Kontak Perkasa Futures - Produsen daging terbesar di dunia, JBS USA di Amerika Serikat mengalami serangan siber. Serangan itu tertuju pada server hingga jaringan komputer perusahaan, memaksa JBS menutup jaringannya di Amerika Utara dan Australia.
Perusahaan saat ini sedang menyelidiki kasus tersebut. Bisa jadi beberapa data pelanggan, pemasok, hingga karyawan disalahgunakan dalam kejadian ini. Namun, JBS belum berani menyimpulkan.
"Perusahaan tidak mengetahui bukti apa pun saat ini bahwa data pelanggan, pemasok, atau karyawan telah dikompromikan atau disalahgunakan sebagai akibat dari situasi tersebut," kata JBS, Rabu (2/6/2021).
Kejadian penyerangan siber ini cukup menyita perhatian. Ada beberapa hal yang wajib kamu ketahui soal kejadian ini, apa saja? Simak ulasannya di bawah ini.
Apa dan Siapa itu JBS?
Kamis (3/6/2021), JBS USA adalah perusahaan produsen daging yang merupakan bagian dari JBS Foods, yang merupakan salah satu perusahaan makanan terbesar di dunia. Mereka beroperasi di 15 negara dan memiliki pelanggan di sekitar 100 negara, menurut situs webnya.
Mereknya termasuk Pilgrim's, Great Southern dan Aberdeen Black. JBS memiliki markas terbesarnya di AS, tepatnya berbasis di Greeley, Colorado, dan mempekerjakan lebih dari 66.000 orang.
Apa yang Telah Terjadi?
Dilaporkan ada peretas alias hacker yang menyerang sistem IT perusahaan akhir pekan lalu. Hal ini membuat JBS memutuskan untuk melakukan penutupan pabrik di Amerika Utara hingga Australia.
Bahkan kejadian ini menarik atensi pemerintah AS di Gedung Putih, mereka mengatakan kejadian ini sebagai serangan ransomware. Ini mempengaruhi semua fasilitas pengemasan daging JBS.
Menurut seorang pejabat di Serikat Pekerja Makanan dan Komersial United yang mewakili karyawan JBS, serangan siber mengakibatkan penutupan sembilan pabrik daging sapi perusahaan di AS.
Pabrik-pabrik itu tersebar di berbagai negara bagian termasuk Arizona, Texas, Nebraska, Colorado, Wisconsin, Utah, Michigan dan Pennsylvania.
Serangan siber ini dinilai sangat bahaya, pasalnya Gedung Putih mengatakan bahwa serangan ransomware yang terjadi kemungkinan dilakukan oleh organisasi kriminal yang berbasis di Rusia. Pemerintah sedang berurusan dengan pemerintah Rusia mengenai masalah tersebut.
Operasi JBS di Australia juga terpengaruh. Namun, Dewan Industri Daging Australia mengatakan tidak ada indikasi apapun bahwa serangan siber ini akan menyebabkan dampak besar pada pasokan daging. Baik daging merah dan produk babi domestik di Australia.
Kapan JBS Membuka Kembali Pabriknya?
Perusahaan berencana untuk memulihkan operasi pada hari Rabu kemarin, dan telah memberitahu karyawan untuk kembali bekerja.
Halaman Facebook yang dimaksudkan untuk mewakili beberapa fasilitas daging sapi JBS di berbagai bagian negara menunjukkan pada Selasa malam bahwa bisnis normal secara bertahap dan telah dimulai kembali.
Sebuah pabrik di Green Bay, Wisconsin pun akan dibuka Rabu dengan penundaan empat jam. Sementara itu, pabrik di Cactus, Texas disebut akan mengoperasikan pabrik dengan satu jadwal shift.
Lalu, sebuah pabrik di Grand Island, Nebraska telah membuka semua departemennya kembali pada jadwal normal.
Pasokan Daging Terhambat?
Jika JBS kembali beroperasi secara normal pada hari Rabu, pelanggan daging JBS mungkin tidak perlu khawatir akan kekurangan daging.
"Sistem kami kembali online dan kami tidak menyia-nyiakan sumber daya apa pun untuk melawan ancaman ini," kata Andre Nogueira, CEO JBS USA.
Namun, untuk berjaga-jaga, Departemen Pertanian AS juga mengatakan telah berkoordinasi dengan pengolah daging di seluruh negeri.
Mereka mendorong pengolah daging kecil untuk mengakomodasi kapasitas tambahan agar biss membantu menjaga rantai pasokan tetap bergerak.
Apa Itu Ransomware yang Menyerang JBS?
Dalam serangan ransomware, peretas mencuri data organisasi dan mengunci komputernya. Korban harus membayar untuk mendapatkan kembali akses ke jaringan mereka dan mencegah pelepasan informasi sensitif.
Beberapa peretas ransomware canggih, seperti kelompok peretas Rusia Darkside dilaporkan sering menjual teknologi ransomware mereka. Kelompok ini akan mengambil potongan dari tebusan yang dibayarkan kepada pelanggan mereka untuk mencari keuntungan.
Para ahli umumnya mendorong korban ransomware untuk tidak membayar uang tebusan apa pun. Tetapi kemampuan perusahaan untuk kembali online tanpa membayar peretas mungkin bergantung pada apakah perusahaan telah melindungi cadangan datanya.
Dalam beberapa kasus, peretas dapat menghapus cadangan data target mereka sebelum mengunci filenya. Hal ini meninggalkan organisasi korban tanpa jalan lain selain membayar untuk mendapatkan datanya kembali
Serangan Siber Sejenis Pernah Terjadi di AS?
Serangan ransomware ke JBS terjadi beberapa minggu setelah serangan ransomware menargetkan Colonial Pipeline, sebuah perusahaan pipa bahan bakar terbesar di AS.
Hal itu memaksa penutupan selama enam hari dari pabrik-pabrik milik Colonial Pipeline. Serangan di bulan Mei itu mengakibatkan masyarakat kekurangan gas, dan memicu lonjakan harga dan kepanikan konsumen.
Mirip dengan JBS, sistem Colonial Pipeline terkena ransomware. Setelah sebuah perusahaan terkena ransomware, tindakan pertamanya biasanya adalah membuat sebagian besar atau semua sistemnya offline untuk mengisolasi akses peretas dan memastikan mereka tidak dapat pindah ke bagian lain dari jaringan.
Orang-orang yang diberi pengarahan tentang serangan di Colonial Pipeline mengatakan perusahaan menghentikan operasinya karena sistem penagihannya juga terganggu.
Perusahaan disebut khawatir mereka tidak akan dapat menentukan berapa banyak tagihan pelanggan untuk bahan bakar yang mereka terima. Namun kini, hal itu berhasil ditangani. - Kontak Perkasa Futures
Sumber : detik.com
Post a Comment