Powered by Blogger.
Latest Post
2:36 PM
10th Anniversary PT.KPF Jogja
Written By Kontak Perkasa Futures on Wednesday, June 7, 2017 | 2:36 PM
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 2:36 PM
Labels:
Kegiatan,
ulang tahun KPF Jogja
2:32 PM
Pantai Goa Cemara - Admin KPF Yogyakarta
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 2:32 PM
Labels:
Kegiatan
9:28 AM
ISIS dan Teror di Bulan Ramadan
Kontak Perkasa Futures - Ramadan menjadi momen yang paling dinantikan oleh umat Islam. Penuh sukacita, sarat kegembiraan, menyambut bulan paling suci dan dianggap penuh keberkahan. Sayangnya dalam beberapa tahun terakhir, bulan suci Ramadan dirusak oleh berbagai peristiwa kekerasan dan teror. Sebagian besar aksi teror yang terjadi diketahui dilancarkan oleh ISIS. Meski tak semua serangan ISIS dilakukan saat Ramadan, akan tetapi beberapa tahun ini teror di bulan Ramadan semakin meningkat.
Bulan Ramadan tahun ini pun tak lepas dari serangkaian aksi teror yang terjadi di berbagai negara. Belum hilang duka korban serangan bom yang terjadi pada konser Ariana Grande di Manchester, kini ISIS kembali menebar teror bagi warga London. Pada Sabtu (3/6/2017) malam, para penyerang yang diklaim merupakan bagian dari ISIS menabrakkan sebuah van ke kerumunan orang di London Bridge.
Tak hanya itu, ISIS juga mengklaim sebagai pelaku penikaman di daerah Borough Market yang letaknya tak jauh dari London Bridge. Serangan London ini mengakibatkan tujuh orang tewas. Hingga saat ini, polisi Inggris telah menangkap 12 orang yang diduga terkait atau terlibat dengan serangan di London tersebut.
Di hari yang sama, tetapi di tempat berbeda, ISIS juga melancarkan serangan kepada patroli militer Aljazair di daerah Larbaa, sekitar 30 kilometer di sebelah selatan Aljir. Serangan itu setidaknya melukai empat polisi dan menghancurkan dua kendaraan patroli.
Sebelumnya, pada hari keempat di bulan Ramadan atau 30 Mei 2017, ISIS juga melakukan teror di tengah penduduk Baghdad, Irak yang sedang menikmati Ramadan. Dua ledakan bom mengguncang kota tersebut sehingga menewaskan puluhan orang dan melukai ratusan lainnya.
Ramadan menjadi momen yang sering digunakan ISIS untuk melancarkan aksi teror. Tahun-tahun sebelumnya, tercatat berbagai aksi teror dilakukan sepanjang bulan Ramadan. Pada 2015 lalu, enam hari menjelang puasa atau pada 23 Juni 2015, juru bicara ISIS Abu Muhammad al-Adnani menyerukan kepada para pengikutnya untuk meningkatkan serangan selama bulan Ramadan.
Ucapan itu sepertinya dibuktikan dengan serangan bom di sebuah masjid Syiah di Kuwait tiga hari setelah seruan penyerangan. Serangan ISIS di masjid tersebut menyebabkan sekitar 26 orang tewas. Di saat yang bersamaan, sebuah resor di tempat wisata di dekat kota Sousse di Tunisia juga menjadi target penyerangan ISIS. 38 orang tewas dalam serangan tersebut dan melukai puluhan orang lainnya.
Ramadan 2016 juga diwarnai serentetan aksi teror bom oleh ISIS. Sekitar dua minggu sebelum dimulainya Ramadan, Adnani kembali berpidato lagi. “Bersiaplah, bersiaplah,” katanya, “untuk menjadikan bencana di mana-mana bagi orang-orang yang tidak beriman.
Setelah itu, serentetan teror mulai terjadi. Pada 12 Juni 2016, seorang yang diketahui bernama Omar Mateen melepaskan tembakan di sebuah kelab malam di Orlando, AS yang menewaskan 49 orang. Dua minggu setelah serangan Orlando, ISIS kembali menebar teror di sebuah desa yang berada di timur laut Lebanon.
Sehari kemudian, 28 Juni 2016, lebih dari 40 orang tewas dalam serangan di bandara Ataturk di Turki. Serentetan serangan terus dilancarkan ISIS. Tiga hari berselang setelah serangan di Turki, ISIS kembali melakukan teror. Sebanyak 20 orang dibunuh secara brutal di sebuah kafe di Bangladesh.
Keesokan harinya, Baghdad diguncang serangan bom truk yang menyebabkan 300 orang meninggal. Hingga mendekati hari terakhir bulan suci Ramadan yakni 4 Juli 2016, serentetan serangan bunuh diri dilakukan di tiga lokasi di Arab Saudi. Madinah, Qatif dan Jeddah adalah lokasi yang menjadi sasaran ISIS.
Menurut majalah propaganda Dabiq yang dikutip oleh NBC News mengungkapkan mengapa ISIS menjadikan Ramadan sebagai “musim perang”. Menurut mereka, Allah membuka gerbang bagi kaum Muslim saat Ramadan dan dengan rahmat-Nya mengampuni mereka, sehingga ini (Ramadan) adalah bulan yang mulia, gerbang-gerbang surga dibuka dan gerbang neraka ditutup. Saat inilah yang dirasa tepat oleh ISIS untuk melakukan “pertarungan.”
Akan tetapi, serangan teror atau penyerangan yang dilakukan ISIS selama bulan Ramadan dinilai oleh sebagian besar umat Muslim sebagai bukti bahwa organisasi seperti ISIS tidaklah Islami dan hanya memutarbalikkan inti pesan Islam. Menurut Amarnath Amarasingam dari The Atlantic, serangan teror, misalnya yang terjadi di Manchester, sesungguhnya akan mengilhami serangan serupa guna mengadu domba antara satu komunitas dengan lainnya, mengobarkan sentimen anti-Muslim dan menebar perselisihan di antara komunitas Muslim dengan masyarakat luas.
Senada dengan itu, profesor di London School Economic Fawaz Gerges menyatakan bahwa banyaknya pahala di bulan Ramadan disalahartikan oleh kaum jihadis. Jihadis menyesatkan keyakinan itu untuk mencapai tujuan mereka sendiri dengan menyebarkan anggapan bahwa mereka akan mendapat pahala jika membunuh orang-orang yang dianggap kafir saat bulan Ramadan. Dan doktrin itu yang ditanamkan pada pengikut mereka.
“Tak ada keraguan dalam benak saya bahwa Al Qaeda, berbagai afiliasi dan sekarang ISIS, menggunakan Ramadan sebagai batasan, sebagai penanda untuk menginspirasi dan memotivasi pengikut dan pendukung mereka di seluruh dunia,” kata Fawaz seperti dikutip The New York Times.
Selain itu, serangkaian serangan teror yang dilancarkan ISIS sesungguhnya dilakukan untuk menebar ketakutan bagi penduduk di dunia serta menunjukkan jika ISIS masih eksis dan memiliki kekuatan di luar Irak dan Suriah, kawasan di mana kini mereka dalam posisi yang makin terdesak - Kontak Perkasa Futures
Sumber:tirto.id
Bulan Ramadan tahun ini pun tak lepas dari serangkaian aksi teror yang terjadi di berbagai negara. Belum hilang duka korban serangan bom yang terjadi pada konser Ariana Grande di Manchester, kini ISIS kembali menebar teror bagi warga London. Pada Sabtu (3/6/2017) malam, para penyerang yang diklaim merupakan bagian dari ISIS menabrakkan sebuah van ke kerumunan orang di London Bridge.
Tak hanya itu, ISIS juga mengklaim sebagai pelaku penikaman di daerah Borough Market yang letaknya tak jauh dari London Bridge. Serangan London ini mengakibatkan tujuh orang tewas. Hingga saat ini, polisi Inggris telah menangkap 12 orang yang diduga terkait atau terlibat dengan serangan di London tersebut.
Di hari yang sama, tetapi di tempat berbeda, ISIS juga melancarkan serangan kepada patroli militer Aljazair di daerah Larbaa, sekitar 30 kilometer di sebelah selatan Aljir. Serangan itu setidaknya melukai empat polisi dan menghancurkan dua kendaraan patroli.
Sebelumnya, pada hari keempat di bulan Ramadan atau 30 Mei 2017, ISIS juga melakukan teror di tengah penduduk Baghdad, Irak yang sedang menikmati Ramadan. Dua ledakan bom mengguncang kota tersebut sehingga menewaskan puluhan orang dan melukai ratusan lainnya.
Ramadan menjadi momen yang sering digunakan ISIS untuk melancarkan aksi teror. Tahun-tahun sebelumnya, tercatat berbagai aksi teror dilakukan sepanjang bulan Ramadan. Pada 2015 lalu, enam hari menjelang puasa atau pada 23 Juni 2015, juru bicara ISIS Abu Muhammad al-Adnani menyerukan kepada para pengikutnya untuk meningkatkan serangan selama bulan Ramadan.
Ucapan itu sepertinya dibuktikan dengan serangan bom di sebuah masjid Syiah di Kuwait tiga hari setelah seruan penyerangan. Serangan ISIS di masjid tersebut menyebabkan sekitar 26 orang tewas. Di saat yang bersamaan, sebuah resor di tempat wisata di dekat kota Sousse di Tunisia juga menjadi target penyerangan ISIS. 38 orang tewas dalam serangan tersebut dan melukai puluhan orang lainnya.
Ramadan 2016 juga diwarnai serentetan aksi teror bom oleh ISIS. Sekitar dua minggu sebelum dimulainya Ramadan, Adnani kembali berpidato lagi. “Bersiaplah, bersiaplah,” katanya, “untuk menjadikan bencana di mana-mana bagi orang-orang yang tidak beriman.
Setelah itu, serentetan teror mulai terjadi. Pada 12 Juni 2016, seorang yang diketahui bernama Omar Mateen melepaskan tembakan di sebuah kelab malam di Orlando, AS yang menewaskan 49 orang. Dua minggu setelah serangan Orlando, ISIS kembali menebar teror di sebuah desa yang berada di timur laut Lebanon.
Sehari kemudian, 28 Juni 2016, lebih dari 40 orang tewas dalam serangan di bandara Ataturk di Turki. Serentetan serangan terus dilancarkan ISIS. Tiga hari berselang setelah serangan di Turki, ISIS kembali melakukan teror. Sebanyak 20 orang dibunuh secara brutal di sebuah kafe di Bangladesh.
Keesokan harinya, Baghdad diguncang serangan bom truk yang menyebabkan 300 orang meninggal. Hingga mendekati hari terakhir bulan suci Ramadan yakni 4 Juli 2016, serentetan serangan bunuh diri dilakukan di tiga lokasi di Arab Saudi. Madinah, Qatif dan Jeddah adalah lokasi yang menjadi sasaran ISIS.
Menurut majalah propaganda Dabiq yang dikutip oleh NBC News mengungkapkan mengapa ISIS menjadikan Ramadan sebagai “musim perang”. Menurut mereka, Allah membuka gerbang bagi kaum Muslim saat Ramadan dan dengan rahmat-Nya mengampuni mereka, sehingga ini (Ramadan) adalah bulan yang mulia, gerbang-gerbang surga dibuka dan gerbang neraka ditutup. Saat inilah yang dirasa tepat oleh ISIS untuk melakukan “pertarungan.”
Akan tetapi, serangan teror atau penyerangan yang dilakukan ISIS selama bulan Ramadan dinilai oleh sebagian besar umat Muslim sebagai bukti bahwa organisasi seperti ISIS tidaklah Islami dan hanya memutarbalikkan inti pesan Islam. Menurut Amarnath Amarasingam dari The Atlantic, serangan teror, misalnya yang terjadi di Manchester, sesungguhnya akan mengilhami serangan serupa guna mengadu domba antara satu komunitas dengan lainnya, mengobarkan sentimen anti-Muslim dan menebar perselisihan di antara komunitas Muslim dengan masyarakat luas.
Senada dengan itu, profesor di London School Economic Fawaz Gerges menyatakan bahwa banyaknya pahala di bulan Ramadan disalahartikan oleh kaum jihadis. Jihadis menyesatkan keyakinan itu untuk mencapai tujuan mereka sendiri dengan menyebarkan anggapan bahwa mereka akan mendapat pahala jika membunuh orang-orang yang dianggap kafir saat bulan Ramadan. Dan doktrin itu yang ditanamkan pada pengikut mereka.
“Tak ada keraguan dalam benak saya bahwa Al Qaeda, berbagai afiliasi dan sekarang ISIS, menggunakan Ramadan sebagai batasan, sebagai penanda untuk menginspirasi dan memotivasi pengikut dan pendukung mereka di seluruh dunia,” kata Fawaz seperti dikutip The New York Times.
Selain itu, serangkaian serangan teror yang dilancarkan ISIS sesungguhnya dilakukan untuk menebar ketakutan bagi penduduk di dunia serta menunjukkan jika ISIS masih eksis dan memiliki kekuatan di luar Irak dan Suriah, kawasan di mana kini mereka dalam posisi yang makin terdesak - Kontak Perkasa Futures
Sumber:tirto.id
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 9:28 AM
9:04 AM
Makam Putri Mesir Ditemukan dalam Piramida Berusia 3800 Tahun
Written By Kontak Perkasa Futures on Tuesday, June 6, 2017 | 9:04 AM
PT Kontak Perkasa Futures - Para arkeolog yang sedang mempelajari piramid berusia 3800 tahun di area Dashur, Mesir dikejutkan dengan penemuan kamar makam yang mungkin menjadi rumah peristirahatan terakhir seorang putri Mesir.
Dalam kamar tersebut, para arkeolog menemukan sebuah kotak kayu dengan tulisan hieorglyphs (aksara Mesir kuno) “Hatshepset”. Walaupun mirip dengan nama Firaun Hatshepsut, tetapi para peneliti berkata bahwa pemilik kamar merupakan orang yang berbeda.
Menurut Kementerian Barang Antik Mesir, katu tersebut seharusnya berisi guci kanopik yang menyimpan organ-organ dalam mumi. Sayangnya, guci tersebut telah hilang dan arkeolog hanya menemukan balutan mumi di dalam kotak tersebut.
Bukti yang tersisa hanya tulisan “Hatshepset” yang mungkin nama putri Firaun Ameny Qemau yang namanya juga tertulis pada bata putih di dalam piramida tersebut.
Dilansir dari LiveScience 11 Mei 2017, profesor ilmu Mesir di Brown University, James Allen, dan peneliti di University of Bristol, Aidan Dodson memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai penemuan ini.
“Ini adalah kotak untuk guci kanopik. Tulisannya pun sangat umum ditemukan pada kotak-kotak dari Periode Pertengahan Kedua (1640 SM hingga 1540 SM) dan berada pada sisi kotak yang menghadap Timur,” ujar Allen.
Mentranslasikan tulisan tersebut, Allen berkata bahwa kalimat pertama mengatakan, Neith (dewi yang bertugas menjaga guci), ulurkan tanganmu untuk Duamutef (dewa untuk guci kanopik yang berisi organ perut) yang berada di dalammu.
Sementara itu, tulisan yang berada di sisi kiri atas mengatakan, “Dihormati dengan Neith, putri raja Hatshepset”, dan yang di sisi kanan atas mengatakan, “Dihormati dengan Duamutef, putri raja Hatshepset.”
Allen mengatakan, aku menduga bahwa Hatshepset adalah putri Ameny Qemau yang dikuburkan dalam piramida ayahnya.
Dodson pun berpendapat sama. Dia mengatakan, kotak kanopik ini pasti milik seorang putri raja, tetapi aku kesulitan membaca namanya karena tidak ada indikasi mengenai keturunannya.
“Piramida ini bukan tipe yang biasanya digunakan untuk seorang putri. Oleh karena itu, piramida ini pasti dibangun untuk seorang raja, tetapi kemudian digunakan untuk penguburannya (putri),” ujarnya menambahkan.
Ameny Qemau sendiri sudah memiliki piramida pribadi di daerah Dashur. Piramida Ameny Qemau tersebut ditemukan pada tahun 1957 dan berada sekitar 600 meter dari piramida yang kini disebut-sebut sebagai milik putri Hatshepset.
Mengenai hal ini, Dodson mengatakan, adanya tulisan ‘Ameny Qemau’ bisa jadi karena dia (Ameny Qemau) merebut piramid milik raja sebelumnya untuk salah satu putrinya. Sebab, tidak ada alasan untuk membangun dua piramida bagi dirinya sendiri.
Kini, kelompok peneliti dari Kementerian Barang Antik Mesir sedang menggali piramida tersebut. Mereka baru saja menemukan sisa sarkofagus di dalam kamar makam. Mereka mengatakan, selagi penggalian berlanjut, penemuan baru mungkin sedang menunggu - PT Kontak Perkasa Futures
Sumber:nationalgeographic
Dalam kamar tersebut, para arkeolog menemukan sebuah kotak kayu dengan tulisan hieorglyphs (aksara Mesir kuno) “Hatshepset”. Walaupun mirip dengan nama Firaun Hatshepsut, tetapi para peneliti berkata bahwa pemilik kamar merupakan orang yang berbeda.
Menurut Kementerian Barang Antik Mesir, katu tersebut seharusnya berisi guci kanopik yang menyimpan organ-organ dalam mumi. Sayangnya, guci tersebut telah hilang dan arkeolog hanya menemukan balutan mumi di dalam kotak tersebut.
Bukti yang tersisa hanya tulisan “Hatshepset” yang mungkin nama putri Firaun Ameny Qemau yang namanya juga tertulis pada bata putih di dalam piramida tersebut.
Dilansir dari LiveScience 11 Mei 2017, profesor ilmu Mesir di Brown University, James Allen, dan peneliti di University of Bristol, Aidan Dodson memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai penemuan ini.
“Ini adalah kotak untuk guci kanopik. Tulisannya pun sangat umum ditemukan pada kotak-kotak dari Periode Pertengahan Kedua (1640 SM hingga 1540 SM) dan berada pada sisi kotak yang menghadap Timur,” ujar Allen.
Mentranslasikan tulisan tersebut, Allen berkata bahwa kalimat pertama mengatakan, Neith (dewi yang bertugas menjaga guci), ulurkan tanganmu untuk Duamutef (dewa untuk guci kanopik yang berisi organ perut) yang berada di dalammu.
Sementara itu, tulisan yang berada di sisi kiri atas mengatakan, “Dihormati dengan Neith, putri raja Hatshepset”, dan yang di sisi kanan atas mengatakan, “Dihormati dengan Duamutef, putri raja Hatshepset.”
Allen mengatakan, aku menduga bahwa Hatshepset adalah putri Ameny Qemau yang dikuburkan dalam piramida ayahnya.
Dodson pun berpendapat sama. Dia mengatakan, kotak kanopik ini pasti milik seorang putri raja, tetapi aku kesulitan membaca namanya karena tidak ada indikasi mengenai keturunannya.
“Piramida ini bukan tipe yang biasanya digunakan untuk seorang putri. Oleh karena itu, piramida ini pasti dibangun untuk seorang raja, tetapi kemudian digunakan untuk penguburannya (putri),” ujarnya menambahkan.
Ameny Qemau sendiri sudah memiliki piramida pribadi di daerah Dashur. Piramida Ameny Qemau tersebut ditemukan pada tahun 1957 dan berada sekitar 600 meter dari piramida yang kini disebut-sebut sebagai milik putri Hatshepset.
Mengenai hal ini, Dodson mengatakan, adanya tulisan ‘Ameny Qemau’ bisa jadi karena dia (Ameny Qemau) merebut piramid milik raja sebelumnya untuk salah satu putrinya. Sebab, tidak ada alasan untuk membangun dua piramida bagi dirinya sendiri.
Kini, kelompok peneliti dari Kementerian Barang Antik Mesir sedang menggali piramida tersebut. Mereka baru saja menemukan sisa sarkofagus di dalam kamar makam. Mereka mengatakan, selagi penggalian berlanjut, penemuan baru mungkin sedang menunggu - PT Kontak Perkasa Futures
Sumber:nationalgeographic
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 9:04 AM
10:16 AM
Dilema Gerbong Khusus Perempuan
Written By Kontak Perkasa Futures on Monday, June 5, 2017 | 10:16 AM
PT Kontak Perkasa - Transportasi publik yang aman dan nyaman merupakan hal yang cukup sulit ditemukan, terutama di kota-kota besar, termasuk di Jakarta. Angkutan umum yang tersedia bisa disebut masih jauh dari kata nyaman dan aman. Kasus-kasus kriminal di angkutan umum masih sering terjadi. Mulai dari pencopetan, penodongan, hingga yang paling ekstrem adalah pelecehan seksual.
Pemerintah bukannya tidak menyadari hal ini. Upaya-upaya untuk memberikan keamanan dan kenyamanan transportasi publik sudah dirintis. Salah satunya dengan menyediakan gerbong atau tempat duduk khusus perempuan. Banyaknya kasus pelecehan seksual yang dialami perempuan saat melakukan mobilisasi di dalam kota menjadi landasan dibuatnya kebijakan yang merupakan aksi afirmatif semacam ini.
Sayangnya, upaya pemerintah untuk memberikan kenyamanan bagi perempuan yang menggunakan transportasi umum ini belum membuahkan hasil maksimal. Bukan sekali dua kali sejumlah perempuan memberikan testimoni soal tidak enaknya berada di gerbong khusus perempuan yang mereka pilih dengan sengaja. Alih-alih merasa aman dan nyaman, mereka mengaku harus mengecap pengalaman sepat seperti berebut tempat, saling cibir, bahkan tengkar mulut dengan sesama perempuan yang justru membikin naik pitam dan letih kian menjadi. Sebagian memandang gerbong khusus perempuan sebagai arena tempur di mana yang cekatan melihat peluang, dia yang menyabet kenikmatan. Lirik saja cuitan pemilik-pemilik akun Twitter berikut ini.
@vansuk_ #GerbongKRLWanita ini udah sumpek, tp tetep mbak2 dan Ibu2 pada maksa masuk. Yg berdiri deket pintu aja bisa kegeser sampe tengah gerbong :(
@GlowNop kalo tata cara berdiri di #GerbongKRLWanita salah, drama nya panjang, udah bisa di terka berapa banyak yang siap nyinyir alus
@miss_nidy #GerbongKRLWanita itu arena hunger games yang sesungguhnya.
Masih ingat cerita tentang perempuan yang meluapkan unek-uneknya di Path lantaran seorang ibu hamil meminta kursi yang sedang didudukinya di kereta, lantas dirundung warganet pada 2014 silam? Kejadian semacam ini menunjukkan bahwa bagi sebagian orang, peduli setan dengan solidaritas sesama perempuan—terlebih kepada yang perlu diprioritaskan seperti ibu hamil, orang berusia senja, atau sedang sakit. Dengan alasan perjalanan jauh yang mesti ditempuh atau kepenatan luar biasa yang seolah cuma mereka yang rasa, segelintir perempuan memilih meredupkan empati.
Menimbang Efek Samping Gerbong Khusus Perempuan
Bicara tentang aksi afirmasi tidak pernah terlepas dari pro-kontra terhadapnya. Di satu sisi, penyediaan ruang khusus perempuan memfasilitasi kebutuhan perlindungan perempuan dari risiko pelecehan seksual di transportasi publik. Cheon Eun-hye, mahasiswi di Korea Selatan menyatakan kepada Korea Times, “Saya sering merasa tidak aman saat menumpangi kereta dan memakai rok pendek karena adanya kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi baru-baru ini.” Lain lagi dengan opini Stevi (30) yang setiap hari berkomuter dari domisilinya di Depok ke pusat Jakarta, “Kalo pulang kantor, gue lebih seneng naik gerbong cewek, soalnya lebih 'ramah' terhadap hidung.”
Ada hal menarik dari opini Stevi ini. Ia mengindikasikan bahwa mayoritas laki-laki tidak terlalu peduli terhadap bau badan mereka. Dikotomi gender secara implisit tersampaikan di sini, bahwa umumnya, laki-laki kurang perhatian dalam merawat tubuhnya dibanding perempuan. Bicara tentang bau badan juga mengindikasikan bahwa warga dari kelas menengah hingga bawah harus rela berkeringat dalam jangka waktu tidak pendek, berbeda dari mereka yang berprivilese menumpangi taksi atau kendaraan pribadi setiap hari. Commuter Line adalah simbol kelas, dan dua kutubnya menjadi penanda kaum marjinal yang mesti berjibaku dalam kepadatan untuk bertahan hidup di Ibu Kota.
Di lain sisi, ada hal implisit yang ditangkap dari pengadaan gerbong atau ruang khusus perempuan: peneguhan bahwa perempuan tidak berdaya dan pelecehan seksual tidak bisa terelakkan, demikian dikemukakan oleh Laura Bates, penggagas Everday Sexism Project dalam program BBC Woman’s Hour.
Selain itu, terdapat pendapat mengajarkan laki-laki untuk tidak berbuat mesum dan menghormati perempuan di mana pun berada jauh lebih penting dan lebih efektif untuk menciptakan keamanan dan kenyamanan. Hal ini mengindikasikan adanya suatu pengotakan sifat yang menjadi stereotip atau digeneralisasi bahwa laki-laki tidak bisa dipercaya dan perempuan tidak bisa melakukan mobilisasi tanpa kekhawatiran akan keamanannya.
Argumen lain seperti dikutip dari The Week, jika laki-laki memang menjadi ancaman bagi perempuan, akan lebih baik bila dibuat gerbong khusus laki-laki dibanding gerbong khusus perempuan.
Bates juga menyatakan, pengadaan gerbong khusus perempuan malah memperbesar kemungkinan penyalahan korban. Pilihan untuk menempati gerbong khusus seolah-olah menjadi tanggung jawab setiap perempuan yang mau menghindari pelecehan seksual. “Jika kamu punya gerbong khusus perempuan, lantas seorang perempuan tidak memilih gerbong itu dan mendapat pelecehan seksual, apakah orang-orang akan menyalahkannya atas apa yang terjadi kepada perempuan itu?” tanya Bates.
Keresahan Bates ini bukan tidak beralasan. Dalam sebuah penelitian, ditemukan bahwa di Jepang, para perempuan yang menempati gerbong campur khawatir dianggap "korban sukarela" dari pelecehan-pelecehan seksual yang marak terjadi di sana.
Selain munculnya perdebatan perlu tidaknya gerbong khusus perempuan, efek samping lain dari pengadaan hal ini dapat diamati secara langsung dalam praktik keseharian. Baik untuk alasan tuntutan ekonomi atau aktualisasi diri, para perempuan terjun ke lapangan-lapangan pekerjaan publik dan otomatis, berkontribusi terhadap kepadatan transportasi publik pada jam berangkat dan pulang kantor. Semakin bertambahnya pekerja perempuan belum bisa dibalap dengan pengadaan moda transportasi yang aman dan nyaman bagi mereka. Bayangkan, hanya dalam dua gerbong perempuan bisa merasa sedikit lebih aman dari jamahan-jamahan laki-laki yang tidak diinginkan. Mau tidak mau, mereka mesti berimpitan bak ikan sarden di kaleng. Gerbong perempuan yang semula dibuat untuk menciptakan kenyamanan, malah memunculkan ketidaknyamanan reguler bagi para perempuan sendiri. Apa daya, paranoid terhadap tindak kriminal berbasis gender serta gangguan kenyamanan sebagaimana diungkapkan Stevi membuat mereka pasrah berdiri satu kaki, terombang-ambing setiap penumpang masuk dan keluar, dan terinjak oleh kaki-kaki asing.
“Aku Perempuan, Maka Aku Benar?”
Kalimat ini sering sekali dijadikan lawakan seksis di mana-mana. Namun, apakah lawakan ini muncul seperti Mr. Bean yang jatuh dari langit? Aneka pengalaman mirip membuat kalimat bernada generalisasi ini populer. Terkadang, yang mengalaminya juga kaum perempuan sendiri.
Lebih lanjut mengenai gerbong khusus perempuan, Stevi menceritakan pengalamannya sebagai perempuan yang tengah hamil enam bulan. “Bukannya mau mendiskreditkan perempuan atau seksis, ya, apalagi gue juga perempuan. Tapi kadang-kadang, ibu-ibu di gerbong cewek lebih galak dibanding ibu-ibu kehilangan Tupperware,” ujarnya sembari berseloroh, “Itu sebabnya kalau berangkat, gue lebih milih naik gerbong campuran selain karena belum pada bau keringet juga.”
Stevi juga mengungkapkan, saking sengitnya persaingan mendapat kenyamanan di kereta, dibutuhkan strategi sendiri untuk mencapainya. Contohnya, ia lebih memilih naik kereta ke Kota terlebih dahulu dari kantornya di bilangan Cikini untuk menuju rumah di Depok. Hal ini Stevi lakukan supaya ia bisa mendapat kursi dan menjaga kondisinya serta kandungannya. “Soalnya orang suka nggak mau ngalah sama ibu hamil, padahal perut gue udah nonjol gede banget. Temen gue yang lagi hamil juga ada yang sampe gemetar dan mau pingsan, baru dikasih tempat duduk. Itu pun setelah dibantu petugas gerbong yang awalnya nggak sadar ada ibu hamil. Bisa jadi karena temen gue badannya mungil walau hamilnya udah cukup besar dan kondisi kereta yang padat banget sampai-sampai dia nggak kelihatan,” cerita Stevi.
Kali lain, Stevi juga pernah mendapati ibu hamil lainnya di gerbong khusus perempuan. Kursi prioritas saat itu telah diisi oleh lansia dan ibu hamil lainnya. Saat hendak meminta kursi reguler kepada salah satu penumpang perempuan, ia malah disemprot dengan ucapan, “Minta ke gerbong campuran aja, Bu. Jangan minta di sini.” Stevi yang waktu itu tengah mengandung juga hanya bisa memendam kekesalan melihat ketiadaan empati dari sesama perempuan.
Melihat fakta-fakta semacam ini, maka tidak heran bila ujaran gerbong perempuan itu lebih ganas jadi populer dan diamini banyak orang, meski tidak selamanya orang-orang dengan kepekaan tinggi absen dari gerbong perempuan - PT Kontak Perkasa
Sumber:tirto.id
Pemerintah bukannya tidak menyadari hal ini. Upaya-upaya untuk memberikan keamanan dan kenyamanan transportasi publik sudah dirintis. Salah satunya dengan menyediakan gerbong atau tempat duduk khusus perempuan. Banyaknya kasus pelecehan seksual yang dialami perempuan saat melakukan mobilisasi di dalam kota menjadi landasan dibuatnya kebijakan yang merupakan aksi afirmatif semacam ini.
Sayangnya, upaya pemerintah untuk memberikan kenyamanan bagi perempuan yang menggunakan transportasi umum ini belum membuahkan hasil maksimal. Bukan sekali dua kali sejumlah perempuan memberikan testimoni soal tidak enaknya berada di gerbong khusus perempuan yang mereka pilih dengan sengaja. Alih-alih merasa aman dan nyaman, mereka mengaku harus mengecap pengalaman sepat seperti berebut tempat, saling cibir, bahkan tengkar mulut dengan sesama perempuan yang justru membikin naik pitam dan letih kian menjadi. Sebagian memandang gerbong khusus perempuan sebagai arena tempur di mana yang cekatan melihat peluang, dia yang menyabet kenikmatan. Lirik saja cuitan pemilik-pemilik akun Twitter berikut ini.
@vansuk_ #GerbongKRLWanita ini udah sumpek, tp tetep mbak2 dan Ibu2 pada maksa masuk. Yg berdiri deket pintu aja bisa kegeser sampe tengah gerbong :(
@GlowNop kalo tata cara berdiri di #GerbongKRLWanita salah, drama nya panjang, udah bisa di terka berapa banyak yang siap nyinyir alus
@miss_nidy #GerbongKRLWanita itu arena hunger games yang sesungguhnya.
Masih ingat cerita tentang perempuan yang meluapkan unek-uneknya di Path lantaran seorang ibu hamil meminta kursi yang sedang didudukinya di kereta, lantas dirundung warganet pada 2014 silam? Kejadian semacam ini menunjukkan bahwa bagi sebagian orang, peduli setan dengan solidaritas sesama perempuan—terlebih kepada yang perlu diprioritaskan seperti ibu hamil, orang berusia senja, atau sedang sakit. Dengan alasan perjalanan jauh yang mesti ditempuh atau kepenatan luar biasa yang seolah cuma mereka yang rasa, segelintir perempuan memilih meredupkan empati.
Menimbang Efek Samping Gerbong Khusus Perempuan
Bicara tentang aksi afirmasi tidak pernah terlepas dari pro-kontra terhadapnya. Di satu sisi, penyediaan ruang khusus perempuan memfasilitasi kebutuhan perlindungan perempuan dari risiko pelecehan seksual di transportasi publik. Cheon Eun-hye, mahasiswi di Korea Selatan menyatakan kepada Korea Times, “Saya sering merasa tidak aman saat menumpangi kereta dan memakai rok pendek karena adanya kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi baru-baru ini.” Lain lagi dengan opini Stevi (30) yang setiap hari berkomuter dari domisilinya di Depok ke pusat Jakarta, “Kalo pulang kantor, gue lebih seneng naik gerbong cewek, soalnya lebih 'ramah' terhadap hidung.”
Ada hal menarik dari opini Stevi ini. Ia mengindikasikan bahwa mayoritas laki-laki tidak terlalu peduli terhadap bau badan mereka. Dikotomi gender secara implisit tersampaikan di sini, bahwa umumnya, laki-laki kurang perhatian dalam merawat tubuhnya dibanding perempuan. Bicara tentang bau badan juga mengindikasikan bahwa warga dari kelas menengah hingga bawah harus rela berkeringat dalam jangka waktu tidak pendek, berbeda dari mereka yang berprivilese menumpangi taksi atau kendaraan pribadi setiap hari. Commuter Line adalah simbol kelas, dan dua kutubnya menjadi penanda kaum marjinal yang mesti berjibaku dalam kepadatan untuk bertahan hidup di Ibu Kota.
Di lain sisi, ada hal implisit yang ditangkap dari pengadaan gerbong atau ruang khusus perempuan: peneguhan bahwa perempuan tidak berdaya dan pelecehan seksual tidak bisa terelakkan, demikian dikemukakan oleh Laura Bates, penggagas Everday Sexism Project dalam program BBC Woman’s Hour.
Selain itu, terdapat pendapat mengajarkan laki-laki untuk tidak berbuat mesum dan menghormati perempuan di mana pun berada jauh lebih penting dan lebih efektif untuk menciptakan keamanan dan kenyamanan. Hal ini mengindikasikan adanya suatu pengotakan sifat yang menjadi stereotip atau digeneralisasi bahwa laki-laki tidak bisa dipercaya dan perempuan tidak bisa melakukan mobilisasi tanpa kekhawatiran akan keamanannya.
Argumen lain seperti dikutip dari The Week, jika laki-laki memang menjadi ancaman bagi perempuan, akan lebih baik bila dibuat gerbong khusus laki-laki dibanding gerbong khusus perempuan.
Bates juga menyatakan, pengadaan gerbong khusus perempuan malah memperbesar kemungkinan penyalahan korban. Pilihan untuk menempati gerbong khusus seolah-olah menjadi tanggung jawab setiap perempuan yang mau menghindari pelecehan seksual. “Jika kamu punya gerbong khusus perempuan, lantas seorang perempuan tidak memilih gerbong itu dan mendapat pelecehan seksual, apakah orang-orang akan menyalahkannya atas apa yang terjadi kepada perempuan itu?” tanya Bates.
Keresahan Bates ini bukan tidak beralasan. Dalam sebuah penelitian, ditemukan bahwa di Jepang, para perempuan yang menempati gerbong campur khawatir dianggap "korban sukarela" dari pelecehan-pelecehan seksual yang marak terjadi di sana.
Selain munculnya perdebatan perlu tidaknya gerbong khusus perempuan, efek samping lain dari pengadaan hal ini dapat diamati secara langsung dalam praktik keseharian. Baik untuk alasan tuntutan ekonomi atau aktualisasi diri, para perempuan terjun ke lapangan-lapangan pekerjaan publik dan otomatis, berkontribusi terhadap kepadatan transportasi publik pada jam berangkat dan pulang kantor. Semakin bertambahnya pekerja perempuan belum bisa dibalap dengan pengadaan moda transportasi yang aman dan nyaman bagi mereka. Bayangkan, hanya dalam dua gerbong perempuan bisa merasa sedikit lebih aman dari jamahan-jamahan laki-laki yang tidak diinginkan. Mau tidak mau, mereka mesti berimpitan bak ikan sarden di kaleng. Gerbong perempuan yang semula dibuat untuk menciptakan kenyamanan, malah memunculkan ketidaknyamanan reguler bagi para perempuan sendiri. Apa daya, paranoid terhadap tindak kriminal berbasis gender serta gangguan kenyamanan sebagaimana diungkapkan Stevi membuat mereka pasrah berdiri satu kaki, terombang-ambing setiap penumpang masuk dan keluar, dan terinjak oleh kaki-kaki asing.
“Aku Perempuan, Maka Aku Benar?”
Kalimat ini sering sekali dijadikan lawakan seksis di mana-mana. Namun, apakah lawakan ini muncul seperti Mr. Bean yang jatuh dari langit? Aneka pengalaman mirip membuat kalimat bernada generalisasi ini populer. Terkadang, yang mengalaminya juga kaum perempuan sendiri.
Lebih lanjut mengenai gerbong khusus perempuan, Stevi menceritakan pengalamannya sebagai perempuan yang tengah hamil enam bulan. “Bukannya mau mendiskreditkan perempuan atau seksis, ya, apalagi gue juga perempuan. Tapi kadang-kadang, ibu-ibu di gerbong cewek lebih galak dibanding ibu-ibu kehilangan Tupperware,” ujarnya sembari berseloroh, “Itu sebabnya kalau berangkat, gue lebih milih naik gerbong campuran selain karena belum pada bau keringet juga.”
Stevi juga mengungkapkan, saking sengitnya persaingan mendapat kenyamanan di kereta, dibutuhkan strategi sendiri untuk mencapainya. Contohnya, ia lebih memilih naik kereta ke Kota terlebih dahulu dari kantornya di bilangan Cikini untuk menuju rumah di Depok. Hal ini Stevi lakukan supaya ia bisa mendapat kursi dan menjaga kondisinya serta kandungannya. “Soalnya orang suka nggak mau ngalah sama ibu hamil, padahal perut gue udah nonjol gede banget. Temen gue yang lagi hamil juga ada yang sampe gemetar dan mau pingsan, baru dikasih tempat duduk. Itu pun setelah dibantu petugas gerbong yang awalnya nggak sadar ada ibu hamil. Bisa jadi karena temen gue badannya mungil walau hamilnya udah cukup besar dan kondisi kereta yang padat banget sampai-sampai dia nggak kelihatan,” cerita Stevi.
Kali lain, Stevi juga pernah mendapati ibu hamil lainnya di gerbong khusus perempuan. Kursi prioritas saat itu telah diisi oleh lansia dan ibu hamil lainnya. Saat hendak meminta kursi reguler kepada salah satu penumpang perempuan, ia malah disemprot dengan ucapan, “Minta ke gerbong campuran aja, Bu. Jangan minta di sini.” Stevi yang waktu itu tengah mengandung juga hanya bisa memendam kekesalan melihat ketiadaan empati dari sesama perempuan.
Melihat fakta-fakta semacam ini, maka tidak heran bila ujaran gerbong perempuan itu lebih ganas jadi populer dan diamini banyak orang, meski tidak selamanya orang-orang dengan kepekaan tinggi absen dari gerbong perempuan - PT Kontak Perkasa
Sumber:tirto.id
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 10:16 AM