Powered by Blogger.
Latest Post
Showing posts with label wisata kematian toraja. Show all posts
Showing posts with label wisata kematian toraja. Show all posts
9:18 AM
PT Kontak Perkasa - Peti mati yang jebol dan menampakkan isinya secara tak biasa ada di atas tebing batu. Tengkorak manusia terlihat di mana-mana. Hawa dingin dalam gelapnya gua menyimpan mayat-mayat yang tak dikubur di tanah.
Begitulah suasana yang ditemui di Londa, Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Mayat-mayat itu memang sengaja tak dikubur di dalam tanah. Ini adalah tradisi orang Toraja.
Di Londa, para wisatawan bisa begitu dekat dengan tengkorak-tengkorak asli itu. Bagaimana tidak, tulang-belulang berumur ratusan tahun itu dibiarkan terpapar pandangan mata begitu saja. Mayat-mayat yang disemayamkan di Londa tak semuanya berusia ratusan tahun, ada pula mayat baru dengan peti masih utuh dan tak menampakkan isinya.
Namun untuk peti-peti sangat tua yang jebol, rangka mayat di dalamnya keluar. Tentu saja tidak keluar atas niatan mayat itu sendiri, melainkan tak kuasa menolak gaya gravitasi.
"Itu (tulang-belulang manusia) dulunya menyebar berserakan saja, karena petinya sudah tua lalu jebol. Kemudian ya kita tata biar rapi," kata Andi (22), sebagai pemandu wisata yang juga merupakan warga setempat
Pengunjung Londa bisa begitu dekat dengan tengkorak-tengkorak itu. Bahkan diperkenankan bagi pengunjung untuk foto narsis bersama tengkorak-tengkorak itu. Ungkapan 'ngeri-ngeri sedap' bisa dipakai untuk menggambarkan sensasi yang didapat dalam 'Wisata Kematian' ini.
Di pintu gua kita bisa menyaksikan peti-peti tua yang disebut terbuat dari kayu utuh, bukan terbuat dari bilah-bilah kayu sebagaimana peti mati masa kini. Di atas tebing, terlihat Tau-tau alias patung orang-orang yang disemayamkan di situ.
"Itu keturunan Tolengkek, kita sebut begitu. Itu makam tertua, bisa dibilang leluhur atau keturunan pertama yang tinggal di sini," jelas Andi sambil menunjuk ke peti-peti tua dan Tau-tau.
Begitu masuk ke gua, kegelapan langsung menyambut dan hawa dingin merasuk. Jika tak hati-hati wisatawan bisa terpeleset jatuh ke atas tengkorak manusia. Tapi tenang, ada lampu petromaks yang dibawa Andi guna menerangi pemandangan kematian di dalam kegelapan gua.
Langit-langit gua yang rendah siap menyambut kepala turis yang tak hati-hati menundukkan badannya cukup dalam. Terdapat tulang-belulang di mana-mana, di lantai, di dinding, dan di langit-langit gua. Entah kenapa, rasa seram yang sebelumnya menggelayuti benak berangsur pergi.
Seolah, sakralitas mayat manusia turun derajat menjadi hal yang profan. Mungkin karena semakin terbiasa melihat tengkorak disajikan begitu saja. Yang menarik, ada sepasang tengkorak di sudut gelap gua. Mereka adalah sepasang kekasih yang memilih jalan kematian lantaran cinta mereka tak direstui orang tua.
Mirip cerita klasik melankolis atau tema tembang kenangan tempo dulu. Bedanya, ada unsur inses dalam kisah tragis ini. Sepasang kekasih itu terdiri dari pria bernama Lobo dan wanita bernama Anggui.
"Ini sepasang 'sepupu satu kali' yang tak direstui cintanya oleh orang tua. Karena dalam adat Toraja, mereka masih dianggap saudara. Mereka mau menikah tapi tak boleh, kemudian bunuh diri," kisah Andi.
"Gantung diri," imbuh Andi menambah seram suasana.
Ini kisah nyata, bukan karangan yang dibuat-buat untuk menarik wisatawan. Andi menyatakan pasangan ini meninggal pada era modern, bukan pada era dongeng ratusan tahun lalu.
"Ini usia tengkoraknya berusia 40 tahun lebih," jelas Andi sambil menerangi tengkorak Lobo dan Anggui dengan pancaran sinar petromaks.
Bergeser ke titik lain di gua Londa, ada tiga tengkorak yang bertumpuk di cekungan dinding gua. Di atas tumpukan tengkorak itu, ada lubang yang pas untuk dimasuki kepala orang.
"Silakan foto di situ, nggak apa-apa kok. Masukan saja kepala mas di lubang di atas tumpukan tengkorak itu," kata Andi mempersilakan.
Ada yang berani berfoto dengan pose yang disarankan Andi. Namun kebanyakan hanya berfoto di samping tengkorak itu. Tak tercium bau bangkai di area ini meski mayat terdapat di mana-mana, bahkan sampai tebing bagian atas hingga sekitar 60 meter. Bau anyir sirna karena mayat-mayat itu sudah diberi pengawet sebelum diletakkan di tempat itu.
"Kalau zaman dahulu orang Toraja memakai ramuan akar-akaran. Tapi kalau sekarang pakai formalin," tutur Andi.
Memang wisata kubur batu Toraja ini sudah tersohor ke seantero negeri. Turis mancanegara biasa berseru 'eksotis' sebagai ungkapan kesannya untuk wisata semacam ini, karena memang mereka berasal dari luar Indonesia dan memandang semua ini sebagai sesuatu yang asing dan unik.
Namun orang Indonesia sendiri ternyata banyak yang belum pernah ke Toraja. Bahkan untuk warga perkotaan Sulawesi Selatan sendiri.
"Orang Makassar saja belum tentu pernah ke Toraja," kata Awing, pria Makassar, ibu kota Sulawesi Selatan yang berjarak tujuh jam dari Toraja - PT Kontak Perkasa
Sumber:travel.detik
Wisata Kematian di Toraja
Written By Kontak Perkasa Futures on Monday, March 20, 2017 | 9:18 AM
Ngeri-ngeri Sedap Wisata Kematian di Toraja
PT Kontak Perkasa - Peti mati yang jebol dan menampakkan isinya secara tak biasa ada di atas tebing batu. Tengkorak manusia terlihat di mana-mana. Hawa dingin dalam gelapnya gua menyimpan mayat-mayat yang tak dikubur di tanah.
Begitulah suasana yang ditemui di Londa, Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Mayat-mayat itu memang sengaja tak dikubur di dalam tanah. Ini adalah tradisi orang Toraja.
Di Londa, para wisatawan bisa begitu dekat dengan tengkorak-tengkorak asli itu. Bagaimana tidak, tulang-belulang berumur ratusan tahun itu dibiarkan terpapar pandangan mata begitu saja. Mayat-mayat yang disemayamkan di Londa tak semuanya berusia ratusan tahun, ada pula mayat baru dengan peti masih utuh dan tak menampakkan isinya.
Namun untuk peti-peti sangat tua yang jebol, rangka mayat di dalamnya keluar. Tentu saja tidak keluar atas niatan mayat itu sendiri, melainkan tak kuasa menolak gaya gravitasi.
"Itu (tulang-belulang manusia) dulunya menyebar berserakan saja, karena petinya sudah tua lalu jebol. Kemudian ya kita tata biar rapi," kata Andi (22), sebagai pemandu wisata yang juga merupakan warga setempat
Pengunjung Londa bisa begitu dekat dengan tengkorak-tengkorak itu. Bahkan diperkenankan bagi pengunjung untuk foto narsis bersama tengkorak-tengkorak itu. Ungkapan 'ngeri-ngeri sedap' bisa dipakai untuk menggambarkan sensasi yang didapat dalam 'Wisata Kematian' ini.
Di pintu gua kita bisa menyaksikan peti-peti tua yang disebut terbuat dari kayu utuh, bukan terbuat dari bilah-bilah kayu sebagaimana peti mati masa kini. Di atas tebing, terlihat Tau-tau alias patung orang-orang yang disemayamkan di situ.
"Itu keturunan Tolengkek, kita sebut begitu. Itu makam tertua, bisa dibilang leluhur atau keturunan pertama yang tinggal di sini," jelas Andi sambil menunjuk ke peti-peti tua dan Tau-tau.
Begitu masuk ke gua, kegelapan langsung menyambut dan hawa dingin merasuk. Jika tak hati-hati wisatawan bisa terpeleset jatuh ke atas tengkorak manusia. Tapi tenang, ada lampu petromaks yang dibawa Andi guna menerangi pemandangan kematian di dalam kegelapan gua.
Langit-langit gua yang rendah siap menyambut kepala turis yang tak hati-hati menundukkan badannya cukup dalam. Terdapat tulang-belulang di mana-mana, di lantai, di dinding, dan di langit-langit gua. Entah kenapa, rasa seram yang sebelumnya menggelayuti benak berangsur pergi.
Seolah, sakralitas mayat manusia turun derajat menjadi hal yang profan. Mungkin karena semakin terbiasa melihat tengkorak disajikan begitu saja. Yang menarik, ada sepasang tengkorak di sudut gelap gua. Mereka adalah sepasang kekasih yang memilih jalan kematian lantaran cinta mereka tak direstui orang tua.
Mirip cerita klasik melankolis atau tema tembang kenangan tempo dulu. Bedanya, ada unsur inses dalam kisah tragis ini. Sepasang kekasih itu terdiri dari pria bernama Lobo dan wanita bernama Anggui.
"Ini sepasang 'sepupu satu kali' yang tak direstui cintanya oleh orang tua. Karena dalam adat Toraja, mereka masih dianggap saudara. Mereka mau menikah tapi tak boleh, kemudian bunuh diri," kisah Andi.
"Gantung diri," imbuh Andi menambah seram suasana.
Ini kisah nyata, bukan karangan yang dibuat-buat untuk menarik wisatawan. Andi menyatakan pasangan ini meninggal pada era modern, bukan pada era dongeng ratusan tahun lalu.
"Ini usia tengkoraknya berusia 40 tahun lebih," jelas Andi sambil menerangi tengkorak Lobo dan Anggui dengan pancaran sinar petromaks.
Bergeser ke titik lain di gua Londa, ada tiga tengkorak yang bertumpuk di cekungan dinding gua. Di atas tumpukan tengkorak itu, ada lubang yang pas untuk dimasuki kepala orang.
"Silakan foto di situ, nggak apa-apa kok. Masukan saja kepala mas di lubang di atas tumpukan tengkorak itu," kata Andi mempersilakan.
Ada yang berani berfoto dengan pose yang disarankan Andi. Namun kebanyakan hanya berfoto di samping tengkorak itu. Tak tercium bau bangkai di area ini meski mayat terdapat di mana-mana, bahkan sampai tebing bagian atas hingga sekitar 60 meter. Bau anyir sirna karena mayat-mayat itu sudah diberi pengawet sebelum diletakkan di tempat itu.
"Kalau zaman dahulu orang Toraja memakai ramuan akar-akaran. Tapi kalau sekarang pakai formalin," tutur Andi.
Memang wisata kubur batu Toraja ini sudah tersohor ke seantero negeri. Turis mancanegara biasa berseru 'eksotis' sebagai ungkapan kesannya untuk wisata semacam ini, karena memang mereka berasal dari luar Indonesia dan memandang semua ini sebagai sesuatu yang asing dan unik.
Namun orang Indonesia sendiri ternyata banyak yang belum pernah ke Toraja. Bahkan untuk warga perkotaan Sulawesi Selatan sendiri.
"Orang Makassar saja belum tentu pernah ke Toraja," kata Awing, pria Makassar, ibu kota Sulawesi Selatan yang berjarak tujuh jam dari Toraja - PT Kontak Perkasa
Sumber:travel.detik
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 9:18 AM