kepada si ayah. Awalnya si ayah dipercaya sebagai kuncen (penjaga petilasan keramat desa). Tetapi akhirnya dia tidak dipercaya lagi karena dinilai tidak bisa menyelamatkan anaknya dari hukuman mati.
“Lalu dia bilang, saya nggak mau mati. Saya mau menunggu anak saya. Kalau mau dihukum, mending sekalian saja dipancung sekarang. Saya sudah tidak jadi kuncen lagi. Orang-orang kampung menganggap saya punya keahlian, punya ilmu, tapi saya tidak bisa menyelamatkan anak saya,” ujar Yuni mengucapkan ulang perkataan si ayah.
Yuni juga menuturkan dari 13 narasumber yang diwawancarai Komnas Perempuan, 12 orang di antaranya pernah pergi ke dukun. Mereka mesti merogoh kocek yang tidak sedikit. Sejumlah keluarga rela menjual tanah untuk bisa pergi ke dukun tersebut, sedangkan mereka yang tinggal di pesisir rela menjual perahunya. Tujuannya jelas: mencoba mencari jalan keluar melalui jalan mistis.
Teka Teki Efek Jera
Kebijakan hukuman mati masih diberlakukan karena dinilai memiliki efek jera. Dalam kasus Indonesia, kebijakan itu pun sulit dihapuskan karena masih mendapatkan dukungan yang sangat kuat dari publik, badan-badan pemerintahan dan organisasi keagamaan.
Anggara, pegiat Institut for Criminal Justice Reform, dalam wawancaranya kepada Tirto sempat menjelaskan asal-usul diterapkannya hukuman mati di Indonesia.
“Hukum itu dibuat pada 1915 dan diberlakukan pada 1918. Konteks kesejarahan dan politik dibalik hukuman mati ini yang tidak pernah dibahas oleh pemerintah kita. Mereka masih pakai warisan Belanda. Pemerintah selalu bicara kalau hukuman ini untuk efek jera. Dalam pembahasan revisi KUHP, itu selalu yang dibahas,” ujar Anggara.
Menurut Anggara asumsi efek jera yang dilekatkan pada hukuman mati probelamatis. Menurutnya selama ini tidak ada data yang valid untuk mengukur efek jera.
“Setelah eksekusi mati dilaksanakan, harusnya kalau ada efek jera pengguna narkoba turun, ini malah meningkat. Efek jera apa yang diharapkan? Untuk kasus teroris, bukan efek jera yang didapat, mereka [dan pendukungnya] malah [menganggap] mati syuhada,” ungkap Anggara seraya menegaskan relevansi efek jera - PT Kontak Perkasa Futures
Sumber:tirto.id
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 10:19 AM