PT Kontak Perkasa Futures - Harga emas global menguat memasuki perdagangan sesi Amerika Serikat (AS) Rabu (11/12/2019), meski demikian pergerakannya masih belum besar.
Pada pukul 20:57 WIB Rabu (11/12/2019), emas diperdagangkan di level US$ 1,467,31/troy ons, menguat 0,23% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Rentang pergerakan emas pada hari berada di kisaran US$ 1.462,04-1.468,2/troy ons, tergolong sempit sama dengan dua hari terakhir.
Bahkan harga emas kini berisiko berbalik melemah di penghujung perdagangan sesi AS akibat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan mengumumkan kebijakan moneter Kamis (12/12/2019) dini hari.
Kali terakhir mengumumkan suku bunga, Gubernur The Fed Jerome Powell mengatakan periode pemangkasan suku bunga sudah berakhir. Suku bunga tidak akan lagi di pangkas, kecuali perekonomian AS memburuk.
Data ekonomi yang dirilis belakangan ini mendukung sikap The Fed tersebut. Data tenaga kerja AS yang dirilis Jumat (6/12/2019) lalu terbilang impresif. Data ini menjadi salah satu acuan The Fed dalam menetapkan suku bunga.
Belum lagi melihat data pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) AS di kuartal III-2019 yang pada pembacaan kedua direvisi menjadi 2,1% dari pembacaan pertama 1,9%.
The Fed hampir pasti akan mempertahankan suku bunga acuannya (Federal Funds Rate/FFR) di level 1,5-1,75% kali ini. Selain data ekonomi belakangan yang mendukung, piranti FedWatch milik CME Group juga menunjukkan probabilitas pemangkasan suku bunga kali ini sebesar 0% alias tidak ada sama sekali.
Namun, pelaku pasar akan menanti konferensi pers The Fed untuk melihat proyeksi perekonomian AS serta suku bunga di tahun 2020. Jika The Fed semakin optimistis perekonomian AS terus akan membaik, dan menutup ruang untuk kembali memangkas suku bunga, emas berisiko rontok.
Meski risiko penurunan hari ini cukup besar, harga emas malah diprediksi bisa kembali menguat ke US$ 1.600/troy ons dalam tiga sampai dua belas bulan ke depan oleh bank investasi ternama, Goldman Sachs.
Menurut analis Goldman Sachs, Mikhail Sprogis, harga emas masih akan mencapai level US$ 1.600/troy ons meski pertumbuhan ekonomi global membaik. Alasannya ketika perekonomian global bangkit, maka mata uang utama lain juga akan menguat melawan dolar AS. Mata uang emerging market di Asia juga diprediksi menguat melawan greenback.
Harga emas dibanderol dengan dolar AS, ketika mata uang Paman Sam ini melemah maka harga emas akan menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, efeknya permintaan bisa meningkat.
Setelah Goldman, UBS Group AG juga memprediksi emas akan mencapai level yang belum pernah disentuh sejak Mei 2013 itu. UBS melihat Pemilihan Umum (Pemilu) AS pada tahun 2020 bisa memicu volatilitas emas. Selain itu sikap Presiden Trump yang sering berubah-ubah juga dapat memicu kenaikan harga emas.
"Siapa yang tahu apa yang akan dilakukan Presiden Trump selanjutnya, ia telah mengejutkan kita berulang kali. Kita juga akan melaksanakan Pemilu Presiden, jadi volatilitas di pasar akan tinggi, dan banyak noise" kata analis komoditas UBS, Giovanni Staunovo, sebagaimana dilansir Bloomberg.
Selain Goldman dan UBS, BlackRock Inc, money manager terbesar di dunia, juga masih memberikan outlook konstruktif bagi emas sebagai aset lindung nilai. - PT Kontak Perkasa Futures
Pada pukul 20:57 WIB Rabu (11/12/2019), emas diperdagangkan di level US$ 1,467,31/troy ons, menguat 0,23% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Rentang pergerakan emas pada hari berada di kisaran US$ 1.462,04-1.468,2/troy ons, tergolong sempit sama dengan dua hari terakhir.
Bahkan harga emas kini berisiko berbalik melemah di penghujung perdagangan sesi AS akibat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan mengumumkan kebijakan moneter Kamis (12/12/2019) dini hari.
Kali terakhir mengumumkan suku bunga, Gubernur The Fed Jerome Powell mengatakan periode pemangkasan suku bunga sudah berakhir. Suku bunga tidak akan lagi di pangkas, kecuali perekonomian AS memburuk.
Data ekonomi yang dirilis belakangan ini mendukung sikap The Fed tersebut. Data tenaga kerja AS yang dirilis Jumat (6/12/2019) lalu terbilang impresif. Data ini menjadi salah satu acuan The Fed dalam menetapkan suku bunga.
Belum lagi melihat data pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) AS di kuartal III-2019 yang pada pembacaan kedua direvisi menjadi 2,1% dari pembacaan pertama 1,9%.
The Fed hampir pasti akan mempertahankan suku bunga acuannya (Federal Funds Rate/FFR) di level 1,5-1,75% kali ini. Selain data ekonomi belakangan yang mendukung, piranti FedWatch milik CME Group juga menunjukkan probabilitas pemangkasan suku bunga kali ini sebesar 0% alias tidak ada sama sekali.
Namun, pelaku pasar akan menanti konferensi pers The Fed untuk melihat proyeksi perekonomian AS serta suku bunga di tahun 2020. Jika The Fed semakin optimistis perekonomian AS terus akan membaik, dan menutup ruang untuk kembali memangkas suku bunga, emas berisiko rontok.
Meski risiko penurunan hari ini cukup besar, harga emas malah diprediksi bisa kembali menguat ke US$ 1.600/troy ons dalam tiga sampai dua belas bulan ke depan oleh bank investasi ternama, Goldman Sachs.
Menurut analis Goldman Sachs, Mikhail Sprogis, harga emas masih akan mencapai level US$ 1.600/troy ons meski pertumbuhan ekonomi global membaik. Alasannya ketika perekonomian global bangkit, maka mata uang utama lain juga akan menguat melawan dolar AS. Mata uang emerging market di Asia juga diprediksi menguat melawan greenback.
Harga emas dibanderol dengan dolar AS, ketika mata uang Paman Sam ini melemah maka harga emas akan menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, efeknya permintaan bisa meningkat.
Setelah Goldman, UBS Group AG juga memprediksi emas akan mencapai level yang belum pernah disentuh sejak Mei 2013 itu. UBS melihat Pemilihan Umum (Pemilu) AS pada tahun 2020 bisa memicu volatilitas emas. Selain itu sikap Presiden Trump yang sering berubah-ubah juga dapat memicu kenaikan harga emas.
"Siapa yang tahu apa yang akan dilakukan Presiden Trump selanjutnya, ia telah mengejutkan kita berulang kali. Kita juga akan melaksanakan Pemilu Presiden, jadi volatilitas di pasar akan tinggi, dan banyak noise" kata analis komoditas UBS, Giovanni Staunovo, sebagaimana dilansir Bloomberg.
Selain Goldman dan UBS, BlackRock Inc, money manager terbesar di dunia, juga masih memberikan outlook konstruktif bagi emas sebagai aset lindung nilai. - PT Kontak Perkasa Futures
Sumber : cnbcindonesia.com
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 1:36 PM
Post a Comment