Powered by Blogger.
Latest Post
8:46 AM
Ketika Perempuan Lebih Religius daripada Pria
Written By Kontak Perkasa Futures on Thursday, May 4, 2017 | 8:46 AM
Kontak Perkasa Futures - Kehadiran perempuan sering digambarkan hanya sebagai sosok di sekitar para tokoh utama agama-agama besar dunia. Dari Siti Hajar, Maria Magdalena, sampai Siti Khadijah. Pengecualian barangkali muncul melalui sosok Mary atau Maryam, ibunda Yesus, yang mendapat tempat yang luhung dalam teologi Kristen. Selain itu terdapat juga sosok Dewi Kwan Im dalam kepercayaan orang-orang Cina.
Namun dalam sejarah agama-agama besar dunia, sosok paling berpengaruh dalam agama adalah para pria. Ibrahim, Musa, Isa, Siddhartha Gautama, Konfusius sampai Muhammad. Penerus-penerusnya, baik pastur, pendeta, rahib, biksu, sampai dengan ulama rata-rata adalah pria.
Kendati demikian, dalam soal kesetiaan pada ajaran agama, perempuan dipercaya lebih religius. Dugaan mengenai perempuan cenderung lebih religius telah muncul sekitar 1930-an sampai dengan 1940-an. Alasannya, pada periode tersebut, karena perang baik Perang Dunia Kedua maupun perang kemerdekaan di berbagai negara dunia ketiga membuat lebih banyak perempuan berangkat ke tempat ibadat untuk mendoakan suami, ayah, atau anak laki-lakinya yang berangkat ke medan perang.
Akan tetapi, penelitian saat itu masih belum cukup kuat karena memang para pria tidak berada di negara masing-masing untuk paling tidak mengimbangi jumlah perempuan yang berangkat ke tempat ibadat untuk berdoa. Apalagi survei tersebut memang menggunakan Amerika Serikat (AS) sebagai sampelnya.
Masalahnya, beberapa dekade kemudian, di negara yang sama, hasil survei yang dilakukan PEW Research Center pada 2014 masih menunjukkan gejala persis sama dengan asumsi pada periode 1930-1940-an. Saat ini, perempuan Amerika lebih banyak menganggap agama “sangat penting” dalam kehidupan. Sekitar 60% perempuan Kristen AS merupakan umat Kristen yang taat. Coba bandingkan dengan 47% pria Kristen AS yang taat, dan sisa 53%-nya hanya pria "Kristen KTP".
Hasil ini semakin ditegaskan pada survei global. Perkembangan jumlah ateis dan agnostik di masa depan yang akan semakin meningkat rata-rata disumbang oleh para pria daripada perempuan. Pada penelitian di 192 negara menunjukkan bahwa 55% dari ateis atau agnostik adalah pria dan sisanya adalah perempuan. Angka ini menunjukkan bahwa rata-rata perempuan masih enggan untuk tidak berafiliasi dengan agama apapun dibandingkan pria (baca: Siasat Menjadi Ateis di Lingkungan (Imigran) Muslim).
Yang perlu disorot lebih lanjut adalah, dalam agama Kristen, kategori seorang penganut yang taat salah satu indikatornya adalah tingkat kehadiran di gereja dalam ibadat mingguan. Jika mengacu pada hal yang sama, hal ini tidak berlaku bagi penganut agama Islam dan Yahudi. Dua agama ini punya tingkat kehadiran pada ibadat bersifat publik lebih tinggi bagi pria dibandingkan perempuan.
Kewajiban pria Muslim untuk salat Jumat dan tradisi Yahudi Ortodoks yang tidak menghitung kehadiran perempuan dalam upacara Bar Mitzvah, membuat standar yang digunakan jadi sedikit berbeda. Ini belum lagi dengan keutamaan seorang pria Muslim untuk salat lima waktu di masjid dan tidak terlalu mengutamakannya bagi perempuan. Artinya perempuan Muslim bisa memenuhi kewajiban ini secara privat, baik di dalam masjid dengan keadaan yang terpisah dari jamaah pria maupun tidak di masjid. Bahkan dalam beberapa hadis, kehadiran perempuan Muslim bisa menjadi makruh untuk salat jumat.
Secara global tingkat kehadiran mingguan ini pun punya tingkat penilaian yang beragam. Dari 81 negara yang disurvei Pew Research Center pada periode 2008-2015, 30 negara menyatakan bahwa tingkat kehadiran perempuan di tempat ibadah memang lebih banyak. Di 28 negara berikutnya, pria menghadiri tempat ibadah lebih sering, dan di 23 negara yang tersisa, antara perempuan dan pria tidak memiliki perbedaan cukup signifikan.
Data di atas memungkinkan anggapan bahwa (setidaknya di) 30 negara dengan perempuan lebih banyak hadir di tempat ibadat adalah negara-negara dengan mayoritas penduduk beragama Kristen, seperti Amerika Serikat dan negara-negara Amerika Latin. Sedangkan 28 negara dengan pria yang menghadiri tempat ibadat lebih sering merupakan negara-negara dengan mayoritas Muslim seperti Libya, Turki, Maroko, atau Irak. Sedangkan 23 negara yang tersisa merupakan negara yang tidak memiliki jumlah penganut agama dengan tingkat mayoritas mutlak, seperti Australia, Cina, Jepang, dan Perancis.
Problemnya, tingkat religiusitas tidak bisa melulu mendasarkan pada tingkat kehadiran ke tempat ibadah. Subordinasi perempuan dalam tata kehidupan yang kuat dipengaruhi patriarki jelas membatasi kehadiran perempuan di tempat-tempat terbuka di luar rumah. Kecenderungan untuk memandang negatif perempuan yang beraktifitas di luar rumah kian menyulitkan menilai religiusitas perempuan jika diukur dari kehadiran mereka di tempat-tempat ibadat.
Tidak mungkin menafikan, misalnya, intensitas doa harian sampai tingkat keimanan pada hal-hal sakral dari ajaran pada agama yang dianut. Dari sisi ini, tingkat religiusitas perempuan kemudian dipercaya lebih besar dari sekadar hasil survei kehadiran di tempat ibadat.
Hal ini bisa dibaca dari tingkat kehadiran perempuan Kristen dunia yang mencapai 53% ke gereja, bersinergi dengan doa harian mereka yang dipanjatkan oleh 61% perempuan Kristen dunia. Berikut juga dengan tingkat kepercayaan kepada surga (91%), neraka (78%), sampai degan kepercayaan kepada malaikat (88%). Sebaliknya, hal yang berbeda terjadi dengan umat Muslim.
Sekalipun 70% pria Muslim dunia selalu menghadiri salat Jumat, sedangkan salat wajib dan sunah mereka lakukan di tempat privat sebanyak 71% dari total populasi. Sedangkan angka perempuan Muslim yang melakukan salat wajib dan sunah mencapai 72% atau selisih 1% lebih banyak dibandingkan pria.
Sekilas, selisihnya memang tidak terlihat banyak, Akan tetapi, karena tingkat kehadiran mereka di masjid hanya 42% dari total populasi perempuan muslim. Maka selisih ini menunjukkan bahwa di ruang privat, perempuan Muslim lebih intens melakukan aktifitas keagamaan, bahkan jika dibandingkan dengan ketaatan pria Muslim di ruang publik - Kontak Perkasa Futures
Sumber:tirto.id
Namun dalam sejarah agama-agama besar dunia, sosok paling berpengaruh dalam agama adalah para pria. Ibrahim, Musa, Isa, Siddhartha Gautama, Konfusius sampai Muhammad. Penerus-penerusnya, baik pastur, pendeta, rahib, biksu, sampai dengan ulama rata-rata adalah pria.
Kendati demikian, dalam soal kesetiaan pada ajaran agama, perempuan dipercaya lebih religius. Dugaan mengenai perempuan cenderung lebih religius telah muncul sekitar 1930-an sampai dengan 1940-an. Alasannya, pada periode tersebut, karena perang baik Perang Dunia Kedua maupun perang kemerdekaan di berbagai negara dunia ketiga membuat lebih banyak perempuan berangkat ke tempat ibadat untuk mendoakan suami, ayah, atau anak laki-lakinya yang berangkat ke medan perang.
Akan tetapi, penelitian saat itu masih belum cukup kuat karena memang para pria tidak berada di negara masing-masing untuk paling tidak mengimbangi jumlah perempuan yang berangkat ke tempat ibadat untuk berdoa. Apalagi survei tersebut memang menggunakan Amerika Serikat (AS) sebagai sampelnya.
Masalahnya, beberapa dekade kemudian, di negara yang sama, hasil survei yang dilakukan PEW Research Center pada 2014 masih menunjukkan gejala persis sama dengan asumsi pada periode 1930-1940-an. Saat ini, perempuan Amerika lebih banyak menganggap agama “sangat penting” dalam kehidupan. Sekitar 60% perempuan Kristen AS merupakan umat Kristen yang taat. Coba bandingkan dengan 47% pria Kristen AS yang taat, dan sisa 53%-nya hanya pria "Kristen KTP".
Hasil ini semakin ditegaskan pada survei global. Perkembangan jumlah ateis dan agnostik di masa depan yang akan semakin meningkat rata-rata disumbang oleh para pria daripada perempuan. Pada penelitian di 192 negara menunjukkan bahwa 55% dari ateis atau agnostik adalah pria dan sisanya adalah perempuan. Angka ini menunjukkan bahwa rata-rata perempuan masih enggan untuk tidak berafiliasi dengan agama apapun dibandingkan pria (baca: Siasat Menjadi Ateis di Lingkungan (Imigran) Muslim).
Yang perlu disorot lebih lanjut adalah, dalam agama Kristen, kategori seorang penganut yang taat salah satu indikatornya adalah tingkat kehadiran di gereja dalam ibadat mingguan. Jika mengacu pada hal yang sama, hal ini tidak berlaku bagi penganut agama Islam dan Yahudi. Dua agama ini punya tingkat kehadiran pada ibadat bersifat publik lebih tinggi bagi pria dibandingkan perempuan.
Kewajiban pria Muslim untuk salat Jumat dan tradisi Yahudi Ortodoks yang tidak menghitung kehadiran perempuan dalam upacara Bar Mitzvah, membuat standar yang digunakan jadi sedikit berbeda. Ini belum lagi dengan keutamaan seorang pria Muslim untuk salat lima waktu di masjid dan tidak terlalu mengutamakannya bagi perempuan. Artinya perempuan Muslim bisa memenuhi kewajiban ini secara privat, baik di dalam masjid dengan keadaan yang terpisah dari jamaah pria maupun tidak di masjid. Bahkan dalam beberapa hadis, kehadiran perempuan Muslim bisa menjadi makruh untuk salat jumat.
Secara global tingkat kehadiran mingguan ini pun punya tingkat penilaian yang beragam. Dari 81 negara yang disurvei Pew Research Center pada periode 2008-2015, 30 negara menyatakan bahwa tingkat kehadiran perempuan di tempat ibadah memang lebih banyak. Di 28 negara berikutnya, pria menghadiri tempat ibadah lebih sering, dan di 23 negara yang tersisa, antara perempuan dan pria tidak memiliki perbedaan cukup signifikan.
Data di atas memungkinkan anggapan bahwa (setidaknya di) 30 negara dengan perempuan lebih banyak hadir di tempat ibadat adalah negara-negara dengan mayoritas penduduk beragama Kristen, seperti Amerika Serikat dan negara-negara Amerika Latin. Sedangkan 28 negara dengan pria yang menghadiri tempat ibadat lebih sering merupakan negara-negara dengan mayoritas Muslim seperti Libya, Turki, Maroko, atau Irak. Sedangkan 23 negara yang tersisa merupakan negara yang tidak memiliki jumlah penganut agama dengan tingkat mayoritas mutlak, seperti Australia, Cina, Jepang, dan Perancis.
Problemnya, tingkat religiusitas tidak bisa melulu mendasarkan pada tingkat kehadiran ke tempat ibadah. Subordinasi perempuan dalam tata kehidupan yang kuat dipengaruhi patriarki jelas membatasi kehadiran perempuan di tempat-tempat terbuka di luar rumah. Kecenderungan untuk memandang negatif perempuan yang beraktifitas di luar rumah kian menyulitkan menilai religiusitas perempuan jika diukur dari kehadiran mereka di tempat-tempat ibadat.
Tidak mungkin menafikan, misalnya, intensitas doa harian sampai tingkat keimanan pada hal-hal sakral dari ajaran pada agama yang dianut. Dari sisi ini, tingkat religiusitas perempuan kemudian dipercaya lebih besar dari sekadar hasil survei kehadiran di tempat ibadat.
Hal ini bisa dibaca dari tingkat kehadiran perempuan Kristen dunia yang mencapai 53% ke gereja, bersinergi dengan doa harian mereka yang dipanjatkan oleh 61% perempuan Kristen dunia. Berikut juga dengan tingkat kepercayaan kepada surga (91%), neraka (78%), sampai degan kepercayaan kepada malaikat (88%). Sebaliknya, hal yang berbeda terjadi dengan umat Muslim.
Sekalipun 70% pria Muslim dunia selalu menghadiri salat Jumat, sedangkan salat wajib dan sunah mereka lakukan di tempat privat sebanyak 71% dari total populasi. Sedangkan angka perempuan Muslim yang melakukan salat wajib dan sunah mencapai 72% atau selisih 1% lebih banyak dibandingkan pria.
Sekilas, selisihnya memang tidak terlihat banyak, Akan tetapi, karena tingkat kehadiran mereka di masjid hanya 42% dari total populasi perempuan muslim. Maka selisih ini menunjukkan bahwa di ruang privat, perempuan Muslim lebih intens melakukan aktifitas keagamaan, bahkan jika dibandingkan dengan ketaatan pria Muslim di ruang publik - Kontak Perkasa Futures
Sumber:tirto.id
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 8:46 AM
9:24 AM
Manfaat Bercinta untuk Pria
Written By Kontak Perkasa Futures on Wednesday, May 3, 2017 | 9:24 AM
PT Kontak Perkasa Futures, Yogyakarta - Para ahli percaya mereka yang sering bercinta secara signifikan memiliki tingkat imunoglobulin (IgA) lebih tinggi. Sistem kekebalan IgA ini merupakan garda pertama pertahanan tubuh dalam menangkal penyakit. Sebab itu, Anda perlu memastikan melakukan kegiatan seksual setidaknya dua kali dalam seminggu.
Manfaat bercinta ternyata cukup banyak. Bercinta baik untuk kesehatan -terutama untuk pria, karena dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh, membuat panjang umur, juga memancarkan aura. Adapun bagi wanita, bercinta membantu memperlancar siklus haid dan membuat perasaan bahagia. Berikut ini beberapa manfaat bercinta untuk kesehatan pria, seperti dikutip dari Boldsky:
1. Mengurangi risiko kanker
Ejakulasi dapat membersihkan racun dalam prostat yang akan melindungi Anda dari kanker prostat.
2. Tidur berkualitas
Bercinta membantu mengendurkan otot-otot dalam tubuh. Setelah bercinta, Anda akan merasa lebih tenang dan nyaman kemudian tertidur. Bercinta juga membantu mengatasi gangguan tidur.
3. Bikin subur
Bercinta secara teratur baik untuk pria karena membantu kesuburan. Penelitian menunjukkan lebih dari seminggu tanpa bercinta akan berdampak negatif terhadap bentuk dan gerakan sperma.
4. Penangkal sakit jantung
Pria yang bercinta secara teratur berpeluang 45 persen lebih sedikit terkena risiko penyakit jantung, dibandingkan dengan pria yang tidak teratur bercinta.
5. Melatih otot
Bercinta membantu meningkatkan denyut jantung dan membuat kalori terbakar, serta memperkuat otot.
6. Ikatan cinta kian kuat
Rutin bercinta meningkatkan kemesraan dengan pasangan.
7. Menghilangkan stres
Bercinta membantu tubuh Anda melepaskan stres secara alami, sehingga lebih rileksdan meningkatkan perasaan senang.
8. Baik untuk otak
Bercinta membantu meningkatkan kemampuan otak pada pria. Hal ini juga meningkatkan produksi neuron di hippocampus pada otak.
9. Menghilangkan rasa sakit
Bercinta bermanfaat bagi pria karena membantu menghilangkan rasa sakit. Jika Anda seorang atlet, pastikan bercinta setidaknya dua kali dalam seminggu untuk menjaga tubuh tetap bugar.
10. Menurunkan tensi darah
Kebanyakan pria menderita tekanan darah tinggi. Namun, bercinta secara teratur baik untuk kesehatan karena dapat membantu menjaga tekanan darah tetap terkendali - PT Kontak Perkasa Futures
Sumber:cantik.tempo
Manfaat bercinta ternyata cukup banyak. Bercinta baik untuk kesehatan -terutama untuk pria, karena dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh, membuat panjang umur, juga memancarkan aura. Adapun bagi wanita, bercinta membantu memperlancar siklus haid dan membuat perasaan bahagia. Berikut ini beberapa manfaat bercinta untuk kesehatan pria, seperti dikutip dari Boldsky:
1. Mengurangi risiko kanker
Ejakulasi dapat membersihkan racun dalam prostat yang akan melindungi Anda dari kanker prostat.
2. Tidur berkualitas
Bercinta membantu mengendurkan otot-otot dalam tubuh. Setelah bercinta, Anda akan merasa lebih tenang dan nyaman kemudian tertidur. Bercinta juga membantu mengatasi gangguan tidur.
3. Bikin subur
Bercinta secara teratur baik untuk pria karena membantu kesuburan. Penelitian menunjukkan lebih dari seminggu tanpa bercinta akan berdampak negatif terhadap bentuk dan gerakan sperma.
4. Penangkal sakit jantung
Pria yang bercinta secara teratur berpeluang 45 persen lebih sedikit terkena risiko penyakit jantung, dibandingkan dengan pria yang tidak teratur bercinta.
5. Melatih otot
Bercinta membantu meningkatkan denyut jantung dan membuat kalori terbakar, serta memperkuat otot.
6. Ikatan cinta kian kuat
Rutin bercinta meningkatkan kemesraan dengan pasangan.
7. Menghilangkan stres
Bercinta membantu tubuh Anda melepaskan stres secara alami, sehingga lebih rileksdan meningkatkan perasaan senang.
8. Baik untuk otak
Bercinta membantu meningkatkan kemampuan otak pada pria. Hal ini juga meningkatkan produksi neuron di hippocampus pada otak.
9. Menghilangkan rasa sakit
Bercinta bermanfaat bagi pria karena membantu menghilangkan rasa sakit. Jika Anda seorang atlet, pastikan bercinta setidaknya dua kali dalam seminggu untuk menjaga tubuh tetap bugar.
10. Menurunkan tensi darah
Kebanyakan pria menderita tekanan darah tinggi. Namun, bercinta secara teratur baik untuk kesehatan karena dapat membantu menjaga tekanan darah tetap terkendali - PT Kontak Perkasa Futures
Sumber:cantik.tempo
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 9:24 AM
9:42 AM
Kartini dan Kesetaraan Gender dalam Sawit Indonesia
Written By Kontak Perkasa Futures on Tuesday, May 2, 2017 | 9:42 AM
PT Kontak Perkasa - Perjuangan Raden Ajeng Kartini di masa lalu sukses menghasilkan pemimpin perempuan Indonesia yang telah membuktikan kiprahnya dalam berkarya di negeri tercinta maupun di tingkat internasional, salah satunya dalam sektor atau komoditas sawit.
Dalam rangka menyambut Hari Kartini, empat perempuan hebat Indonesia yang aktif terlibat dalam komoditas sawit berbagi buah pikiran dan berdiskusi mengenai tantangan dan peluang mewujudkan sawit yang berkelanjutan di Indonesia pada kesempatan jumpa pers dan diskusi sawit berkelanjutan yang diadakan oleh IDH-The Sustainable Trade Initiative bersama Thamrin School of Climate Change and Sustainability.
Seperti yang kita ketahui, komoditas sawit merupakan primadona bagi Indonesia sekaligus dalam perdagangan global. Dengan tingkat produktivitas global yang relatif tinggi serta pangsa pasar dan kontribusi sawit di perdagangan minyak nabati dunia meningkat dari 26 ke 42 persen sejak tahun 1980 ke 2014 – komoditas sawit tetap tidak dapat lepas dari sorotan dunia, terutama yang terkait dengan aspek keberlanjutan (sustainability) dengan dampaknya terhadap hutan dan gambut, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), dan kesejahteraan petani kecil.
Selain dampak-dampak tersebut, membicarakan sawit berkelanjutan/lestari akan timpang jika analisa gender belum digunakan dalam proses penerapannya. Ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender dalam perkebunan sawit merupakan salah satu aspek penting yang belum cukup mendapatkan perhatian berbagai pihak. Berbagai isu yang juga perlu diperhatikan adalah mengenai masih sedikitnya informasi tentang bagaimana dampak tata kelola sawit pada perempuan, bagaimana pemenuhan hak atas petani sawit/pekerja sawit perempuan saat terjadi transfer lahan untuk sawit, serta perlakukan terhadap pekerja perempuan di perkebunan sawit.
Diskusi panel yang digelar hari ini mengangkat tema “Percepatan Penerapan Sawit Berkelanjutan: Tantangan dan Peluang di Indonesia”, dan menggarisbawahi bahwa penerapan sawit berkelanjutan di Indonesia telah dan akan terus membantu mengurangi risiko kebakaran hutan dan lahan, mencegah deforestasi dan konversi gambut, sekaligus memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
Hasil Sensus Pertanian tahun 2013 (ST2013) mengungkap fakta menarik, sekitar 23 persen atau 7,4 juta petani di Indonesia adalah perempuan. Dalam target Sustainable Development Goals (SDGs) juga berfokus pada pencapaian kesetaraan gender yang memberdayakan seluruh perempuan, menghentikan diskriminasi terhadap perempuan di mana pun, mengeliminasi segala bentuk kekerasan pada perempuan dalam lingkup publik maupun pribadi, termasuk perdagangan, kekerasan seksual dan segala macam bentuk eksploitasi lainnya.
“Kritikan global terhadap Indonesia bisa dilihat dari kacamata positif perempuan Indonesia yang ingin membangun generasi selalu baik, dan bahwa Indonesia yang bisa memberikan banyak dampat terhadap perdagangan global selalu berbenah diri untuk perbaikan di berbagai aspek produksi minyak sawit dan komoditas unggulan lainnya”, ujar Tiur Rumondang dari Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO).
Sedangkan Diah Suradiredja dari Kehati/ISPO menuturkan, “Masih banyak tantangan untuk membangun aspek berkelanjutan dalam ISPO, apalagi ada indikasi 3,5 juta hektar kebun kelapa sawit di kawasan hutan. Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah melalui memadukan pendekatan lanskap dan peninjauan lapangan secara serius yang merangkum penilaian keanekaragaman hayati sekaligus mekanisme penyelesaian legalitas lahan dan penegakan hukum”.
Nurdiana Darus dari Rainforest Alliance menyampaikan bahwa usaha untuk mencapai kelapa sawit keberlanjutan tidak mungkin dapat tercapai tanpa peran pemerintah, terutama pemerintah daerah. Kolaborasi antara para pengusaha kelapa sawit dengan donor dan organisasi masyarakat sipil hanya bisa mencapai kesuksesan bilamana program-program tersebut dikomandani oleh pemerintah.
"Pemerintah daerah mempunyai peran utama dalam tercapainya target pembangunan yang berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) dan kami melihat pergerakan yang sangat positif dengan adanya delapan kabupaten dari Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi yang telah mempelopori terbentuknya Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) dimana target utama platform tersebut adalah tercapainya pembangunan berimbang antara aspek-aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan,” katanya.
Sementara itu, Desi Kusumadewi dari IDH-The Sustainable Trade Initiative mengungkapkan, “Pendekatan yuridiksi yang dipimpin pemerintah dan didukung oleh seluruh aktor di sepanjang rantai pasok, termasuk pasar, institusi keuangan dan LSM, menciptakan kekuatan yang luar biasa untuk menjadikan yuridiksi tersebut sebagai Verified Sourcing Area minyak sawit berkelanjutan di dunia, sekaligus meraih kesempatan untuk peningkatan perekonomian, kesejatheraan petani dan perlindungan lingkungan."
Melihat sudut pandang yang disampaikan oleh keempat tokoh perempuan pada diskusi ini, masih banyak tantangan kedepan yang harus dibenahi oleh seluruh pihak yang terlibat dalam sektor sawit khususnya dalam upaya penerapan sawit berkelanjutan yang pada akhirnya dapat mengusung kesetaraan dan keadilan gender. Diskusi ini diharapkan juga dapat dijadikan sebagai wadah ‘call for action’ bagi multistakeholders sawit, baik perusahaan, NGO dan pemerintah untuk memaksimalkan upaya membiasakan kesetaraan dan keadilan perempuan dalam percepatan penerapan sawit berkelanjutan.
Langkah-langkah yang sudah dan sedang dilakukan oleh Kartini-Kartini Indonesia di sektor sawit ini sedikit banyak telah mampu memperlihatkan opsi solusi bagi pengembangan sawit yang ramah lingkungan dan sosial di Indonesia serta sebagai bentuk nyata upaya apresiasi bagi petani dan pekerja perempuan di sektor sawit Indonesia.
Pada akhirnya, upaya-upaya ini diharapkan dapat membantu komoditas tersebut menjadi sangat produktif dan membawa nilai tambah, tetapi juga berkontribusi terhadap perlindungan lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat - PT Kontak Perkasa
Sumber:nationalgeographic
Dalam rangka menyambut Hari Kartini, empat perempuan hebat Indonesia yang aktif terlibat dalam komoditas sawit berbagi buah pikiran dan berdiskusi mengenai tantangan dan peluang mewujudkan sawit yang berkelanjutan di Indonesia pada kesempatan jumpa pers dan diskusi sawit berkelanjutan yang diadakan oleh IDH-The Sustainable Trade Initiative bersama Thamrin School of Climate Change and Sustainability.
Seperti yang kita ketahui, komoditas sawit merupakan primadona bagi Indonesia sekaligus dalam perdagangan global. Dengan tingkat produktivitas global yang relatif tinggi serta pangsa pasar dan kontribusi sawit di perdagangan minyak nabati dunia meningkat dari 26 ke 42 persen sejak tahun 1980 ke 2014 – komoditas sawit tetap tidak dapat lepas dari sorotan dunia, terutama yang terkait dengan aspek keberlanjutan (sustainability) dengan dampaknya terhadap hutan dan gambut, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), dan kesejahteraan petani kecil.
Selain dampak-dampak tersebut, membicarakan sawit berkelanjutan/lestari akan timpang jika analisa gender belum digunakan dalam proses penerapannya. Ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender dalam perkebunan sawit merupakan salah satu aspek penting yang belum cukup mendapatkan perhatian berbagai pihak. Berbagai isu yang juga perlu diperhatikan adalah mengenai masih sedikitnya informasi tentang bagaimana dampak tata kelola sawit pada perempuan, bagaimana pemenuhan hak atas petani sawit/pekerja sawit perempuan saat terjadi transfer lahan untuk sawit, serta perlakukan terhadap pekerja perempuan di perkebunan sawit.
Diskusi panel yang digelar hari ini mengangkat tema “Percepatan Penerapan Sawit Berkelanjutan: Tantangan dan Peluang di Indonesia”, dan menggarisbawahi bahwa penerapan sawit berkelanjutan di Indonesia telah dan akan terus membantu mengurangi risiko kebakaran hutan dan lahan, mencegah deforestasi dan konversi gambut, sekaligus memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
Hasil Sensus Pertanian tahun 2013 (ST2013) mengungkap fakta menarik, sekitar 23 persen atau 7,4 juta petani di Indonesia adalah perempuan. Dalam target Sustainable Development Goals (SDGs) juga berfokus pada pencapaian kesetaraan gender yang memberdayakan seluruh perempuan, menghentikan diskriminasi terhadap perempuan di mana pun, mengeliminasi segala bentuk kekerasan pada perempuan dalam lingkup publik maupun pribadi, termasuk perdagangan, kekerasan seksual dan segala macam bentuk eksploitasi lainnya.
“Kritikan global terhadap Indonesia bisa dilihat dari kacamata positif perempuan Indonesia yang ingin membangun generasi selalu baik, dan bahwa Indonesia yang bisa memberikan banyak dampat terhadap perdagangan global selalu berbenah diri untuk perbaikan di berbagai aspek produksi minyak sawit dan komoditas unggulan lainnya”, ujar Tiur Rumondang dari Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO).
Sedangkan Diah Suradiredja dari Kehati/ISPO menuturkan, “Masih banyak tantangan untuk membangun aspek berkelanjutan dalam ISPO, apalagi ada indikasi 3,5 juta hektar kebun kelapa sawit di kawasan hutan. Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah melalui memadukan pendekatan lanskap dan peninjauan lapangan secara serius yang merangkum penilaian keanekaragaman hayati sekaligus mekanisme penyelesaian legalitas lahan dan penegakan hukum”.
Nurdiana Darus dari Rainforest Alliance menyampaikan bahwa usaha untuk mencapai kelapa sawit keberlanjutan tidak mungkin dapat tercapai tanpa peran pemerintah, terutama pemerintah daerah. Kolaborasi antara para pengusaha kelapa sawit dengan donor dan organisasi masyarakat sipil hanya bisa mencapai kesuksesan bilamana program-program tersebut dikomandani oleh pemerintah.
"Pemerintah daerah mempunyai peran utama dalam tercapainya target pembangunan yang berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) dan kami melihat pergerakan yang sangat positif dengan adanya delapan kabupaten dari Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi yang telah mempelopori terbentuknya Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) dimana target utama platform tersebut adalah tercapainya pembangunan berimbang antara aspek-aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan,” katanya.
Sementara itu, Desi Kusumadewi dari IDH-The Sustainable Trade Initiative mengungkapkan, “Pendekatan yuridiksi yang dipimpin pemerintah dan didukung oleh seluruh aktor di sepanjang rantai pasok, termasuk pasar, institusi keuangan dan LSM, menciptakan kekuatan yang luar biasa untuk menjadikan yuridiksi tersebut sebagai Verified Sourcing Area minyak sawit berkelanjutan di dunia, sekaligus meraih kesempatan untuk peningkatan perekonomian, kesejatheraan petani dan perlindungan lingkungan."
Melihat sudut pandang yang disampaikan oleh keempat tokoh perempuan pada diskusi ini, masih banyak tantangan kedepan yang harus dibenahi oleh seluruh pihak yang terlibat dalam sektor sawit khususnya dalam upaya penerapan sawit berkelanjutan yang pada akhirnya dapat mengusung kesetaraan dan keadilan gender. Diskusi ini diharapkan juga dapat dijadikan sebagai wadah ‘call for action’ bagi multistakeholders sawit, baik perusahaan, NGO dan pemerintah untuk memaksimalkan upaya membiasakan kesetaraan dan keadilan perempuan dalam percepatan penerapan sawit berkelanjutan.
Langkah-langkah yang sudah dan sedang dilakukan oleh Kartini-Kartini Indonesia di sektor sawit ini sedikit banyak telah mampu memperlihatkan opsi solusi bagi pengembangan sawit yang ramah lingkungan dan sosial di Indonesia serta sebagai bentuk nyata upaya apresiasi bagi petani dan pekerja perempuan di sektor sawit Indonesia.
Pada akhirnya, upaya-upaya ini diharapkan dapat membantu komoditas tersebut menjadi sangat produktif dan membawa nilai tambah, tetapi juga berkontribusi terhadap perlindungan lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat - PT Kontak Perkasa
Sumber:nationalgeographic
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 9:42 AM
9:10 AM
Petani Rumput Laut NTT Menang Gugatan di Australia
Written By Kontak Perkasa Futures on Friday, April 28, 2017 | 9:10 AM
Kontak Perkasa Futures - Rata-rata masyarakat di Indonesia mulai meninggalkan profesi petani yang ditekuni sejak dulu karena semakin canggihnya teknologi dan kemajuan peradaban. Salah satu alasan petani berpaling dari profesinya karena penghasilannya yang sangat minim. Pendapatan riil petani hanya Rp200 ribu per bulan, angka yang sangat kecil dibanding dengan harga bahan pokok yang terus meroket.
"Hasil penelitian dan bahan wawancara langsung dengan sejumlah petani di daerah tertentu diketahui bahwa petani merupakan profesi mulai ditinggalkan penduduk Indonesia, termasuk yang ada di NTT," kata Pengamat Pertanian Agribisnis Universitas Nusa Cendana Kupang Ir Leta Rafael Levis, M.Rur.Mnt di Kupang, Sabtu, (10/12/2016) seperti dilaporkan Antara.
"Pendapatan seperti itu itu berpotensi mengganggu target swasembada jagung yang ditargetkan secara nasional pada 2018," imbuh Dosen pada Fakultas Pertanian Undana Kupang itu.
Selain penghasilan yang minim, sebab lain petani mulai meninggalkan profesi ini karena perkembangan iklim dalam tiga tahun terakhir ini yang tidak beraturan yang menurut para ahlinya disebabkan oleh fenomena el-nino dan la-nina.
Dia mengatakan dengan tipe curah hujan moonsonal (memiliki satu puncak hujan) itu, NTT tidak luput dari fenomena ini. Normalnya musim kemarau yang berlangsung cukup lama hingga delapan bulan, sementara rata-rata musim hujan berlangsung selama 4 bulan (Desember-Maret) hampir tidak berjalan normal dalam tiga tahun terakhir ini.
Bahkan pada 2014 dan 2015, NTT mengalami musim kemarau yang lebih panjang dibandingkan tahun normal, meskipun intensitas hujan tidak sebesar peningkatan di daerah lain yang menimbulkan banjir.
Pola musim seperti ini di NTT dipengaruhi oleh angin kering dari Australia menyebabkan konvergensi awan tidak seintens wilayah Indonesia yang lain.
"Pertanian di NTT katanya merupakan sektor paling rentan terhadap resiko iklim ekstrim, baik itu el-nino maupun La-nina dengan dampaknya masing-masing, seperti pada kondisi La Nina tentumenyebabkan kerusakan tanaman akibat banjir, dan meningkatkan intensitas serangan hama dan penyakit," katanya.
La Nina menyebabkan kelembaban dan curah hujan tinggi yang disukai oleh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Pada daerah rawan banjir, kehadiran La Nina menyebabkan gagal panen akibat terendamnya tanaman.
Pengaruh kelebihan air terhadap tanaman akan lebih sensitif pada tanaman muda dibandingkan tanaman dewasa. Sehingga tingkat kerentanan terhadap La Nina juga tergantung pada saat kejadiannya, apakah anomali iklim terjadi pada fase awal perkembangan tanaman atau pada tahap dewasa.
Karena itu, pemerintah daerah perlu memainkan peran yang strategis guna menarik minat masyarakat menjadi petani jagung yang profesional dalam rangka mewujudkan target swasembada jagung 2018.
"Ya salah satu strategi untuk mewujudkan target swasembada jagung 2018 untuk memenuhi kebutuhan jagung sendiri tanpa impor maka pemerintah harus menciptakan peluang guna menarik minat masyarakat menjadi petani yang profesional," katanya - Kontak Perkasa Futures
Sumber:tirto
"Hasil penelitian dan bahan wawancara langsung dengan sejumlah petani di daerah tertentu diketahui bahwa petani merupakan profesi mulai ditinggalkan penduduk Indonesia, termasuk yang ada di NTT," kata Pengamat Pertanian Agribisnis Universitas Nusa Cendana Kupang Ir Leta Rafael Levis, M.Rur.Mnt di Kupang, Sabtu, (10/12/2016) seperti dilaporkan Antara.
"Pendapatan seperti itu itu berpotensi mengganggu target swasembada jagung yang ditargetkan secara nasional pada 2018," imbuh Dosen pada Fakultas Pertanian Undana Kupang itu.
Selain penghasilan yang minim, sebab lain petani mulai meninggalkan profesi ini karena perkembangan iklim dalam tiga tahun terakhir ini yang tidak beraturan yang menurut para ahlinya disebabkan oleh fenomena el-nino dan la-nina.
Dia mengatakan dengan tipe curah hujan moonsonal (memiliki satu puncak hujan) itu, NTT tidak luput dari fenomena ini. Normalnya musim kemarau yang berlangsung cukup lama hingga delapan bulan, sementara rata-rata musim hujan berlangsung selama 4 bulan (Desember-Maret) hampir tidak berjalan normal dalam tiga tahun terakhir ini.
Bahkan pada 2014 dan 2015, NTT mengalami musim kemarau yang lebih panjang dibandingkan tahun normal, meskipun intensitas hujan tidak sebesar peningkatan di daerah lain yang menimbulkan banjir.
Pola musim seperti ini di NTT dipengaruhi oleh angin kering dari Australia menyebabkan konvergensi awan tidak seintens wilayah Indonesia yang lain.
"Pertanian di NTT katanya merupakan sektor paling rentan terhadap resiko iklim ekstrim, baik itu el-nino maupun La-nina dengan dampaknya masing-masing, seperti pada kondisi La Nina tentumenyebabkan kerusakan tanaman akibat banjir, dan meningkatkan intensitas serangan hama dan penyakit," katanya.
La Nina menyebabkan kelembaban dan curah hujan tinggi yang disukai oleh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Pada daerah rawan banjir, kehadiran La Nina menyebabkan gagal panen akibat terendamnya tanaman.
Pengaruh kelebihan air terhadap tanaman akan lebih sensitif pada tanaman muda dibandingkan tanaman dewasa. Sehingga tingkat kerentanan terhadap La Nina juga tergantung pada saat kejadiannya, apakah anomali iklim terjadi pada fase awal perkembangan tanaman atau pada tahap dewasa.
Karena itu, pemerintah daerah perlu memainkan peran yang strategis guna menarik minat masyarakat menjadi petani jagung yang profesional dalam rangka mewujudkan target swasembada jagung 2018.
"Ya salah satu strategi untuk mewujudkan target swasembada jagung 2018 untuk memenuhi kebutuhan jagung sendiri tanpa impor maka pemerintah harus menciptakan peluang guna menarik minat masyarakat menjadi petani yang profesional," katanya - Kontak Perkasa Futures
Sumber:tirto
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 9:10 AM
11:47 AM
PT Kontak Perkasa Futures - Mendaki gunung merupakan sebuah aktivitas di luar ruangan yang cukup populer bagi masyarakat Indonesia. Bahkan aktivitas mendaki gunung seringkali dijadikan hobi yang rutin dilakukan oleh sebagian orang.
"Namun dalam mendaki gunung, kita juga harus memperhatikan kondisi tubuh kita, apakah layak untuk mendaki atau tidak. Kenali juga berbagai penyakit yang nantinya bisa menyerang pada saat pendakian. Penyakit ini biasa disebut altitude illness atau penyakit ketinggian," kata Mountain Guide di Indonesia Expeditions, Rahman Muchlis pada acara 'Sharing Tips dan Pengalaman Mendaki Gunung di Atas 4.000 mdpl' di Consina Store Buaran.
Penyakit ketinggian yang biasanya menyerang para pendaki di atas gunung adalah Acute Mountain Sickness atau biasa disebut AMS.
"Hal-hal yang bisa menyebabkan pendaki terkena penyakit ini adalah daya tahan tubuh pendaki terhadap perbedaan ketinggian dan kecepatan pendakian yang tidak teratur," ujar Rahman.
Menurut gejala dan levelnya, AMS masih terbagi menjadi tiga kategori yakni AMS ringan, AMS sedang dan AMS berat.
Rahman menjelaskan bahwa sebanyak 75 persen kasus yang ada, AMS ringan biasanya terjadi pada saat pendaki memasuki ketinggian 3.000 - 4.000 mdpl. Gejala munculnya AMS ringan biasanya muncul 12-24 jam setelah pendaki tiba di ketinggian tersebut.
Gejala yang muncul biasanya berupa sakit kepala, mual, kehilangan nafsu makan, sesak nafas, tidur terganggu, dan lain sebagainya.
Solusi untuk mengatasi hal ini adalah pendaki harus tetap sadar dan tetap melakukan aktivitas ringan. "Disarankan untuk tidak langsung tidur jika mengalami gejala tersebut," kaa Rahman.
Sementara AMS sedang, lanjut Rahman, akan menyerang pendaki jika gejala pada AMS rendah tidak teratasi dengan baik.
Biasanya gejala yang muncul pada AMS sedang, pendaki akan merasakan sakit kepala parah, mual disertai muntah, penurunan kesadaran (ataksia), dan lain sebagainya.
Solusi jika pendaki mengalami gejala-gejala tersebut, segeralah turun ke tempat yang lebih rendah untuk proses penyesuaian ketinggian atau aklimatisasi.
"Hal ini harus dilakukan untuk menghindari gejala ataksia mencapai titik puncaknya di mana si penderita tidak akan bisa berjalan dengan normal," ujar Rahman.
Rahman melanjutkan, AMS berat terjadi ketika si penderita mengalami sesak nafas dan kehilangan kesadaran total (penurunan status mental).
Dalam kasus ini, pendaki tersebut sudah tidak sadarkan diri dan harus segera ditandu menuju tempat yang lebih rendah dan harus ditangani serius oleh petugas medis.
"Sebenarnya untuk menghindari penyakit AMS cukup simpel. Pada saat mendaki, biasakan untuk berjalan sesuai ritme, tidak terburu-buru atau tergesa-gesa. Hal ini berguna bagi tubuh membiasakan ketinggian atau aklimatisasi. Sehingga kerja tubuh juga tetap berjalan dengan normal," saran Rahman - PT Kontak Perkasa Futures
Sumber:nationalgeographic
Gemar Mendaki Gunung? Kenali Gejala Acute Mountain Sickness
Written By Kontak Perkasa Futures on Thursday, April 27, 2017 | 11:47 AM
"Namun dalam mendaki gunung, kita juga harus memperhatikan kondisi tubuh kita, apakah layak untuk mendaki atau tidak. Kenali juga berbagai penyakit yang nantinya bisa menyerang pada saat pendakian. Penyakit ini biasa disebut altitude illness atau penyakit ketinggian," kata Mountain Guide di Indonesia Expeditions, Rahman Muchlis pada acara 'Sharing Tips dan Pengalaman Mendaki Gunung di Atas 4.000 mdpl' di Consina Store Buaran.
Penyakit ketinggian yang biasanya menyerang para pendaki di atas gunung adalah Acute Mountain Sickness atau biasa disebut AMS.
"Hal-hal yang bisa menyebabkan pendaki terkena penyakit ini adalah daya tahan tubuh pendaki terhadap perbedaan ketinggian dan kecepatan pendakian yang tidak teratur," ujar Rahman.
Menurut gejala dan levelnya, AMS masih terbagi menjadi tiga kategori yakni AMS ringan, AMS sedang dan AMS berat.
Rahman menjelaskan bahwa sebanyak 75 persen kasus yang ada, AMS ringan biasanya terjadi pada saat pendaki memasuki ketinggian 3.000 - 4.000 mdpl. Gejala munculnya AMS ringan biasanya muncul 12-24 jam setelah pendaki tiba di ketinggian tersebut.
Gejala yang muncul biasanya berupa sakit kepala, mual, kehilangan nafsu makan, sesak nafas, tidur terganggu, dan lain sebagainya.
Solusi untuk mengatasi hal ini adalah pendaki harus tetap sadar dan tetap melakukan aktivitas ringan. "Disarankan untuk tidak langsung tidur jika mengalami gejala tersebut," kaa Rahman.
Sementara AMS sedang, lanjut Rahman, akan menyerang pendaki jika gejala pada AMS rendah tidak teratasi dengan baik.
Biasanya gejala yang muncul pada AMS sedang, pendaki akan merasakan sakit kepala parah, mual disertai muntah, penurunan kesadaran (ataksia), dan lain sebagainya.
Solusi jika pendaki mengalami gejala-gejala tersebut, segeralah turun ke tempat yang lebih rendah untuk proses penyesuaian ketinggian atau aklimatisasi.
"Hal ini harus dilakukan untuk menghindari gejala ataksia mencapai titik puncaknya di mana si penderita tidak akan bisa berjalan dengan normal," ujar Rahman.
Rahman melanjutkan, AMS berat terjadi ketika si penderita mengalami sesak nafas dan kehilangan kesadaran total (penurunan status mental).
Dalam kasus ini, pendaki tersebut sudah tidak sadarkan diri dan harus segera ditandu menuju tempat yang lebih rendah dan harus ditangani serius oleh petugas medis.
"Sebenarnya untuk menghindari penyakit AMS cukup simpel. Pada saat mendaki, biasakan untuk berjalan sesuai ritme, tidak terburu-buru atau tergesa-gesa. Hal ini berguna bagi tubuh membiasakan ketinggian atau aklimatisasi. Sehingga kerja tubuh juga tetap berjalan dengan normal," saran Rahman - PT Kontak Perkasa Futures
Sumber:nationalgeographic
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 11:47 AM
10:05 AM
Santai Sore di Sejuknya Taman Sriwedari Solo
Written By Kontak Perkasa Futures on Wednesday, April 26, 2017 | 10:05 AM
PT Kontak Perkasa - Kota Solo punya banyak spot untuk menghabiskan waktu senggang di sore hari. Taman Sriwedari jadi salah satu destinasi yang sayang untuk traveler lewatkan.
Taman Sriwedari merupakan kawasan taman hiburan yang sempat nge-tren di zamannya. Di sini ada Gedung Pertunjukan Wayang Orang Sriwedari, Taman Hiburan Rakyat Sriwiedari, dan juga rumah joglo besar yang bisa juga sebagai lokasi pementasan seni.
mengunjungi Taman Sriwedari saat libur panjang Jumat (15/4/2017) akhir pekan lalu. waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 sore. Suasana Sriwedari saat itu cukup ramai pengunjung, mereka dudu-duduk di sekitar taman, serta menikmati aneka sajian kuliner yang ada di sana.
Sejarahnya, Taman Sriwedari merupakan taman kota yang didirikan oleh Raja Pakubuwono X. Sejak era Pakubuwono X, Taman Sriwedari menjadi lokasi tradisi hiburan rakyat 'Malem Selikuran'. Sriwedari juga pernah menjadi lokasi penyelenggaraan PON I di tahun 1948.
Namun sayang, Taman Sriwedari saat ini tengah menjadi sengketa antara Pemerintah Kota Solo dan juga ahli waris dari pihak KRMH Wirjodiningrat, selaku adik ipar dari Pakubuwono X. Sampai sekarang, kisruh ini belum kunjung usai.
Sangat disayangkan memang, padahal secara keseluruhan lokasi Taman Sriwedari ini menarik untuk dijelajahi. Ada arena taman bermain yang cocok untuk anak-anak. Ada pula gedung pertunjukan wayang orang yang sangat bersejarah.
Sore itu, langit Solo mendung tebal. Kunjungan kami di Taman Sriwedari harus diakhiri lebih cepat, karena hujan turun dengan derasnya. Terbersit satu harapan dari dalam hati, Taman Sriwedari bisa direvitalisasi dan hidup kembali seperti pada masa jayanya dulu.
Taman Sriwedari bisa menjadi pilihan liburan yang cukup murah meriah di Solo. Kawasannya sejuk, dan cocok sebagai liburan keluarga. Asalkan dilakukan perbaikan di sana sini, bukan tidak mungkin Taman Sriwedari akan jaya kembali - PT Kontak Perkasa
Sumber:travel.detik
Taman Sriwedari merupakan kawasan taman hiburan yang sempat nge-tren di zamannya. Di sini ada Gedung Pertunjukan Wayang Orang Sriwedari, Taman Hiburan Rakyat Sriwiedari, dan juga rumah joglo besar yang bisa juga sebagai lokasi pementasan seni.
mengunjungi Taman Sriwedari saat libur panjang Jumat (15/4/2017) akhir pekan lalu. waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 sore. Suasana Sriwedari saat itu cukup ramai pengunjung, mereka dudu-duduk di sekitar taman, serta menikmati aneka sajian kuliner yang ada di sana.
Sejarahnya, Taman Sriwedari merupakan taman kota yang didirikan oleh Raja Pakubuwono X. Sejak era Pakubuwono X, Taman Sriwedari menjadi lokasi tradisi hiburan rakyat 'Malem Selikuran'. Sriwedari juga pernah menjadi lokasi penyelenggaraan PON I di tahun 1948.
Namun sayang, Taman Sriwedari saat ini tengah menjadi sengketa antara Pemerintah Kota Solo dan juga ahli waris dari pihak KRMH Wirjodiningrat, selaku adik ipar dari Pakubuwono X. Sampai sekarang, kisruh ini belum kunjung usai.
Sangat disayangkan memang, padahal secara keseluruhan lokasi Taman Sriwedari ini menarik untuk dijelajahi. Ada arena taman bermain yang cocok untuk anak-anak. Ada pula gedung pertunjukan wayang orang yang sangat bersejarah.
Sore itu, langit Solo mendung tebal. Kunjungan kami di Taman Sriwedari harus diakhiri lebih cepat, karena hujan turun dengan derasnya. Terbersit satu harapan dari dalam hati, Taman Sriwedari bisa direvitalisasi dan hidup kembali seperti pada masa jayanya dulu.
Taman Sriwedari bisa menjadi pilihan liburan yang cukup murah meriah di Solo. Kawasannya sejuk, dan cocok sebagai liburan keluarga. Asalkan dilakukan perbaikan di sana sini, bukan tidak mungkin Taman Sriwedari akan jaya kembali - PT Kontak Perkasa
Sumber:travel.detik
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 10:05 AM
9:35 AM
Kontak Perkasa Futures, Yogyakarta - Ada banyak cerita unik soal penemuan fosil di Sangiran. Salah satunya, saat hendak menggali makam, ternyata di dalam lubang itu malah ketemu fosil gajah.
Tersembunyi di kedalaman tanah Sangiran, banyak tersimpan sisa-sisa tulang makhluk hidup yang telah membatu, atau biasa disebut fosil. Fosil-fosil ini berasal dari manusia, hewan, hingga tumbuhan yang berasal dari era pra sejarah, sekitar ratusan ribu hingga jutaan tahun silam.
Cerita penemuannya pun cukup unik dan menarik untuk disimak. Salah satunya dituturkan oleh Dody Wiranto, Kepala Seksi Pemanfaatan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran.
Kepada detikTravel, Dody bercerita pada satu waktu, ada warga Sangiran yang menemukan fosil gading gajah saat sedang menggali makam untuk kerabatnya yang meninggal. Penggalian makam pun terpaksa ditunda dan lokasinya mesti dipindah, karena fosil gajah dianggap lebih penting untuk lebih dahulu diselamatkan.
"Saat sedang gali makam, mayatnya udah mau dimasukin ke lubang, eh ada fosil gajah. Ya sudah nggak jadi dikubur. Kita datangi, kita selamatkan dulu fosil gajahnya. Kita pentingkan itu dulu. Padahal sudah jam 6, udah gelap itu," cerita Dody di kantornya Cluster Krikilan, Kamis (20/4) kemarin.
Lain cerita Dody, lain juga cerita Sutanto (61) alias Pak Tanto, warga asli Sangiran yang kerap menemani peneliti asing melakukan penelitian di Sangiran. Menurut cerita Pak Tanto, orangtuanya dulu ikut dalam ekspedisi Von Koenigswald dalam mencari fosil manusia purba di tahun 1934.
Von Koenigswald punya cara tersendiri agar para warga mau untuk mencari fosil. Di zaman itu, mencari fosil bukanlah aktivitas yang lazim dilakukan oleh warga asli Sangiran. Harus ada iming-iming imbalan, agar warga mau menemukan fosil.
"Waktu Von Koenigswald datang ke sini, dia bawa uang banyak terus disebar-sebar di bukit-bukit, di lereng-lereng. Kata dia uang itu boleh buat kalian, tapi kalau nemu fosil, harus diserahkan ke Von Koenigswald. Uangnya macem-macem ada kepeng, sen, ada benggol," kenang Tanto.
Cerita penemuan fosil berikutnya dikisahkan oleh Sukadi, anak dari Tukiman, seorang petani yang menemukan fosil S-17 alias Sangiran 17 di tahun 1969. Asal traveler tahu, fosil Sangiran 17 merupakan fosil Homo Erectus terlengkap yang pernah ditemukan di Indonesia.
Berkat fosil S-17, para peneliti bisa merekonstruksi wajah dari Homo erectus yang hidup ratusan ribu tahun silam. Sukadi bercerita, ayahnya dulu menemukan fosil S-17 secara tidak sengaja, sewaktu sedang mengerjakan parit di lahan persawahan.
"Ditemukannya tahun 1969, waktu itu bapak mau bikin parit pakai linggis. Nggak sengaja linggisnya kena tulang, dia nggak tahu itu apa, makanya sekarang fosil S-17 itu ada lubangnya, karena kena linggis bapak tadi," kisah Sukadi kepada detikTravel, Jumat (21/4/2017).
Kini, fosil S-17 disimpan di Museum Geologi Bandung. Kisah-kisah penemuan fosil di Sangiran, baik yang sengaja dicari maupun tidak, pelan-pelan membuka tabir sejarah kehidupan manusia purba di masa lampau. Sekarang, kita bisa menikmati dan memetik pelajaran sejarah dari fosil-fosil ini, bila berkunjung ke Museum Manusia Purba Sangiran - Kontak Perkasa Futures
Sumber:travel.detik
Temukan Fosil Gajah saat menggali Makam
Written By Kontak Perkasa Futures on Tuesday, April 25, 2017 | 9:35 AM
Kontak Perkasa Futures, Yogyakarta - Ada banyak cerita unik soal penemuan fosil di Sangiran. Salah satunya, saat hendak menggali makam, ternyata di dalam lubang itu malah ketemu fosil gajah.
Tersembunyi di kedalaman tanah Sangiran, banyak tersimpan sisa-sisa tulang makhluk hidup yang telah membatu, atau biasa disebut fosil. Fosil-fosil ini berasal dari manusia, hewan, hingga tumbuhan yang berasal dari era pra sejarah, sekitar ratusan ribu hingga jutaan tahun silam.
Cerita penemuannya pun cukup unik dan menarik untuk disimak. Salah satunya dituturkan oleh Dody Wiranto, Kepala Seksi Pemanfaatan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran.
Kepada detikTravel, Dody bercerita pada satu waktu, ada warga Sangiran yang menemukan fosil gading gajah saat sedang menggali makam untuk kerabatnya yang meninggal. Penggalian makam pun terpaksa ditunda dan lokasinya mesti dipindah, karena fosil gajah dianggap lebih penting untuk lebih dahulu diselamatkan.
"Saat sedang gali makam, mayatnya udah mau dimasukin ke lubang, eh ada fosil gajah. Ya sudah nggak jadi dikubur. Kita datangi, kita selamatkan dulu fosil gajahnya. Kita pentingkan itu dulu. Padahal sudah jam 6, udah gelap itu," cerita Dody di kantornya Cluster Krikilan, Kamis (20/4) kemarin.
Lain cerita Dody, lain juga cerita Sutanto (61) alias Pak Tanto, warga asli Sangiran yang kerap menemani peneliti asing melakukan penelitian di Sangiran. Menurut cerita Pak Tanto, orangtuanya dulu ikut dalam ekspedisi Von Koenigswald dalam mencari fosil manusia purba di tahun 1934.
Von Koenigswald punya cara tersendiri agar para warga mau untuk mencari fosil. Di zaman itu, mencari fosil bukanlah aktivitas yang lazim dilakukan oleh warga asli Sangiran. Harus ada iming-iming imbalan, agar warga mau menemukan fosil.
"Waktu Von Koenigswald datang ke sini, dia bawa uang banyak terus disebar-sebar di bukit-bukit, di lereng-lereng. Kata dia uang itu boleh buat kalian, tapi kalau nemu fosil, harus diserahkan ke Von Koenigswald. Uangnya macem-macem ada kepeng, sen, ada benggol," kenang Tanto.
Cerita penemuan fosil berikutnya dikisahkan oleh Sukadi, anak dari Tukiman, seorang petani yang menemukan fosil S-17 alias Sangiran 17 di tahun 1969. Asal traveler tahu, fosil Sangiran 17 merupakan fosil Homo Erectus terlengkap yang pernah ditemukan di Indonesia.
Berkat fosil S-17, para peneliti bisa merekonstruksi wajah dari Homo erectus yang hidup ratusan ribu tahun silam. Sukadi bercerita, ayahnya dulu menemukan fosil S-17 secara tidak sengaja, sewaktu sedang mengerjakan parit di lahan persawahan.
"Ditemukannya tahun 1969, waktu itu bapak mau bikin parit pakai linggis. Nggak sengaja linggisnya kena tulang, dia nggak tahu itu apa, makanya sekarang fosil S-17 itu ada lubangnya, karena kena linggis bapak tadi," kisah Sukadi kepada detikTravel, Jumat (21/4/2017).
Kini, fosil S-17 disimpan di Museum Geologi Bandung. Kisah-kisah penemuan fosil di Sangiran, baik yang sengaja dicari maupun tidak, pelan-pelan membuka tabir sejarah kehidupan manusia purba di masa lampau. Sekarang, kita bisa menikmati dan memetik pelajaran sejarah dari fosil-fosil ini, bila berkunjung ke Museum Manusia Purba Sangiran - Kontak Perkasa Futures
Sumber:travel.detik
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 9:35 AM