David Abraham: "Islam dan Yahudi itu Bersaudara"

Written By Kontak Perkasa Futures on Monday, April 17, 2017 | 9:21 AM

PT Kontak Perkasa - Lelaki itu menunggu saya di ruangan kerjanya di lantai 10 Prince Center Building, Jalan Jenderal Sudirman Kav 3-4, Jakarta Pusat, Kamis siang pekan lalu (30/3). Hidungnya mancung, wajahnya mirip keturunan Arab, tapi siapa sangka, dalam darahnya mengalir keturunan Yahudi asal Bagdad, Irak.

Nama lelaki itu David Abraham. Ia pengacara berdarah Yahudi kelahiran Surabaya, Jawa Timur, dan secara terang-terangan juga penganut Yudaisme. Bagi Abraham, tak perlu ada yang ditutup-tutupi dari nenek moyangnya. Baginya, dilahirkan dari darah Yahudi merupakan bagian dari wajah keberagaman penganut-penganut agama di Indonesia.

Mengaku diri sebagai Yahudi tentu perkara sensitif di Indonesia, negara berpenduduk mayoritas muslim, lantaran kekerasan negara masih sering berkecamuk di Jalur Gaza dan Tepi Barat, wilayah Palestina yang diduduki Israel. Abraham salah seorang yang saya kenal dari keturunan Yahudi yang mau membuka identitas. Bahkan ia tak mempermasalahkan jika profesi dan fotonya dipublikasikan. Sepanjang perbincangan, Abraham mengaku tak pernah mengalami intimidasi. Ia berkawan baik dengan sesama muslim bahkan dengan banyak orang dari pelbagai latar belakang, ras, agama, dan budaya.

“Islam sama Yahudi itu adalah dua agama yang paling dekat,” kata Abraham. “Kalau saya melihat, sebenarnya, dua agama yang paling dekat ini Yahudi dan Islam.”

Saya berbincang mengenai salah satu identitas yang tersampir pada diri David Abraham, sejarah keluarganya, serta pandangannya tentang hubungan antar-agama di Indonesia dari sudut pandang salah satu komunitas yang paling minoritas. Wawancara berlangsung selama 90 menit dan, sambil berbincang, tiga kali ponselnya berdering. Di akhir perbincangan, seraya mengantarkan saya hingga ke pintu kantor, saya dikenalkan dengan putrinya yang ayu.

“Ini anak saya, dia campuran Yahudi dan Jawa,” kata Abraham seraya tertawa.

Di tengah sensitifnya keturunan Yahudi di Indonesia, Anda secara terang-terangan berani membuka identitas, apa alasannya?

Sebenarnya (alasan) pertama, kebanyakan teman-teman saya muslim. Istri saya muslimah.

Islam sama Yahudi itu adalah dua agama yang paling dekat. Ritual-ritualnya, larangannya, seperti contoh sunat, menyembelih binatang secara halal, air wudu. Tentunya Yahudi, karena Perjanjian Lama, justru larangannya lebih banyak dari Islam.

Kalau di Islam, yang haram makan babi, makan kodok itu makruh. Kalau di Yahudi itu juga sama dilarang, tetapi larangannya paling banyak.

Kalau lihat keturunannya juga, (sama-sama) dari Nabi Ibrahim. Kalau di Yahudi disebut Abraham, punya anak salah satunya Ismail.

Kalau saya lihat, Taurat, Injil, dan Alquran itu kan sebetulnya tidak bisa dipisahkan. Ketiganya agama Samawi. Yahudi, Nasrani, dan Islam. Jadi bagi saya tidak ada masalah. Teman-teman saya mayoritas muslim dan saudara istri saya juga muslim.

Saya sendiri kalau ke luar negeri bersama teman-teman saya yang muslim, seperti di Eropa, prinsipnya, mereka belum mau makan kalau saya belum makan. Jadi dua agama yang dekat sekali, tetapi seakan-akan dibuat bermusuhan, yang sebetulnya tidak.

Indonesia ini negara yang multi-agama, multi-ras. Jadi saya hanya satu bagian dari masyarakat Indonesia. Makanya, meski saya merasa sebagai keturunan Yahudi, tetapi nomor satu saya tetap orang Indonesia. Kalau soal Yahudi itu keturunan. Saya merasa tidak perlu ada yang ditutupi, kenapa harus ditutupi? Sebab itu saya terbuka saja.

Apakah pernah mengalami intimidasi?


Sama sekali tidak. Saya bahkan melihat banyak juga yang simpatik. Kalau saya mengatakan keturunan Yahudi, banyak yang simpatik. Saya tidak melihat ada keharusan menyembunyikan diri. Kenapa? Indonesia ini, kan, negara dari berbagai agama, berbagai suku, jadi saya melihat tidak ada keharusan menyembunyikan itu.

Sejak kapan Anda membuka diri keturunan Yahudi?

Saya sejak SD di Surabaya. Teman saya tahu saya keturunan Yahudi. Tidak ada masalah.

Bisa dijelaskan silsilah keluarga Anda?

Saat permulaan Perang Dunia Satu, banyak orang-orang Yahudi diusir dari negara-negara Arab. Jadi saya keturunan Yahudi yang berasal dari Arab. Nenek saya, kakek saya, meninggal di Surabaya. Mereka semua berasal dari Irak, Bagdad. Bahasa Arab saya pintar, bahasa Jawa pintar.

Saya sendiri merasa tetap sebagai orang Indonesia. Ini mutlak, tidak bisa ditawar. Saya lahir di Surabaya termasuk juga orangtua saya, mereka lahir di sini, di Indonesia.

Ada berapa keturunan Yahudi yang Anda ketahui?

Kalau keturunan yang berkewarganegaraan Indonesia itu tidak banyak. Mungkin sekitar 200 orang. Justru yang banyak itu yang ekspatriat, bule-bule.

Dari 200-an orang itu, termasuk juga di Manado dan Surabaya?

Iya. Berdarah Yahudi tapi warga negara Indonesia. Yahudi ini harus kita bedakan. Jadi ada yang rasnya Yahudi, lahir dari keturunan Yahudi dan memeluk agama Yahudi. Tapi ada juga yang lahir dari keturunan Yahudi tetapi memeluk agama Islam atau agama Kristen seperti di tempat Rabi Tovia Singer.

Bagaimana Anda menjalankan ibadah mengingat tidak ada sinagoga di Jakarta?

Iya. Sebetulnya yang namanya tempat ibadah di Jakarta itu tidak ada, karena tidak ada konsentrasi umat Yahudi di Jakarta. Sehingga ketika ingin membangun rumah ibadah, sinagoga, ia tidak seimbang dengan orang yang akan beribadah. Tapi di Jakarta itu ada seorang Rabi, pemuka agama Yahudi, namanya Tovia Singer itu. Seminggu sekali, setiap hari Sabat, melaksanakan ibadah. Kalau saya sempat, saya kesana.

Di sana ada banyak (penganut Yahudi), bahkan ada juga yang lahir bukan dari seorang Yahudi. Ada yang Indonesia, ada yang Cina, dan sebagainya.

Apakah Anda ingin agama Yahudi diakui di Indonesia?

Ya pengin, sih. Saya pribadi sebetulnya ingin agama Yahudi diakui di Indonesia. Untuk melakukan hal itu kan butuh tenaga. Kalau kita mengajukan permohonan, sebenarnya, kan, sesuai Undang-Undang Dasar.

Bagaimana soal kebutuhan alat-alat ibadah saat menjalankan agama Anda?

Sebenarnya (alat ibadah) tidak harus dari Israel. Amerika bisa. Australia bisa. Singapura juga begitu. Di mana pun asalkan ada komunitas Yahudi yang besar.

Bagaimana Anda memandang konflik di Jalur Gaza?

Itu tidak ada hubungannya dengan agama. Itu murni masalah rebutan tanah. Konflik itu sumbernya ekonomi, politik.

Dan kenapa rebutan tanah? Kalau kita lihat, Yerusalem itu, kan, kota suci, kota suci tiga agama. Menurut saya, bisa dilakukan negosiasi yang adil bagi semua pihak. Karena kalau kita lihat di Taurat, itu memang tanah perjanjian, diperuntukkan bagi Bani Israil. Jadi orang Israel merasa berhak, orang Palestina juga merasa berhak. Kenapa? Karena orang Yahudi pernah diusir dari situ, ya kan?

Saya terakhir ke Israel tahun 2009, dengan beberapa teman dari Pertamina. Ada yang Islam, ada yang Kristen. Kami keliling di sana, dan saya merasakan hal yang luar biasa karena tempat itu adalah pusat sejarah agama samawi. Saya berharap bukan hanya di Jalur Gaza, tetapi seluruh dunia, saya berharap, bisa damai. Termasuk juga di Suriah. Kita lihat Irak, saya sedih. Anak-anak kecil jadi korban, namanya perang...  

Apa yang Anda rasakan saat kali pertama ke Yerusalem?

Mengerti merinding, enggak? Masjidil Aqsa, Tembok Ratapan, Gereja Kristus, tiga ini berdempetan. Saya melihat di pasar, di kota tua Yerusalem, orang Yahudi pakai kipah, orang Islam pakai peci, terlihat baik-baik saja, (seakan) tidak ada masalah.

Masalahnya sebenarnya apa? Ada pemikiran-pemikiran bahwa orang Yahudi itu harus diusir dari situ, harus dibinasakan. Kalau ada yang berpikiran seperti itu, itulah yang menjadi muara konflik. Ini yang menjadi permasalahan. Tapi ini masalah yang seharusnya bisa diselesaikan oleh dunia internasional. Harusnya bisa diselesaikan.

Bagaimana Anda melihat toleransi di Indonesia?

Toleransi di Indonesia itu paling terbaik di dunia, ya kan? Saya kalau jalan dengan Rabi Tovia Singer itu, dia akan pakai kipah. Dia bilang dengan saya, belum tentu saya berani pakai kipah di Eropa, karena orang Eropa banyak yang anti-Yahudi, sampai orang Yahudi pernah dibantai pada Perang Dunia Dua.

Kalau Anda tahu, Israel itu ngotot banget mau membuka hubungan (dagang) dengan Indonesia. Karena apa? Karena Israel, teknologinya sangat maju. Kita ibaratkan, itu tanah kering bisa jadi hijau, itu kan bisa dimanfaatkan oleh Indonesia. Jadi bagi Indonesia ini sangat berguna.

Ada teman saya yang pejabat di KBRI Singapura, ia berteman baik dengan pejabat Israel di sana. Sebenarnya individu-individu ini tidak ada masalah. Ini saya lihat solidaritas saja. Seperti negara-negara Arab, sudah banyak yang membuka hubungan dengan Israel. Walaupun cuap-cuap, tetapi tetap menjalin hubungan dengan Israel.

Penasihat Raja Maroko orang Yahudi. Yordania buka hubungan diplomatik. Mesir dan Turki buka hubungan diplomatik. Kalau mereka bisa, kenapa kita (Indonesia) tidak bisa?

Solidaritas dengan Palestina dan sesuai UUD 1945, kita harus tenggang rasa sesama umat Islam. Tapi bukan (karena melihat Israel) kita tidak bisa tampil di pentas dunia untuk menyelesaikan masalah antara Palestina dan Israel.

Larangan hubungan dagang sudah dicabut, tapi banyak investasi Israel di Indonesia yang ditolak?

Sekarang saya lihat begini: Alat-alat militer Indonesia kebanyakan dari Israel, lewat negara ketiga. Jadi dari Israel dikirim misalnya ke Inggris, dari sana baru dikirim ke Indonesia. Ini harganya sudah tiga kali lipat. Jadi memang, ada yang diuntungkan dengan keadaan ini.

Israel memang negara kecil, tetapi memang menang di teknologi. Nah, itu harusnya kita manfaatkan, dong. Israel mau banget menjalin hubungan (dagang) dengan Indonesia.

Tetapi Kalau kita membuka hubungan, kita seakan-akan merestui pendudukan tanah Palestina - PT Kontak Perkasa
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 9:21 AM
Share this article :

Post a Comment

 
Copyright © 2011. PT.Kontak perkasa Futures Yogyakarta All Rights Reserved
Disclaimer : Semua Market Reviews atau News di blog ini hanya sebagai pendukung analisa,
keputusan transaksi atau pengambilan harga sepenuhnya ditentukan oleh nasabah sendiri.
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger