Powered by Blogger.
Latest Post

Istana Bantah Iriana Jokowi Terima Kalung dari Raja Salman

Written By Kontak Perkasa Futures on Wednesday, March 8, 2017 | 8:32 AM


PT Kontak Perkasa Futures Yogyakarta - Sekretaris Kabinet Pramono Anung membantah kabar istri Presiden Joko Widodo, Iriana, telah menerima hadiah kalung dari Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud. Ia mengatakan tidak ada pemberian seperti itu. 

"Saya kebetulan mengikuti semua acara (Raja Salman) yang berlangsung. Tidak ada itu (pemberian kalung ke Iriana). Tidak pernah ada," ujar Pramono saat dicegat di kompleks Istana Kepresidenan, Senin, 6 Maret 2017, menjawab kabar yang marak di media sosial mengenai Raja Salman telah memberikan hadiah kalung berlian kepada Iriana Jokowi.

Pramono bahkan mengatakan kabar tentang pemberian hadiah itu sudah beredar sejak Raja Salman belum mendarat di Indonesia. Dengan begitu, tidak benar apabila Raja Salman memberikan perhiasan kepada Iriana ketika sudah berada di Indonesia.

Hal senada disampaikan Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Ia menyatakan tidak ada pertukaran hadiah bernilai besar antara Presiden Joko Widodo dan Raja Salman. Yang ada, kata Pratikno, hanyalah pemberian cendera mata dari Presiden Joko Widodo kepada Raja Salman berupa foto.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, telah beredar video di jejaring sosial yang diberi judul "Kalung-kalung Berlian Pemberian Raja Salman ke Ibu Iriana Jokowi yang Diserahkan ke KPK". Video tersebut mempertontonkan berbagai jenis kalung berlian yang tampak mewah karena berkilauan.

Kalung-kalung berlian tersebut tampak berada di dalam dan di atas kotak-kotak berlian. Beberapa di antaranya terdapat tulisan dengan huruf Arab. Menurut kabar itu, perhiasan tersebut kemudian diberikan ke KPK sebagai bentuk pengembalian gratifikasi. Pramono membantahnya dan mengatakan kabar pemberian kalung kepada Iriana Jokowi dari Raja Salman itu tidak benar - PT Kontak Perkasa Futures

Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 8:32 AM

Soal Penemuan Kulit Kabel, Ahok: Ada Semen, Pasir dan Pipa Juga

Written By Kontak Perkasa Futures on Tuesday, March 7, 2017 | 1:47 PM

PT Kontak Perkasa, Yogyakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak mau berkomentar banyak soal penemuan kulit kabel di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Namun, Ahok mengatakan, selain kulit kabel, banyak material lain ditemukan di lokasi yang sama.

"Nggak tahulah, aku nggak mau komentarlah. Nanti (dikira) lebay lagi," kata Ahok di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat..

Ahok tidak mau berspekulasi apakah penemuan kulit kabel kali ini sama dengan yang ditemukan tahun lalu di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, tahun lalu. Ahok menyebut, dari laporan yang disampaikan oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI Jakarta, ada beberapa material yang ditemukan bersama kulit kabel tersebut.

Material tersebut antara lain semen, pasir, dan bongkahan bekas proyek. Selain itu, pipa ditemukan di lokasi tersebut. Ahok mengaku belum tahu dari mana material-material tersebut datang.

"Nggak tahulah, kamu cek saja (ada atau tidak indikasi kejadian sama seperti tahun lalu)," jawab Ahok.

"Laporan dari PU sampai ada semen, pasir. Terus ada bongkahan bekas proyek, ada batu di dalam. Pipa-pipa juga ada. Nggak ngerti juga datangnya dari mana," papar Ahok.

Terkait dengan koordinasi dengan pihak terkait, seperti PLN, Ahok mengatakan pihak PLN merasa kulit kabel tersebut bukan milik mereka. Ahok menyebut PLN pernah bilang kepadanya bahwa letak kabel milik mereka bukan berada di lokasi penemuan kulit kabel.

"PLN sih merasa bukan punya mereka. Merasa tempatnya bukan di tempat itu, bukan asal itu. Waktu itu ngomong begitu. Yang jelas bukan di situ posisi barangnya," ujar Ahok.

Mantan Bupati Belitung Timur itu sudah menginstruksikan Dinas PU untuk melaporkan penemuan kulit kabel tersebut kepada polisi. Ahok menduga ada unsur pidana pencurian kabel dalam kasus itu.

"Itu saya suruh PU saja (lapor ke polisi). Kalau gejalanya barang itu (kulit kabel) nggak mungkin di dalam. Lapor polisi, saya bilang," ucap Ahok.

"Terus kamu juga kalau mencuri kabel, kamu mesti kupas di dalam atau bawa sekaligus dipotong. Potong bawa pergi dong. Kita juga nggak tahu," tuturnya - PT Kontak Perkasa

Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 1:47 PM

Ada 3 Fenomena Alam, Indonesia Bakal Hujan Lebat 7 Maret 2017

Written By Kontak Perkasa Futures on Monday, March 6, 2017 | 11:08 AM

Kontak Perkasa Futures, Yogyakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengindentifikasi adanya pusat tekanan rendah pada Jumat 3 Maret di Laut Arafuru bagian utara. Pusat tekanan rendah itu telah tumbuh menjadi Siklon Tropis Blance pada Minggu 5 Maret, pukul 13.00 WIB di perairan sebelah barat Darwin, Australia.  

"Kecepatan angin di dekat pusat Siklon Tropis Blance mencapai 75 km/jam dan tekanan udara minimum di pusatnya tercatat 992 hPa. Siklon tropis Blance diperkirakan bergerak menuju barat daya mencapai wilayah Kalumburu, Australia Barat pada Senin 6 Maret 2017 pukul 13.00 WIB. Keberadaan siklon tropis Blance mengakibatkan dampak tidak langsung berupa peningkatan hujan dan gelombang tinggi di wilayah Indonesia," ungkap Deputi Bidang Meteorologi BMKG Yunus S Swarinoto di Jakarta.

Fenomena alam kedua, sambung dia, yakni atmosfer Madden Julian Oscillation (MJO) dengan intensitas sedang yang melintasi Sumatera dan menimbulkan peningkatan curah hujan di wilayah tersebut. MJO diperkirakan terus bergerak ke timur dengan intensitas melemah.

Sementara itu, lanjut Yunus, batas seruakan udara kering dari perairan sebelah barat Australia, menjadi fenomena alam ketiga yang saat ini berada di perairan sebelah selatan Jawa, dengan intensitas lemah. Kondisi ini diperkirakan masih akan stabil hingga 2 hari kedepan.

"Hingga Selasa 7 Maret 2017, keberadaan siklon tropis Blance, MJO, dan seruakan udara kering mengakibatkan adanya potensi hujan lebat disertai kilat/petir ataupun hujan ringan/sedang berdurasi lama di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur Kalimatan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat dan Papua," beber dia.

"Sedangkan potensi angin kencang berdurasi lama dan/atau puting beliung berdurasi singkat, dapat terjadi di Kalimantan Selatan, pesisir selatan Kalimantan Tengah, Pesisir timur Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur," imbuh Yunus.

BMKG pun mengimbau kepada masyarakat agar tetap waspada dan berhati-hati terhadap dampak yang dapat ditimbulkan. Seperti banjir, tanah longsor, banjir bandang, genangan, pohon tumbang, baliho dan papan iklan yang mungkin bisa jatuh, serta jalan licin - Kontak Perkasa futures

Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 11:08 AM

Siapakah yang Dimaksud Orang Arab?

Written By Kontak Perkasa Futures on Friday, March 3, 2017 | 9:11 AM


PT Kontak Perkasa Futures Yogyakarta - Pertanyaan; “Siapa itu orang Arab?” adalah pertanyaan yang susah-susah gampang untuk dijawab. Paling tidak ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan untuk memperoleh jawaban ini secara memuaskan. Pertama, secara genealogi. Arab dipandang sebagai sebuah ras yang merujuk pada skala teritori wilayah.

Kita bisa menggunakan kacamata Philip K. Hitti dalam History of Arabs (1937: 20) untuk membagi Arab secara geografis dan ras pada era sebelum kedatangan Islam. Pemisahan yang membagi pada dua kriteria umum. Pertama orang-orang Arab Selatan, dan kedua, orang-orang Arab Utara.

Orang-orang Arab Selatan merujuk pada wilayah yang lebih maju. Di sekitaran Yaman, Hadramaut, dan sepanjang pesisirnya, orang-orang tidak menggunakan bahasa Arab, melainkan bahasa Semit Kuno. Orang-orang Arab Selatan inilah yang kemudian punya relasi secara internasional sampai—setidaknya—abad ke-5 atau 6 Masehi. Bangsa Yunani menyebutnya sebagai “Arabia Felix” yang bermakna kawasan Arab yang beruntung.

Dibandingkan orang-orang Arab Selatan, orang-orang Arab Utara sedikit tertinggal. Mereka berada di kerasnya kondisi geografis yang tidak bersahabat—lautan gurun pasir yang luas—orang-orang Arab Utara kebanyakan masih nomaden (bahkan sampai sekarang), meskipun beberapa ada yang tinggal di Hijaz dan Nejed. Bahasa yang digunakan di daerah-daerah ini adalah bahasa Arab.

Orang Arab Utara baru mengembangkan literasi tertulis sejak kedatangan Nabi Muhammad. Sebelum itu, budaya literasi Arab Utara lebih condong pada literasi lisan. Prosa, puisi, sajak, sampai pepatah-pepatah Arab dengan rima dan diksi indah turun-temurun melalui ingatan yang disampaikan dari mulut ke mulut. Maka dari itu, istilah “jahiliyah” lebih erat kaitannya dengan dengan orang-orang Arab Utara.

Di tahap inilah aspek kedua untuk memperoleh batasan “siapa itu Arab?” muncul. Aspek bahasa. Sebutan Arab dipakai untuk wilayah-wilayah yang menggunakan Bahasa Arab sebagai “bahasa Ibu” mereka. Pada poin inilah muncul perdebatan apakah Mesir dan negara-negara di sepanjang Afrika Utara termasuk “Arab”, karena praktis bahasa Arab bukanlah bahasa ibu bangsa-bangsa ini.

Kita juga perlu mengetahui apa yang dimaksud "Arab” dan "Jazirah Arab". Jazirah yang berarti tanah yang menganjur ke laut seakan-akan menjadi pulau ini adalah pembatas geografis yang cukup jelas. Karena “Arab” punya makna padang pasir, maka Jazirah Arab adalah sebutan untuk menandai wilayah geografis semenanjung padang pasir. Batas-batasnya adalah Laut Merah dan Teluk Aqabah di barat daya, Laut Arab di tenggara, serta Teluk Oman dan Teluk Persia di timur laut. Saat ini, secara politik daerah ini berisi negara Arab Saudi, Kuwait, Yaman, Oman, Uni Emirat Arab, Qatar, dan Bahrain.

William Montgomery Watt, professor studi Arab dan Islam Universitas Edinburgh, dalam esainya "Who is an Arab?" menyebut bahwa kehadiran Muhammad dengan agama Islam tidak hanya membawa perubahan pada keyakinan orang-orang Arab Utara, tapi juga Arab secara luas sebagai sebuah kesatuan politik. Sejak kemunculan wahyu pertama sampai wafatnya, suku-suku yang saling bermusuhan secara rentang waktu yang begitu cepat berhasil disatukan dalam satu persamaan: Islam.

Di sinilah kemudian aspek ketiga muncul: aspek politik. Perluasan pengaruh agama Islam sejak kekhalifahan Umar bin Khattab sampai era Bani Abassiyah segera memperluas sebutan tentang “Siapa itu Arab?”. Perluasan teritori yang berlanjut sampai dengan 750 Masehi. Sebutan “Arab” kemudian membentang dari Spanyol (Andalusia) sampai Asia Tengah (Punjab). Sekaligus menyebarluaskan bahasa Arab dan agama Islam yang menjadi terminologi pembatas siapa yang disebut Arab.

Sekalipun identik dengan Islam, kebudayaan Arab pada awalnya merupakan gambaran keyakinan warisan bangsa Semit. Pada era tersebut, kesadaran akan keberadaan Tuhan yang tunggal sudah muncul. Hanya saja, kemudian muncul “tuhan-tuhan” baru dalam wujud al-‘Uzza, Al-Lat, dan Manat, yang dianggap tiga anak perempuan Tuhan.

Ketiga “tuhan” baru ini memiliki tempat pemujaan di dekat kota Mekah, tempat nenek moyang bangsa Arab—Ibrahim dan Ismail—mendirikan Ka’bah. Hal ini menunjukkan bahwa Bangsa Arab memiliki ragam agama, baik sejak sebelum kedatangan Islam sampai era modern. Dari Kristen, Yahudi, Majusi, sampai paganisme. Meskipun Islam—tentu saja—menjadi agama yang sangat dominan.

Pada akhirnya, ketiga aspek tersebut adalah jawaban dari setiap determinan yang digunakan. Jika kita menyebut Jazirah Arab, maka kita akan bicara pada batas-batas geografis. Jika kita menyebut “Dunia Arab”, maka kita akan menggunakan kacamata bahasa. Semua komunitas yang berbahasa Arab termasuk dunia Arab: dari Aljazair sampai Mesir di Afrika Utara, sampai seluruh negara di Jazirah Arab.

Inilah yang kemudian menjadi sebab Iran dan Turki tidak termasuk “Dunia Arab.” Baik secara sejarah peradaban maupun bahasa, keduanya berbeda dengan Arab. Iran dengan Persia dan Turki dengan ‘Romawi’ (biasa juga disebut Romawi Timur) membuat warisan bahasa yang digunakan pun berbeda: bahasa Farsi dan Turki.

Berbeda lagi jika menyebut “Negara Islam.” Rujukan utama tentu daerah di Jazirah Arab, terutama Arab Saudi karena secara teritori dan sejarah sumber awalnya memang berasal di sana. Sebutan ini juga merujuk pada sistem kenegaraan yang masih menggunakan hukum-hukum agama Islam. 

Uniknya, jika merujuk “Negara Muslim”, menurut American-Arab Anti Discrimination Committee, justru malah Indonesia yang mendapat sebutan itu. Tentu saja karena penganut Islam alias Muslim di Indonesia mencapai angka 170 juta jiwa. Terbesar di dunia - PT Kontak Perkasa Futures

Sumber:tirto
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 9:11 AM

Peliknya Jalan Hidup Sayuti Melik

Written By Kontak Perkasa Futures on Thursday, March 2, 2017 | 11:37 AM


PT Kontak Perkasa Yogyakarta - Di sepanjang hidupnya yang cukup panjang hingga 80 tahun lamanya, Sayuti Melik kerap merasakan jadi pesakitan. Dari jeruji besi kolonial Belanda sampai dibuang ke Boven Digul, dipenjara di Singapura, ditangkap militer Jepang, bahkan dibui oleh pemerintah negaranya sendiri setelah Indonesia merdeka. 

Meskipun begitu, Sayuti Melik mampu bertahan kendati diterpa gelombang perubahan zaman yang sepertinya selalu tidak ramah terhadapnya. Ia baru merasakan hidup tenang saat rezim Orde Baru tiba. Sempat menjadi anggota DPR/MPR dari partai penguasa, Golkar, hingga akhirnya wafat di ibukota pada 27 Februari 1989, tepat 28 tahun silam.
Anak Lurah Penentang Penjajah

Dari pelosok Yogyakarta Sayuti Melik berasal. Ia dilahirkan pada 25 November 1908, terpaut beberapa bulan dari kelahiran Boedi Oetomo yang disebut-sebut sebagai organisasi kebangsaan pertama di Indonesia. 

Sayuti Melik adalah putra Partoprawito alias Abdul Mu′in, Kepala Desa Kadilobo di Sleman, Yogyakarta. Ayahnya inilah yang mengajarkan kepada Sayuti Melik tentang nasionalisme. Ia melihat langsung sang ayah berani menentang kebijakan Belanda yang memakai paksa sawah milik rakyat (Tempo, Volume 19, 1989).

Partoprawito ternyata bukan lurah biasa. Ia juga seorang pokrol yang berperan layaknya pengacara bagi kaum tani di daerahnya yang ditindas oleh perusahaan-perusahaan perkebunan milik orang Eropa atau pemerintah kolonial, termasuk saat membela kepentingan petani pribumi atas sengketa tanah terkait penanaman tembakau.

“Pak Abdul Mu’in sebagai pembelanya dan berhasil menang. Jadi, di masa penjajahan Belanda ia bisa mengalahkan orang Belanda. Ia terkenal di Yogyakarta utara,” demikian sebut Dawam, keponakan Sayuti Melik (Budi Setiyono, Historia.id, 2016).

Maka tidak heran jika nantinya Sayuti Melik tumbuh menjadi seorang yang bernyali tinggi menentang ketidakadilan. Tidak peduli siapa si penindas, baik orang asing maupun sebangsanya sendiri, Sayuti Melik siap menghardik, lewat tulisan-tulisannya yang memang mampu mencekik, juga turun langsung ke ranah publik.

Tertarik ke Kiri

Sejak belia, Sayuti Melik sudah berminat pada isu-isu kebangsaan. Ia rajin membaca buku, koran, juga mengikuti acara diskusi yang menghadirkan tokoh berpengaruh. Pendiri Muhammadiyah, Kyai Haji Ahmad Dahlan, menjadi salah satu sosok panutannya saat itu. Terlebih, jarak rumahnya dengan markas Muhammadiyah di Kauman tidak terlalu jauh.

Seiring daya pikirnya yang kian kritis, Sayuti Melik mulai jenuh dengan ide-ide Ahmad Dahlan yang dianggapnya kurang menggigit. 

“Lama-kelamaan saya tidak tertarik kepada Kyai Dahlan, karena menurut saya dia kurang progresif-revolusioner. Akhirnya saya tinggalkan Kyai Dahlan, dan saya berguru kepada Haji Misbach,” ucapnya (Solichin Salam, Wajah-wajah Nasional, 1990:173).

Haji Misbach adalah seorang ulama terkenal dari Solo yang beraliran kiri. Pada 1920, Sayuti Melik sekolah di Solo dan mulai mengenal haji merah itu lewat tulisan-tulisannya di majalah Islam Bergerak atau Medan Moeslimin. Di kota itu pula, Sayuti Melik memperoleh tambahan wawasan nasionalisme dari gurunya yang justru orang Belanda, H.A. Zurink.

Dari sinilah Sayuti Melik semakin tertarik pada sosialisme, komunisme, Marxisme, dan seterusnya. Waktu itu, hal-hal beraroma merah belum “diharamkan”, bahkan menjadi salah satu ujung tombak perlawanan terhadap kolonial. Sayuti Melik pun menuliskan pemikirannya dan mengirimkan artikel ke berbagai surat kabar yang terbit di tanah air. 
Dikurung Hingga Dibuang

Tulisan dan pergerakan Sayuti Melik yang masif membawanya ke jeruji besi pada usia 16 tahun. Pada 1924, ia menjadi tahanan kolonial di Ambarawa, Jawa Tengah, dengan tuduhan telah menghasut rakyat untuk melawan pemerintah (Arief Priyadi, Wawancara dengan Sayuti Melik, 1986:29).

Dua tahun berselang, ia kena masalah lagi, kali ini lebih serius, dituding terlibat aksi perlawanan—atau dalam sudut pandang pemerintah kolonial: pemberontakan—Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1926. Tak hanya dibui, Sayuti Melik juga turut dibuang ke Boven Digul, Papua, bersama orang-orang PKI (Audrey Kahin, Regional Dynamics of The Indonesian Revolution, 1985:37).

Sayuti Melik baru pulang ke Jawa pada 1933. Namun, tiga tahun kemudian ia dijebloskan lagi ke bui. Sayuti Melik yang saat itu merantau ke Singapura ditangkap pemerintah kolonial Inggris di sana karena dicurigai terlibat dalam gerakan bawah tanah (Soebagijo I.N., S.K. Trimurti: Wanita Pengabdi Bangsa, 1982:36).

Kembali ke tanah air pada 1937, Sayuti Melik bertemu dengan S.K. Trimurti, seorang jurnalis perempuan sekaligus aktivis pergerakan nasional yang juga keluar-masuk penjara sebelum masa itu dan setelahnya. Mereka menikah pada 1938 dan menerbitkan koran Pesat di Semarang.
Dibui Bangsa Sendiri

Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, Sayuti Melik dan Trimurti juga tak luput dari tekanan. Pesat diberangus oleh Jepang karena dianggap berbahaya. Trimurti dibui, sedangkan Sayuti ditangkap karena dituding sebagai komunis (Rosihan Anwar, Sejarah Kecil "Petite Histoire" Indonesia, Volume 3, 2004:254).

Tahun 1943, Trimurti dibebaskan atas permintaan Sukarno. Sayuti Melik dan istrinya pun sempat hidup tenang karena dekat dengan Sukarno yang dikenalnya sejak 1926. Kelak, Sayuti Melik tergabung dalam kelompok Menteng 31 yang membawa Sukarno-Hatta ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945. Sehari kemudian, Indonesia merdeka dan teks proklamasi kemerdekaan itu diketik oleh Sayuti Melik. 

Meskipun turut berperan dalam upaya kemerdekaan, menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), serta cukup dekat dengan Sukarno sebagai presiden pertama Republik Indonesia, tapi Sayuti Melik tetap saja tidak sepenuhnya merasa merdeka.

Belum genap setahun Indonesia merdeka, Sayuti Melik ditangkap oleh pemerintah RI atas perintah Amir Syarifudin yang kala itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan dengan tuduhan terlibat dalam Peristiwa 3 Juli 1946 yang disebut-sebut sebagai upaya makar pertama pasca-kemerdekaan (Yuanda Zara, Peristiwa 3 Juli 1946: Menguak Kudeta Pertama dalam Sejarah Indonesia. 2009:190).

Lantaran tidak terbukti bersalah setelah diperiksa oleh Mahkamah Tentara, Sayuti Melik lepas dari dakwaan. Kemudian, ia turut berjuang untuk republik melawan Belanda yang ingin berkuasa kembali di Indonesia. Pada 1948, Sayuti Melik ditangkap Belanda, ditahan di Ambarawa, dan baru bebas jelang penyerahan kedaulatan pada 1950.

Dipungut Orde Baru

Kehidupan Sayuti Melik setelah Indonesia sepenuhnya berdaulat ternyata tak kunjung tenteram. Sempat dekat dengan Sukarno, ia justru berbalik melawan dan menentang gagasan sang putra fajar tentang Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (Nasakom). Sayuti Melik menuntut “Komunisme” diganti dengan “Sosialisme,” sehingga "Nasakom" seharusnya berganti menjadi "Nasasos" (Soegiarso Soerojo, Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai, 1988:108).

Sayuti Melik juga sangat tidak setuju jika Sukarno menjadi presiden seumur hidup (Tempo, Volume 19, 1989). Lewat tulisan “Belajar Memahami Sukarnoisme” yang dimuat di puluhan media massa, ia memaparkan perbedaan Marhaenisme Sukarno dengan doktrin komunisme ala PKI. Sayuti Melik menyerang PKI—yang dulu pernah dibelanya—yang dianggapnya kerap menjilat sang penguasa. 

Sejak saat itu, Sayuti Melik terkesan diabaikan oleh rezim Sukarno. Namun, saat rezim berganti dan Soeharto mengambil tampuk kepemimpinan, Sayuti justru mendapat perlindungan dari Orde Baru. 

Aroma kiri yang pernah lekat pada diri Sayuti Melik ternyata dimaafkan. Pemilu 1971 dan 1977 bahkan menempatkannya sebagai anggota DPR/MPR dari Fraksi Golkar yang tidak lain adalah representasi dari kekuasaan Soeharto selama Orde Baru berjaya (Jailani Sitohang, Gaya Kepemimpinan Sukarno-Suharto, 1989: 55).

Hidup nyaman di era emas Orde Baru setelah melalui masa muda dari penjara ke penjara, Sayuti Melik meninggal dunia di Jakarta pada 27 Februari 1989 dalam usia 80 tahun. Soeharto selaku presiden datang melayat sang juru ketik proklamasi yang telah menjalani kehidupan penuh intrik dan polemik ini - PT Kontak Perkasa


Sumber:tirto
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 11:37 AM

Beda Kunjungan Raja Faisal dan Raja Salman ke Indonesia

Written By Kontak Perkasa Futures on Wednesday, March 1, 2017 | 11:27 AM

Kontak Perkasa Futures Yogyakarta - Setelah Raja Faisal Ibn Abdul Aziz As Saud pada 47 tahun silam, Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud berkunjung ke Indonesia hari ini. Penyambutan dan kunjungan dua raja itu dirasa berbeda.

"Memang (penyambutan) agak berbeda dalam tampilan," kata Direktur Pusat Kajian Timur Tengah UI Abdul Mutaali.

Mutaali mengisahkan, Raja Faisal berkunjung ke Indonesia hanya 4 hari kurun 10-13 Juni 1970. Kunjungan Raja Faisal itu tanpa liburan serta dengan jumlah rombongan yang tidak terlalu besar. 

"Berbeda dengan Raja Salman, jumlah rombongan yang spektacular, 9 Hari, sambil liburan di Bali," ujarnya.

Namun terlepas dari itu, Mutaali berharap besarnya rombongan kunjungan Raja Salman menandakan besarnya investasi di Indonesia nantinya.

"Tapi Baik lah, semoga besarnya rombongan yang dibawa menunjukkan besarnya investasi yang akan terealisasi. Semoga," tuturnya.

Raja Salman akan melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia pada 1-9 Maret 2017. Pemimpin Arab Saudi tersebut membawa rombongan dengan jumlah yang cukup besar, yakni kurang-lebih 1.500 orang, termasuk 10 menteri dan 25 pangeran. 

Raja Faisal berkunjung ke Indonesia pada Rabu (10/6/1970). Kedatangan Raja Faisal disambut oleh Presiden Soeharto dan Ibu Negara Tien Soeharto di Bandara Kemayoran, Jakarta Pusat.

DPR menyiapkan sambutan istimewa untuk Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud yang akan berkunjung ke Indonesia pada 1 Maret 2017 mendatang. Rencananya, Raja Salman akan diajak menonton video kunjungan pendahulunya ke Indonesia 47 tahun lalu.

"Kalau DPR, yang jelas kita akan putar film yang 47 tahun yang lalu. Itu adalah Raja dari Saudi Arabia yang telah kemari," kata Ketua DPR Setya Novanto di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat.

Menurut Novanto, video tersebut menggambarkan hangatnya hubungan Indonesia dan Arab Saudi sejak hampir lima dekade lalu. Novanto pun mengaku baru tahu adanya video tersebut dari Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia Osama Mohammed Al-Shuibi.

"Kita akan putar (video kunjungan raja Arab Saudi ke Indonesia 47 tahun silam, red). Ini adalah merupakan suatu sejarah yang belum pernah kita lihat. Saya pun baru melihat setelah dikirim Dubes Saudi Arabia, bahwa ada dokumenter film yang sejarah, yang perlu kita lihat bersama," jelas Novanto - Kontak Perkasa Futures
Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 11:27 AM

Samsung, Berjualan Buah dan Sayur

Written By Kontak Perkasa Futures on Tuesday, February 28, 2017 | 10:39 AM

PT Kontak Perkasa Futures Yogyakarta - Siapa yang tidak mengenal Samsung? Perusahaan tersebut saat ini merupakan produsen smartphone terbesar di dunia. Meski demikian, siapa yang menyangka jika semuanya berawal dari usaha berjualan buah, sayur dan ikan kering yang dirintis oleh pendirinya, Lee Byung-Chul di Taegu, timur laut Korea.

Pada tahun 1937, akibat pecahnya perang antara Cina dengan Jepang, Byung-chul, yang saat itu sesungguhnya telah memiliki bisnis kecil penggilingan padi dan transportasi di Masan, pantai tenggara semenanjung Korea, terpaksa memindahkan bisnisnya ke Taegu, sebuah daerah di timur laut. Dari sanalah legenda Samsung dimulai.

Di kota yang merupakan pusat pemimpin politik dan rezim militer tinggal tersebut, Byung-chul mendirikan toko perdagangan serba ada (general store) dengan modal awal 30.000 won. Mengambil nama Samsung, yang berarti bintang tiga, ia menginginkan agar toko ini menjadi perusahaan besar, kuat dan bertahan lama seperti bintang di angkasa.

Memanfaatkan situasi perang, Samsung mengekspor buah dan makanan laut yang dikeringkan, sayuran, dan barang dagangan lainnya ke Mancuria di timur laut Cina daratan, yang pada saat itu juga merupakan koloni Jepang, serta Beijing.

Dalam buku berjudul "Samsung, Media Empire and Family: A Power Web" yang ditulis oleh Chunhyo Kim,  Byung-chul memperoleh modal awal untuk mendirikan Samsung selain dari keluarganya, juga dari sebuah bank Jepang. Hal itu menunjukkan kepiawaian berbisnis Byung-chul, sebab saat itu toko perdagangan tidak mempunyai akses terhadap dana serupa.

Pada masa Perang Dunia II, Byung-chul belajar banyak mengenai pasar dan memanfaatkan peluang bisnis. Ia memperhatikan dengan cermat bagaimana konglomerat Jepang, yang sering disebut sebagai zaibatsu, menjalankan dan mengorganisasi perusahaan-perusahaan mereka di Korea.

Tidak butuh waktu lama bagi Samsung untuk berkembang. Dalam kurun waktu satu dekade lebih sedikit, Samsung memiliki pabrik tepung, mesin manisan sendiri, kegiatan operasi manufaktur dan penjualannya sendiri.

Pada masa administrasi militer Amerika Serikat di Negara Ginseng itu antara tahun 1945 hingga 1948, Byung-chul memindahkan kantor pusat bisnisnya ke Seoul. Ia kemudian membuka Samsung Trading Corporation pada tahun 1948. Selang dua tahun kemudian, Samsung telah mendirikan perusahaan dagang di Masan, Taegu dan Seoul.

Meski sempat bangkrut, karena mendapat dukungan politik dari rezim Presiden Syngman Rhee pada tahun 1946 hingga 1960, perusahaan itu mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. 

Perusahaan itu, misalnya, berhasil mengembangkan bisnisnya ke sektor perbankan, sekuritas, asuransi, pupuk dan semen pada akhir tahun 1950. Pada tahun 1951, Samsung Moolsan (cikal bakal Samsung Corporation) berdiri. Perusahaan itu melakukan ekspor impor barang-barang militer, gula dan pupuk semasa Perang Korea. 

Sempat tersandung kasus bahan baku ilegal yang menjerat Hankuk Fertilizer yang didirikan Samsung tahun 1963, Byung-chul kemudian mengundurkan diri sebagai Chairman Samsung pada tahun 1967.

Dua tahun berselang ia kembali menjadi Chairman Samsung dan mendirikan Samsung Electronics, yang kemudian menjelma menjadi pemain global yang sangat diperhitungkan saat ini. 

Pada periode 1970an Samsung memperkuat lini bisnis elektronik dan semikondutornya. Mereka menjalin kerja sama dengan sejumlah perusahaan Jepang, salah satunya Sanyo. Kerja sama keduanya menghasilkan produksi televisi pertama Samsung pada tahun 1970.

Pertengahan tahun 1980, Samsung telah berhasil mencakup hampir seluruh sektor ekonomi Korea. Setelah wafatnya Byung-chul pada November 1987, di bawah anak ketiganya, Lee Kun-hee, Samsung memasuki era baru dari sebelumnya hanya menjadi original equipment manufacturer (OEM) menjadi perusahaan transnasional di pasar dunia.

Setahun kemudian, mereka memilih peralatan rumah tangga, telekomunikasi dan semikonduktor sebagai lini bisnis inti. Samsung Electronics kemudian menjadi perusahaan inti yang mengontrol anak perusahaan yang lain.

Pada masa kepemimpinan Kun-hee pulalah, Samsung dipecah menjadi enam perusahaan: Samsung, Hansol, Saehan, Shinsaegae, CJ, dan JoongAng Ilbo. Selebihnya kemudian adalah sejarah. Sejak saat itu, Samsung tidak pernah menghentikan lajunya, bahkan hingga saat ini, setelah menyandang status sebagai produsen smartphone paling laris di dunia.

Mendahului Sony
Laju Samsung ini berbanding terbalik dengan Sony. Pada masa-masa keemasannya sekitar tahun 1995, Sony merupakan panutan bagi perusahaan-perusahaan Korea, termasuk Samsung. Namun, seperti ditulis dalam buku berjudul "Sony vs Samsung: The Inside Story of the Electronics Giant’s Battle for Global Supremacy" yang ditulis oleh Sea-Jin Chang, dalam tempo sepuluh tahun keadaan berubah.

Perusahaan ini mengalami penurunan performa, yang berujung pada mundurnya chairman dan president Sony saat itu, Nobuyuki Idei dan Kunitake Ando, pada tahun 2005. Di sisi lain, Yun Jong-yong, chief executive officer Samsung, pada saat itu dipuji karena berhasil mengubah Samsung Electronics menjadi salah satu perusahaan paling menguntungkan di industri elektronik dunia.

Hal itu terjadi hanya tiga tahun setelah Erick Kim yang ditunjuk menjadi direktur marketing global Samsung Electronics menyatakan bahwa perusahaan itu memiliki ambisi untuk mengangkat tingkat ekuitas merek ke tingkat yang sama dengan Sony. Sebuah hal yang juga telah menjadi ambisi Jong-yong sejak ia mengambil alih perusahaan Korea Selatan itu pada tahun 1996.

Pada tahun 2005, Samsung berhasil meraih ambisi untuk memiliki nilai merek yang lebih tinggi dari Sony dengan berada pada peringkat 20 dari daftar 100 Perusahaan Top yang dibuat Interbrand dengan nilai $14,9 miliar. Sony, di sisi lain, hanya menduduki peringkat 28 dengan nilai $10,7 miliar, seperti yang tertulis pada buku berjudul "Samsung Electronics and the Struggle for Leadership of the Electronics Industry" oleh Anthony Michell.

Kini Sony sudah tertinggal jauh dari Samsung. Pada tahun 2015 lalu, Interbrand menempatkan Sony pada peringkat 58 dengan nilai $7,7 miliar. Samsung? Perusahaan itu berada di peringkat ke-7, dengan nilai $45,3 miliar.

Samsung adalah representasi nyata bahwa tidak ada hal yang tidak mungkin di dunia ini. 

Sumber: Tirto

Written by: Kontak Perkasa Futures
PT.Kontak Perkasa Futures, Updated at: 10:39 AM
 
Copyright © 2011. PT.Kontak perkasa Futures Yogyakarta All Rights Reserved
Disclaimer : Semua Market Reviews atau News di blog ini hanya sebagai pendukung analisa,
keputusan transaksi atau pengambilan harga sepenuhnya ditentukan oleh nasabah sendiri.
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger